JAKARTA, (IslamToday ID) – Tunggakan pembayaran klaim kesehatan BPJS Kesehatan di seluruh rumah sakit masih Rp 14 triliun. Hal diungkapkan oleh Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), Daniel Wibowo.
“Tunggakan per 31 Desember 2019 masih sekitar Rp 15,5 triliun. Kemudian, pada Februari 2020 sudah turun menjadi Rp 14 triliun,” ujarnya, Kamis (20/2/2020).
Daniel mengatakan, rata-rata klaim pelayanan bulanan sampai November 2019 sudah dibayar. Jadi, klaim yang tertunda terjadi untuk layanan Desember 2019 dan Januari 2020.
Ia mengklarifikasi, BPJS Kesehatan tidak sampai berutang membayar pelayanan kesehatan sebanyak 5.000 fasilitas kesehatan. “Karena, rumah sakit (RS) yang bermitra dengan BPJS Kesehatan hanya sekira 2.000-an,” ujarnya.
Kendati demikian, ia enggan menyebutkan angka pasti tunggakan yang belum dibayar. Menurutnya, pihak yang berwenang menjawab jumlah tunggakan yang belum dibayar itu ada di BPJS Kesehatan.
Daniel menegaskan tak ada gunanya pihak rumah sakit menagih utang klaim dalam tunggakan tersebut kepada BPJS Kesehatan. Sebab, kondisi saat ini dana masih dalam upaya dikumpulkan pihak BPJS Kesehatan.
Saat ini, Persi memilih untuk pasif terkait kondisi tunggakan klaim tersebut. Terlebih, Daniel mengklaim BPJS Kesehatan sudah menjanjikan untuk memberikan kompensasi membayar denda keterlambatan sebesar 1 persen per bulan.
Persi memprediksi tunggakan tidak akan terjadi lagi pada 2023 mendatang. “Diperkirakan tahun 2023 tidak lagi terjadi tunggakan pembayaran klaim,” katanya.
Sementara, BPJS Kesehatan mengakui memang masih menunggak pembayaran klaim pelayanan kesehatan RS mitra. Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma’ruf mengklaim karena masih adanya tungggakan itu, Presiden Jokowi menerbitkan Perpres No 75 Tahun 2019.
Menurut Iqbal, Perpres ini diharapkan menjadi solusi untuk mengatasi persoalan tunggakan klaim layanan kepada RS mitra BPJS Kesehatan. Ia menegaskan, dampak dari Perpres ini jumlah tunggakan sudah berkurang. “Jumlah tunggakan ke RS berkurang dibandingkan angka sebelumnya. Perpres itu jadi solusi,” ujarnya.
Iqbal menambahkan, berlakunya Perpres membuat iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) bisa disesuaikan dan naik. Apalagi, selama ini pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memberikan bantuan iuran lewat Penerima Bantuan Iuran (PBI).
“Jadi, semua peserta JKN-KIS membayar iuran. Kalau tidak mampu atau miskin, iurannya dibayarkan oleh negara,” katanya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, Widyawati mengatakan persoalan ini masih dibahas di internal DPR. Kemenkes sendiri mengaku masih menunggu masukan dari DPR. “Kami juga menunggu. Kita sama-sama tidak tahu,” katanya. (wip)
Sumber: Republika.co.id