JAKARTA, (IslamToday ID) – Program tol laut yang digagas oleh Presiden Jokowi tampaknya belum sesuai harapan. Padahal program ini dicanangkan sejak masa pemerintahannya yang pertama.
Tol laut adalah konsep pengangkutan logistik kelautan yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar di Tanah Air. Konsep ini dijanjikan akan menciptakan kelancaran distribusi logistik hingga pelosok, sehingga tercipta pemerataan harga di seluruh wilayah Indonesia.
Seperti diketahui, fenomena selama ini biaya pengiriman barang lewat laut antar daerah atau pulau di Indonesia jauh lebih mahal jika dibanding mengirim barang ke luar negeri. Juga terjadi disparitas harga-harga barang kebutuhan yang mencolok antara wilayah barat dengan timur.
Ketidakefisienan program tol laut ini juga diakui sendiri oleh Jokowi. Jokowi mengaku menerima laporan di lapangan jika biaya logistik masih mahal, meskipun sudah ada program tol laut. Sebagai salah satu contoh adalah pengiriman barang dari Jakarta-Medan yang lebih mahal dibandingkan Jakarta-Singapura.
“Pertama mengontrol membuat tol laut semakin efisien. Biaya logistik antar daerah, antar wilayah, antar provinsi harus bisa diturunkan,” ujarnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Jokowi juga minta agar program tol laut ini bisa dilihat secara komprehensif dan detail, sehingga bisa ditemukan akar masalah yang membuat biaya logisitik mahal.
“Saya minta masalah ini dilihat secara detail dan komprehensif, apakah masalahnya di pelabuhan. Misalnya urusan dengan dwelling time atau ada praktik monopoli di dalam transportasi dan distribusi barang, sehingga biaya logistik tidak efisien,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Jokowi, dirinya juga mendapatkan laporan jika sulitnya biaya logistik turun karena tidak seimbangnya muatan. Maksudnya, ketika membawa barang menuju Indonesia timur membawa barang penuh, namun ketika kembali lagi barang yang diangkut kosong.
“Selain itu, saya juga mendapat laporan bahwa biaya yang sulit turun karena tidak seimbangnya jumlah muatan barang. Ini memang betul, terutama dari wilayah timur. Ada ketidakseimbangan jumlah muatan barang yang diangkut dari barat ke timur, penuh. Tapi begitu dari timur kembali ke barat, itu muatannya jauh berkurang. Ini semuanya coba dilihat kembali,” jelas Jokowi.
Sebelumnya, Jokowi juga sempat melontarkan kekesalannya karena pengiriman barang dan rute tol laut dikuasai oleh perusahaan swasta.
“Tapi akhir-akhir ini, rute-rute yang ada itu, barang-barangnya dikuasai swasta tertentu. Saya belum dapat ini swastanya siapa. Sehingga, harga barang ini ditentukan oleh perusahaan ini,” kata Jokowi, Rabu (30/10/2019).
Ia mengaku telah mendengarkan aspirasi dari masyarakat serta kepala daerah terkait keberadaan tol laut. Menurutnya, masyarakat maupun kepala daerah meminta rute dan frekuensi kedatangan kapal-kapal ke setiap pulau bisa ditambah.
Selain itu, Jokowi juga mendengar keluhan soal harga barang yang tak turun setelah ada program tersebut. Menurutnya, ketika pertama kali diluncurkan, tol laut sempat menurunkan inflasi dan harga barang 20-30 persen.
“Ini tolong dikejar dan diselesaikan. Saya enggak tahu apakah perlu intervensi dari menteri BUMN untuk melakukan ini. Tetapi, paling tidak harus diberikan kompetisi, paling tidak ada kompetitornya,” ujarnya.
Jokowi mengingatkan tol laut bertujuan untuk menurunkan biaya pengiriman barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Ia ingin agar program yang diluncurkannya sejak periode pertamanya tersebut menguntungkan masyarakat.
“Tapi kalau dikuasai oleh satu perusahaan, ya munculnya beda lagi. Kami beri fasilitas kepada dia. Ini yang tidak kami kehendaki,” pungkasnya.
Harus Dievaluasi
Tampaknya program tol laut Jokowi ini harus dievaluasi setelah pada periode pertamanya dinilai gagal. Di era pemerintahan Jokowi yang pertama tol laut dinilai kurang efisien dan belum sesuai dengan yang diharapkan.
Hal itu diakui sendiri oleh menteri Jokowi di era pertamanya, Susi Pudjiastuti. Menteri Kelautan dan Perikanan ini mengatakan keberadaan tol laut belum terlalu efektif dalam pendistribusian ikan dari sentra-sentra produksi menuju konsumen.
“Yang banyak penduduk kan Jawa, yang perlu ikan banyak kan Jawa. Tapi penangkapan rata-rata di timur Indonesia, barat Indonesia. Persoalannya kadang tol laut masih kurang banyak, kurang efektif, karena frekuensi masih sangat jarang,” kata Susi, Rabu (9/10/2019)
Ia menjelaskan, sebenarnya harga ikan di sentra produksi sudah murah. Harga jual pada konsumen menjadi mahal karena mahalnya biaya logistik distribusi ikan.
“Jadi ini PR kita supaya harga ikan tongkol yang cuma Rp15.000-Rp20.000 di Talaud sana bisa sampai Jakarta Rp 25.000, kalau angkutannya murah. Itu PR. Kalau dari sisi harga di sentra sudah murah sekali, tapi kita di distribusi yang masih jadi kendala,” ungkapnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kabid Perdagangan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Kabupaten Halmahera Utara (Halut), Maluku Utara, Muhsin Mustika. Ia menyebut aktivitas tol laut di wilayahnya belum pengaruhi harga sembako. Sebab, operasionalnya di berbagai pelabuhan tujuan belum maksimal.
Menurutnya, kehadiran tol laut belum pengaruhi harga sembako yang didatangkan dari luar Maluku Utara. Bahkan, selisih harga satuan barang sembako di antaranya harga beras di Gerai Maritim atau agen Rp 11.800.
Sementara di pedagang pengecer berkisar Rp 14.000, harga telur per butir di gerai Rp 2.000, harga pengecer Rp1.800, minyak sawit di gerai per kilogram Rp 14.000, pengecer Rp 17.000, gula di gerai harganya Rp 12.500, pengecer Rp15.000. Terigu Rp 8.000, sementara di pengecer Rp10.000, harga ayam di gerai Rp 35.000, di pengecer Rp 40.000 per ekornya.
“Gerai Maritim itu adalah agen distributor barang yang memasarkan barang dengan harga rendah di antaranya Agen Hoky, CV Makmur Bersama, CV Surya Kencana, dan CV Sederhana,” katanya.
Ekonom Faisal Basri sebelumnya juga pernah mengkritik jika program tol laut yang digagas Jokowi masih gagal karena tidak terbukti menurunkan biaya logistik (logistic cost). Selain itu, saat ini angkutan barang masih terpusat di jalur darat, diangkut dengan truk-truk besar.
“Yang mempersatukan pulau-pulau itu kan laut. Ngomongnya tol laut segala macam, tapi enggak ada efeknya ke logistic cost, tetap paling tinggi, 24 persen dari PDB,” kata Faisal, Kamis (22/11/2019).
Ia menjelaskan, kegagalan tol laut disebabkan belum mempunyai program tersebut memikat perusahaan logistik yang selama ini menggunakan jalur darat. Meski sudah ada tol laut, mereka masih enggan berpindah dan tetap memilih menggunakan jalur darat.
“Karena tidak terjadi shifting angkutan barang dari darat ke laut. Tidak terjadi. Jadi omong doang namanya tol laut itu. Logistic cost nggak pengaruh karena tetap 90 persen barang di Indonesia diangkut lewat truk, padahal negara maritim. Sementara di dunia, 70 persen barang diangkut pakai kapal. Padahal seluruh dunia kan bukan negara maritim seperti Indonesia,” tutupnya. (wip)
Sumber: Rmol.id, Okezone.com, Merdeka.com, CNNIndonesia.com