JAKARTA, (IslamToday ID) – Indonesia akan memesan alat pendeteksi khusus virus corona atau rapid test Covid-19 dari China. Pemesanan alat pendeteksi virus corona dilakukan oleh BUMN bidang farmasi dan agroindustri, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
Menurut Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, rapid test tersebut akan segera diproduksi. Nantinya, deteksi gejala awal infeksi corona bisa muncul hanya dalam beberapa belas menit hingga 3 jam saja.
“Nanti tes corona ini bisa keluar dari rapid test hanya beberapa belas menit hingga 3 jam maksimal. Kita sudah pesan 500.000,” kata Arya, Rabu (18/3/2020).
Lebih lanjut, pihaknya saat ini masih menunggu izin dari Kementerian Kesehatan terkait hal ini. Adapun izin sudah diajukan pada 10 Maret 2020 lalu.
Untuk kisaran harga, Arya menyatakan belum mendapat rinciannya. Yang jelas, alat rapid test ini sesegera mungkin didatangkan, agar permasalahan penyebaran virus corona selama ini segera teratasi.
Tanpa alat ini, tes deteksi virus corona bisa memakan waktu hingga 2 hari. “Ini memang bukan memberi diagnosa akhir, tapi untuk mencari kepastian gejala awal. Kalau memang ada gejala bisa langsung ke lab dokter,” ujarnya.
Sampel Darah
Rapid test merupakan salah satu tes untuk mendeteksi secara cepat SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19. Berbeda dengan metode selama ini yang menggunakan real time polymerase chain reaction (RT-PCR) yang mengambil usapan lendir dari hidung atau tenggorokan, rapid test akan dilakukan dengan mengambil sampel darah pasien positif Covid-19.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menjelaskan keuntungan dari metode ini adalah proses pemeriksaan tidak membutuhkan sarana laboratorium pada bio-security level dua. Artinya, pemeriksaan bisa digunakan di hampir semua laboratorium kesehatan yang ada di semua rumah sakit di seluruh Indonesia.
Yuri mengatakan, metode ini perlu dilakukan secara beriringan dengan kebijakan isolasi secara mandiri di rumah. Sebab pada kasus positif Covid-19 dengan rapid test atau gejala yang minimal, indikasinya harus dilakukan isolasi diri di rumah dengan monitoring dari puskesmas.
“Karena itu, tanpa kesiapan untuk memahami dan mampu melaksanakan isolasi diri maka kasus positif akan berbondong-bondong ke rumah sakit, padahal belum tentu membutuhkan layanan rawatan rumah sakit,” ujar Yuri.
RT-PCT menggunakan sampel usapan lendir dari hidung atau tenggorokan. Lokasi ini dipilih karena menjadi tempat virus beramplikasi. Sementara itu, rapid test menggunakan sampel darah.
Virus yang aktif memiliki material genetika yang bisa berupa DNA maupun RNA. Pada virus corona, material genetiknya adalah RNA. Nah, RNA inilah yang diamplifikasi dengan RT-PCR sehingga bisa dideteksi.
Rapid test bekerja dengan cara yang berbeda. Virus corona tidak hidup di darah, tetapi seseorang yang terinfeksi akan membentuk antibodi yang disebut immunoglobulin, yang bisa dideteksi di darah. Immunoglobulin inilah yang dideteksi dengan rapid test.
Simpelnya, RT-PCR mendeteksi keberadaan virus, sedangkan rapid test mendeteksi apakah seseorang pernah terpapar atau tidak. Terkait cara kerja, RT-PCR harus dikerjakan di laboratorium dengan standar biosafety level tertentu. Rapid test lebih praktis karena bisa dilakukan di mana saja.
RT-PCR jelas membutuhkan waktu lebih lama. Belum termasuk waktu pengiriman sampel karena pemeriksaan virus corona sempat dipusatkan hanya di laboratorium Litbangkes (Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) di Jakarta. Rapid test bisa dilakukan kapan saja dan hanya butuh waktu 15-20 menit untuk mendapatkan hasilnya.
Rapid test diklaim lebih ekonomis dibanding RT-PCR. Dalam sebuah wawancara, Kepala Balitbangkes Siswanto, memberikan perkiraan biaya RT-PCR. “Per orang rata-rata total unit cost mulai dari ambil spesimen, transportasi, pemeriksaan PCR sekitar Rp 1,5 juta,” ujarnya.
Konsultan genom di Laboratorium Kalbe, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo menyatakan metode rapid test untuk mendeteksi virus corona tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Dalam jurnal berjudul “Antibody responses to SARS-CoV-2 in patients of novel coronavirus disease 2019”, ia mengatakan sensitivitas rapid test serologi sekitar 36 persen dari 100 kasus Covid-19. Tingkat persentase itu, ia mengatakan membuat pemerintah harus hati-hati.
“Sensitivitas tes serologi itu sekitar 36 persen, kalau tidak salah. Jadi dari 100 kasus yang terkonfirmasi Covid-19 dia bisa mendeteksi sekitar 30. Jadi itu harus hati-hati,” ujar Rusdan, Kamis (19/3/2020).
Instruksi Jokowi
Presiden Jokowi menginstruksikan agar segera dilaksanakan rapid test virus corona massal di Indonesia. “Segera lakukan rapid test dengan cakupan lebih besar,” ujarnya, Kamis (19/3/2020).
“Agar deteksi dini indikasi awal seseorang terpapar Covid-19 bisa dilakukan,” lanjutnya.
Agar rapid test Covid-19 berjalan lancar, Jokowi meminta agar Kementerian Kesehatan segera memperbanyak alat tes sekaligus tempat tes. Tidak hanya Kemenkes, Jokowi juga meminta pelibatan sejumlah unsur, mulai dari rumah sakit pemerintah, BUMN, TNI-Polri, hingga swasta demi kelancaran rapid test massal itu.
Bahkan, Jokowi juga membuka peluang bagi lembaga riset dan perguruan tinggi untuk juga bisa terlibat. “Lembaga riset dan pendidikan tinggi yang mendapatkan rekomendasi dari Kemenkes,” katanya.
DPR RI juga mendorong pemerintah pusat untuk mempercepat pengadaan rapid test Covid-19 dengan jumlah banyak untuk memperkuat pola pencegahan dini dan penanganan cepat terhadap orang dalam pengawasan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) suspect virus corona.
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Nasdem, Muhammad Farhan mengatakan, ketersediaan rapid test Covid-19 dinilai bakal ampuh menghentikan penularan dengan signifikan. “Sambil menunggu pengembangan vaksin anti virus penyebab Covid-19, maka pemerintah harus kebut pembuatan dan penyebaran alat tes cepat untuk mendeteksi dini tingkat penyebaran virus SARS COV-2 penyebab corona,” ujarnya.
Farhan menambahkan, penyediaan rapid test Covid-19 sangat mampu dilakukan pemerintah karena kemampuan ilmuwan dan perusahaan farmasi dalam negeri yang bisa dikatakan sudah mumpuni. Menurutnya, yang perlu ditindaklanjuti pemerintah adalah berani membeli komponen rapid test di China yang telah berhasil mengobati banyak pasien suspect corona.
“Hal ini dimungkinkan karena sebetulnya Kimia Farma punya kemampuan memproduksi rapid test tersebut asal dipermudah impor bahan dasarnya dari Tiongkok yang diberi nama Wuhan Hu-1, Covid-19 reombinant protein,” bebernya.
Lebih lanjut Farhan menambahkan, perusahaan kimia dalam negeri tengah gencar mematangkan persiapan pengadaan rapid test ini. “Kami sangat menunggu hasil riset putra-putri bangsa yang akan segera menghasilkan teknologi pembuatan alat rapid test mendeteksi virus corona. Pemerintah harus gerak cepat dan sigap. Saat ini perlu kita apresiasi bahwa pemerintah mengerahkan BUMN farmasi dan kesehatan, termasuk RS BUMN dan milik Kemenkes, serta daerah untuk memberikan layanan deteksi cepat dan penanganan pasien,” katanya. (wip)
Sumber: Kompas.com, Liputan6.com, Pikiranrakyat.com, CNBCIndonesia.com