IslamToday ID — Beberapa hari ini ramai perbincangan tentang lockdown dan karantina wilayah. Bahkan, sejumlah kampung menutup akses masuk dan dibarengi spanduk-spanduk bertuliskan lockdown. Cara ini dianggap upaya memutus rantai penyebaran corona virus (covid-19)
Tapi, apa maksud dari lockdown dan karantina wilayah ?
Jawabannya ada di Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Kemunculan undang undangan ini dilatar belakangai kesadaran akan adanya resiko gangguan kesehatan dan penyakit baru atau lama, dibalik kemajuan teknologi transportasi dan perdagangan bebas. Misalnnya wabah penyakit yang dikhawatirkan menular dengan cepat dan berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Maka dari itu undang-undang ini muncul sebagai perlindungan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam pasal undang-undang ini dijelaskan, bahwa Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Selain itu, undang undang ini juga memuat tentang social distancing yang menjadi himbauan pemerintah dalam mencegah penyebaran covid-19. Dijelaskan dalam undang undang ini bahwa,social distancing merupakan pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi. Tujuannya untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit.
Berberapa waktu ini terjadi pro dan kontra terkait kewenangan karantina wilayah. Bahkan seolah kepala daerah meiliki kiebijakan penyelamatan sendiri-sendiri.
Sebenarnya, siapa yang bisa menetapkan karantina wilayah?
Pada pasal 11 ayat 1, Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Keputusan ini harus dilaksanakan secara cepat dan tepat berdasarkan besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, dan teknik operasional dengan mempertimbangkan kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya.
Sementara itu dalam padal 46, ada beberapa macam karantina dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor risiko di wilayah. Diantaranya Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh Pejabat Karantina Kesehatan
Tapi, perlu diingat sebelum melaksanakan karantina wilayah, Pejabat Karantina Kesehatan wajib memberikan penjelasan kepada masyarakat di wilayah setempat. Ini diatur dalam pasal 54 UU No.6/2018.
Dalam undang-undang ini wilayah yang dikarantina harus diberi garis karantina dan dijaga terus menerus oleh pejabat karantina kesehatan dan kepolisian yang berada di luar wilayah karantina. Saat karantina berlaku, warga masyarakat tak bisa lagi keluar masuk wilayah karantina.
Maka, Jika permohonan Gubernur DKI Jkarta Anies Baswedan dikabulkan dan Jakarta jadi diterapkan karantina wilayah. artinya sudah tidak boleh lagi ada aktiifitas yang keluar masuk ibu kota selama masa karantina. Kalau ada yang menderita penyakit, maka wajib isolasi dan segera dirujuk ke rumah sakit.
Hak Warga
Kita tidak perlu khawatir. Undang-undang ini menjamin hak kita selama masa karantina. Ada dua pasal yang menjamin hak ini. Pertama dalam pasal 8, setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama karantina. Ini juga berlaku bagi karantina rumah.
Selain itu juga diatur dalam pasal 55 ayat 1 dan 2. Selama dalam Karantina Wilayah, Kebutuhan hidup dasar orang, kebutuhan sehari-hari dan makanan hewan ternak menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.Dalam penyelenggaraan pemenuhan hak ini melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.
Jadi bukan hanya beras atau sembako saja, tapi kebutuhan sehari hari harus dipenuhi pemerintah. Bahkan pakan ternak yang kita miliki juga menjadi tanggungjawab pemerintah.
Penulis: Arief Setiyanto