IslamToday ID —Pandemi corona virus (covid-19) turut mempengaruhi harga minyak dunia. Harga minyak mentah dunia terus mengalami penurunan tajam.
Tapi penurunan harga minyak dunia ini ternyata tidak mempengaruhi PT Pertamina. Harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, yang menurut pemerintah selalu mengikuti harga minyak dunia ternyata tidak juga turun.
Fajriyah Usman Vice President Corporate Communication PT Pertamina, beralasan, pihaknya hanya selaku operator dan menyesuaikan dengan peraturan pemerintah. Sampai saat ini harga BBM mengacu pada ketentuan dari Kementrian ESDM, dan Pertamina selalu memenuhi aturan tersebut.
Anggota DPR RI Fraksi PKS Rofik Hananto, mengungkapkan pada bulan Februari lalu (24/02/2020) harga minyak mentah dunia mencapai diatas USD 50 per barel, dan saat ini sudah turun menjadi separuhnya, yaitu kurang dari USD 25 per barel.
Terkait terus turunnya harga minyak dunia itu Fraksi PKS meminta pemerintah untuk segera menurunkan harga BBM . Khususnya BBM jenis Premium dan BBM bersubsidi jenis Solar. BBM jenis Pertalite dan Pertamax juga diharapkan turun dengan tetap memperhatikan tingkat harga keekonomian.
“Upaya ini dalam rangka menjamin akses masyarakat bawah terhadap BBM tersebut dan menurunkan harga BBM nonsubsidi seperti pertalite dan pertamax disesuaikan dengan daya beli masyarakat saat ini dengan tetap menjamin pasokan dan distribusi ketersediannya,” ungkap Anggota Komisi VII ini.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM, lanjut Rofik, harus segera melakukan penyesuaian harga karena harga minyak dunia sudah turun dalam bebrapa bulan terakhir. Tren penurunan harga minyak mentah dunia hingga 55 persen ini jelas menekan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Listrik. Sehingga tariff dasar listrik seharusnya juga diturunkan.
“Penekanan BPP Listrik bisa sampai angka 20 %, terutama diambil dari elemen BBM karena energi primer pembangkit listrik yang termahal adalah BBM”, imbuhnya
Rofik juga mengusulkan agar Pemerintah memberikan kompensasi kepada kelompok masyarakat rentan. Kelompok ini yang paling terdampak pandemic Virus Covid 19, mereka meliputi pekerja informal dan pekerja harian.
Skema kompensasi berupa penurunan tarif listrik untuk golongan 900 VA dan 1300 VA. Struktur tarif tersebut, hendaknya diturunkan minimal Rp 250 per kWh (18%), selama 4 bulan ke depan, mulai bulan April sampai Juli.
“Dengan turunnya harga BBM dan Tarif Listrik ini, setidaknya akan membantu ekonomi masyarakat, ditengah lambatnya ekonomi akibat wabah virus corona,” pungkasnya
Peneliti Indef Abra P. G. Talattov mengatakan, harga minyak dunia yang turun signifikan memang menjadi momentum untuk menurunkan harga BBM. Apalagi, di tengah pandemi virus corona, penurunan harga BBM bisa menjadi stimulus langsung yang diterima masyarakat luas.
Sudah Saatnya?
Persolan ini turut mendapat soortan peneliti INDEF, Abra P. G. Talattov Jum’at lalu,(20/3/2020). Abra berpandangan bahwa harga BBM layak untuk diturunkan jika memenuhi sejumlah persyaratan. Pertama, penurunan harga minyak mentah dunia bisa bertahan di periode yang cukup, yakni sekitar dua bulan sampai tiga bulan.
Tutunnya harga minyak dunia bisa menjadi justifikasi bahwa pemerintah harus melakukan penyesuaian harga. Disamping itu, penurunan harga BBM di saat pandemi covid-19 menjadi stimulus langsung yang diterima masyarakat luas.
“Ini bisa mengkompensasi pengeluaran masyarakat, menjadi stimulus langsung yang bisa menjaga daya beli,” ujarnya. Jum’at (20/3/20) seperti dirilis kontan.co.id
Tapi, turunnya harga minyak dunia bukan satusatunya pertimbangan. Abra mencatat covid-19 tidak hanya menyebabkan penurunan harga minyak dunia, namun juga turut menyebabkan lemahnya kurs rupiah.
Ancaman nyata jika harga minyak terus menurun ialah melesetnya target penerimaan negara, baik pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor migas. Dengan asumsi harga minyak menyentuh US$ 30 per barel, maka dampaknya terhadap potensi kehilangan penerimaan negara mencapai Rp 85 triliun hingga Rp 138 triliun.
Penulis: Arief Setiyanto