IslamToday ID – Setelah menjadi kuasa hukum pasangan Jokowi-Amin dalam Pilpres 2019 lalu, suara pakar hukum tata negara Prof.Dr. Yusril Ihza Mahendar nyaris tidak terdengar.
Namun, pernyataan Presiden Jokowi yang mengumumkan akan menerapkan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSSB) dengan didampingi Darurat Sipil dalam penanganan corona virus, membuat Yusril ‘bangun dari tidurnya’. Yusril lantang melontarkan kritik tajam kepada pemerintah.
Yusril adalah, pakar hukum tata negara, politikus, sekaligus intelektual yang dilahirkan negeri ini. Selain itu Yusril juga pernah menjabat sebagai Menteri Hukum dan Perundang-undangan (1999-2001), Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (2001-2004), Menteri Sekretaris Negara (2004-2007).
Mungkinkah Yusril melihat ada sinyal berbahaya bagi negera dibalik pernyatan presiden itu?
Yusril menjelaskan, Pasal 2 dalam Perpu No 23 Tahun 1959 yang mengatur Darurat Sipil, tidak relevan dengan upaya untuk melawan merebaknya wabah virus corona (covid-19). Menurutnya, Perppu ini hanya efektif untuk mengatasi pemberontakan dan kerusuhan, bukan mengatasi wabah yang mengancam jiwa setiap orang.
Lanjutnya, satu-satunya pasal relevan dalam perppu tersebut hanya yang berkaitan dengan kewenangan Penguasa Darurat Sipil untuk membatasi orang ke luar rumah. Sedangkan, ketentuan lain seperti melakukan razia hanya relevan dengan pemberontakan dan kerusuhan. Begitu juga pembatasan penggunaan alat-alat komunikas juga tidak relevan untuk diterapkan dalam kondisi yang demikian.
Selain itu, dalam Perpu ini keramaian-keramaian masih diperbolehkan sepanjang ada izin dari Penguasa Darurat Sipil. Bahkan ada yang kontra produktif, karena Penguasa Darurat tidak bisa melarang orang berkumpul untuk melakukan kegiatan keagamaan termasuk pengajian-pengajian.
“Maka aturan-aturan seperti ini tidak relevan dengan wabah,” kata Yusril
Lebih dari pada itu, Darurat Sipil terkesan repressif. Dalam kondisi Darurat Sipil, militer memainkan peran sangat penting kendalikan keadaan. Yusril cukup memiliki pengalaman soal penerapan Darurat Sipil.
Pasal 2 pada Perpu No 23 Tahun 1959 yang mengatur Darurat Sipil itu pernah ia gunakan untuk mengatasi kerusuhan di Ambon th 2000. Gus Dur yang waktu itu menjabat sebagai Presiden akhirnya setuju dengan pilihan untuk menerapkan Darurat Sipil dan meminta dan meminta Yusril mengumumkannya di Istana Negara.
Keputusan itu dapat mengatasi kerusuhan bernuansa agama di Ambon. Meskipun pada akhirnya Yusril banyak menuai kritik atas keputusan tersebut.
Namun demikian, menurut Yusril kerusuhan Ambon jelas jauh berbeda beda dengan wabah Corona. Saat ini yang dibutuhkan rakyat adalah ketegasan dan persiapan matang dalam melawan wabah untuk menyelamatkan nyawa.
Yusril meminta pemerintah berpikir ulang mewacanakan darurat sipil. Ia meminta pemerintah tetap jernih dalam mengambil kebijakan.
“Keadaan memang sulit, tapi kita, terutama para pemimpin jangan sampai kehilangan kejernihan berpikir menghadapi situasi. Tetaplah tegar dan jernih dalam merumuskan kebijakan dan mengambil langkah serta tindakan” ujar Yusril
“Mudah-mudahanan kita mampu mengambil langkah yang tepat di tengah situasi yang amat sulit sekarang ini,” imbuhnya
Langkah Presiden
Seperti diberitakan sebelumnya Presiden Joko Widodo sudah bersiap menetapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar dalam menghadapi penyebaran virus corona. Jokowi pun meminta para menterinya menyusun aturan pelaksanaan kebijakan ini agar bisa diterapkan di daerah.
“Dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial skala besar, agar segera disiapkan aturan pelaksanaan yang lebih jelas. Sebagai panduan bagi provinsi, kabupaten atau kota sehingga mereka bisa kerja,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas membahas laporan Gugus Tugas Penanganan Corona lewat video conference, Senin, 30 Maret 2020.
Jokowi bahkan mengatakan kebijakan ini perlu didampingi oleh kebijakan darurat sipil. “Tadi sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil,” kata Jokowi.
Setelah menuai banyak kritik, kemudian Presiden Jokowi menetapkan wabah corona (Covid-19) sebagai jenis penyakit yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Kemudian menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) 11/2020 tentang readyviewed Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang diteken kepala negara pada 31 Maret 2020.
Penulis: Arief Setiyanto