IslamToday ID- Pandemi covid-19 tidak hanya membuat pemerintah harus menyelematkan perekonomian dengan memberikan berbagai stimulus. Ternyata Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasona Laoly juga mengusulkan agar sebanyak 30 ribu narapidana dibebaskan. Alasannya, agar selamat dari penularan corona virus, termasuk napi koruptor.
Sebelumnya, Yasonna Laoly telah berhasil membebaskan 5.556 narapidana. pelepasan narapidana tersebut merujuk pada peraturan yang dibuatnya. Yakni, Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Syarat yang harus dipenuhi bagi narapidana dan anak untuk dapat keluar melalui asimilasi adalah telah menjalani 2/3 masa pidana pada 31 Desember 2020 bagi narapidana dan telah menjalani 1/2 masa pidana pada 31 Desember 2020 bagi anak.
Yasonna menegaskan pembebasan itu sudah berdasarkan persetujuan Presiden Joko Widodo. Targetnya ada 30 ribu hingga 35 ribu narapidana yang dibebaskan dalam satu pekan ini.
Ia juga mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sehingga dapat memperlonggar pembebasan narapidana melalui proses asimilasi dan integrasi.
Ia mengusulkan empat kriteria. Pertama, narapidana kasus narkotika dengan syarat memiliki masa pidana 5 sampai 10 tahun dan telah menjalani dua pertiga masa tahanan. Kriteria ini diperkirakan ada 15.442 orang.
Kriteria kedua, adalah narapidana kasus tindak pidana korupsi. Dengan syarat berusia 60 tahun ke atas dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan.
“Ini sebanyak 300 orang,” ujar Yasona Rabu (1/4/2020)
Kriteria ketiga , narapidana tindak pidana khusus yang mengidap sakit kronis dan telah menjalani 2/3 masa tahanan. MEreka harus melampirkan bukti keterangan sakit dari rumah sakit yang ditunjuk pemerintah. Kriteria terakhir, adalah narapidana warga negara asing yang jumlahnya 53 orang.
“Kami akan laporkan ini di ratas dan akan kami minta persetujuan presiden soal revisi emergency ini bisa kita lakukan,” pungkas Yasona
Koruptor Jangan
Zaenur Rohman, Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) tidak sepakat dengan pembebasan para koruptor. Menurutnya, langkah Menkumham tidak tepat. Sebab korupsi merupakan tindak pidana yang tergolong ektra ordinary crime, sebagaimana terorisme dan narkotika.
korupsi bersama dengan kejahatan terorisme dan narkotika khususnya bandar itu adalah kejahatan yang sangat serius, sehingga tidak tepat jika mereka dikeluarkan dalam situasi COVID-19 ini,” tegasnya.
Selain itu, jumlah napi tindak pidana korupsi sangat sedikit. Kapasitas lapas yang digunakan untuk menahan napi korupsi, seperti di Lapas Kelas I Sukamiskin tidak ada overkapasitas. Maka yang mendesak bukan pembebasan, melainkan protokol kesehatan untuk mencegah merebaknya Corona di lapas.
Pada prinsipnya ia mendukung penguruangan narapidana untuk pencegahan penularan covid-19. Namun bandar narkotika, terorisme, dan koruptor handaknya tidak diberi prioritas. Kecuali jika mereka memiliki kondisi kesehatan yang sangat buruk.
“Jadi bukan berdasarkan umur, kriteria lain, tapi kriteria kesehatan yang buruk yang itu bisa dibuktikan dengan tim dokter,” tandasnya.