(IslamToday ID) — Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu terkait keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan, Selasa (31/3). Tujuannya untuk menambah alokasi belanja dalam APBN 2020.
Dengan begitu pemerintah menambah alokasi anggaran belanja dari APBN 2020 untuk penanganan Covid-19 menjadi Rp 405,1 triliun.
Rinciannya, Rp 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan termasuk insentif tenaga medis dan paramedis, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan serta stimulus kredit usaha rakyat, dan Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.
Dampaknya defisit APBN diprediksi akan menembus batas aman 3 persen menjadi 5,07 persen sepanjang 2020. Bahkan diprediksi lebih lama lagi, yakni selama 3 tahun mendatang.
Menkeu Sri Mulyani, meskipun defisit anggaran menembus batas aman, dengan keluarnya Perppu hal itu bukan sebuah kerugian negara. Sebab ini dilakukan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional yang merupakan bagian dari biaya penyelamatan dari krisis.
“Biaya yang dikeluarkan pemerintah dalam penyelamatan ekonomi, bukan merupakan kerugian negara,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (1/4/2020)
Sebelumnya, paket stimulus pemerintah dalam penangann corona virus ini di kritik oleh Ekonom, Anthony Budiawan. Menurutnya stimulus pemerintah dengen realokasi anggaran dinilai tidak efektif.
Menurut Anthony, pemerintah dapat memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL). Jumlahnya mencapai lebih dari Rp 270 triliun per akhir Februari 2020. Cara ini jauh lebih efektif dari realokasi anggaran. Dengan cara ini anggaran pembangunan tetap bisa jalan, sekaligus menjaga pendapatan perusahaan dan pekerja di sektor tersebut.
“Bayangkan kekuatan yang dimiliki Rp 250 triliun untuk memerangi Covid-19. Dan pemerintah juga tidak perlu menambah utang karena dananya sudah ada,” jelasnya
Defisit APBN, Penyebabnya
Kita sudah tau bersama bahwa defisit berarti pengeluaran lebih tinggi dari pendapatan. Di Indonesia, ada aturan bahwa angka defisit dibatasi maksimal 3% dari PDB.
Dalam penjelasan pasal 12 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebut defisit anggaran dibatasi maksimal 3% dari PDB (Produk Domestik Bruto).
Dikutip dari laporan Kata Data. Ada sejumlah faktor-faktor penyebab defisit. Antara lain, daya beli masyarakat rendah, lemahnya nilai tukar rupiah, investasi besar pemerintah pada pembangunan tapi hasil pembangunan tak sebanding dengan pemasukan, Inflasi yang tinggi juga memicu defisit. Selain itu, keadaan darurat atau krisis ekonomi seperti pandemi corona sekarang juga menyebabkan defisit.
Dampaknya, jika tidak ditangani dengan benar defisit dapat melumpuhkan ekonomi negara. Dalam keadaan defisit berarti pembiayaan negara memenuhi kebutuhan masyarakat berkurang.
Dalam kondisi tersebut pemerintah mau tidak mau tidak mau membutuhkan suntikan modal. Artinya, permintaan terhadap uang meningkat dan berimbas pada tingkat bunga yang naik. Dari sini lalu neraca pembayaran pun naik karena tingkat bunga naik. Nilai tukar rupiah negeri akan turun.
Imbasnya dunia usaha, jika investasi melemah maka tingkat pengangguran akan naik. Pendapatan riil masyarakat berkurang. Harga-harga juga akan cenderung naik. Tingkat konsumsi juga melemah. Akibatnya pertumbuhan ekonomi menjadi sulit.
Penulis: Arief Setiyanto / Editor: Tori Nuariza