IslamToday ID — Di tengah Pandemi Covid-19, pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ternyata tetap berlanjut. DPR dinilai menari-nari diatas penderitaan rakyat.
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO, Charles Simabura menilai DPR tidak punya kepekaan terhadap kondisi bangsa saat ini. Tetap melakukan pembahasan terhadap RUU Omnibus law memperjelas, bahwa DPR lebih mengedepankan agenda politik. Padahal, pro dan kontra terkait RUU tersebut hingga saat ini belum reda.
“Kenapa kita bilang DPR menari, ya sepertinya memang mereka hanya berpegang kepada apa yang menjadi misi dan gol politik apa yang mereka perjuangkan dari sebelum peristiwa Covid-19 terjadi,” , Ahad (5/4).
Menurut Charles, dalam kondisi pandemi, seharusnya seharusnya fungsi legislasi DPR itu dinonaktifkan sementara, sehingga turut fokus dalam penanganan covid-19. Misalnya, mengawasi berjalannya Perppu penanganan covid-19, yang disahkan pekan lalu.
Charles menambahkan, DPR berpotensi langgar tiga asas apabila tetap meloloskan RUU KUHP, RUU Permasyarakatan, dan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Pertama, DPR berpotensi melanggar asas kejelasan tujuan. Sebab, dalam kondisi normal saja pembahasannya luar biasa pro dan kontra, terlebih dalam kondisi pandemi saat ini.
Kedua, DPR berpotensi melanggar asas kedayagunaan. Menurut Charles, seharusnya yang menjadi fokus DPR dan pemerintah saat ini adalah soal penanganan Covid-19.Langkah untuk menjawab kebutuhan hukum hari ini seharusnya fungsi pengawasan, bukan memuluskan berbagai RUU.
“Produk hukum seperti omnibus law, KUHP, dan Permasyarakatan adalah produk hukum normal yang dibutuhkan pada saat kehidupan normal kembali,” imbuhnya
Ketiga, DPR berpotensi melanggar asas keterbukaan. Keterbukaan yang dilakukan DPR dinilai masih sebagai formalitas. Tidak pihak yang diundang adalah pihak-pihak yang telah ‘disaring’.
DPR jarang melibatkan suara-suara yang kontra. Terbukti, Mahkamah Konstitusi kerap membatalkan sejumlah UU karena bertentangan dengan konstitusi.
Sebelumnya, rapat paripurna DPR menyepakati pembahasan draf RUU Cipta Kerja diserahkan kepada Badan Legislasi (Baleg). Keputusan ini menindaklanjuti surat Surat Presiden Jokowi 7 Februari 2020 lalu.
“Surat Presiden tanggal 7 Februari berkenaan RUU tentang Cipta Kerja yang telah dibawa dalam rapat konsultasi pengganti Badan Musyawarah dan telah disepakati untuk diserahkan kepada Badan Legislasi,” tutur Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam rapat paripurna di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/4/2020).
Selain itu, pembahasan RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan yang sempat ditunda DPR periode sebelumnya, juga disepakati untuk dilanjutkan pembahasannya. Azis mengatakan, Komisi III DPR telah melaporkan kedua RUU akan diselesaikan dan disahkan pekan depan.
“Persetujuan terhadap tindak lanjut pembahasan RUU Pemasyarakatan dan RKUHP, kami telah menerima dan berkoordinasi dengan pimpinan Komisi III dan kami menunggu tindak lanjut dari pimpinan Komisi III yang meminta waktu satu pekan dalam rangka pengesahan untuk dibawa ke Keputusan Tingkat II,” imbuhnya
Penulis: Arief Setiyanto
Sumber: Republika.co.id, Kompas.com