IslamToday ID – Sebulan lebih berlalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana(BNPB) baru mengakui bahwa data kasus positif covid-19 yang selalu dirilis pemerintah tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Pengakuan ini disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo dalam kanal YouTube Energy Academy Indonesia, Minggu 5 April 2020.
Agus membenarkan data antara pemerintah pusat dan daerah terkait COVID-19 tidak sinkron. Tapi ia mengaku tidak tahu pangkal masalahnya.
Menurutnya, ketidaksesuaian data dikarenakan asupan data dari Kementerian Kesehatan juga terbatas. Mekipun demikian data yang disodorkan Kemenkes itu tetap dipakai Gugus Tugas Penanganan Covid-19.
“Kami dapat feeding data dari Kemenkes terbatas jadi kami belum bisa menghasilkan data yang sangat lengkap atau terbuka,” ujarnya seperti dilansir Tempo.co Ahad (5/4/2020)
Ia menuturkan, BNPB telah bekerja di belakang layar dan mencatat semua laporan terkait kasus cobid-19. Namun ia tidak bisa mempublikasikannya karena bukan juru bicara pemerintah.
“Kami punya data dua-duanya. BNPB kumpulkan data dari daerah dan Kemenkes, kami sandingkan. Tapi karena jubirnya Pak Yuri, jadi apa yang disampaikan Pak Yuri itu yang kami publikasikan,” katanya
Perbaiki Data
Agus mengatakan, untuk menghasilkan data yang lebih sesuai dengan kenyataan di lapangan, BNPB menyiapkan aplikasi Lawan COVID-19. Aplikasi ini nantinya digunakan untuk menampung data terkait kasus positif.
Pihaknya mengerahkan banyak sumberdaya, baik dari BNPB, BPBD, termasuk militer dan polisi. Semua dikerahkan untuk entrydata di seluruh Indonesia dan terkoneksi dengan aplikasi tersebut.
Penggagas Kawal COVID-19, Ainun Najib,berpendapat kasus positif COVID-19 di Indonesia jauh lebih besar daripada yang dilaporkan pemerintah. Ia khawatir data yang ditutupi akan membuat masyarakat menjadi lengah. “Jangan-jangan masyarakat menyangka (wabah Corona) sudah landai,” pungkasnya
Oleh karena itu ia mendesak pemerintah lebih transparan. Menurutnya, dengan transparansi data akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Peringatan
Sebelumnya, persoalan transparansi data kasus covid-19 ini juga telah disorot oleh Amnesty Internasional Indonesia. Kurangnya transparansi merupakan bentuk kelalaian pemerintah . Tidak adanya transprapansi juga berpotensi melanggar hak kesehatan masyrakat, dengan kata lain membahayakan masyarakat.
“Seandainya masyarakat memiliki informasi yang utuh maka mereka juga bisa ikut mengambil langkah-langkah pencegahan yang maksimal,” Usman Hamid Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Jumat (13/3/2020) lalu.
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng Mohammad Faqih, juga sudah menyampaikan pendapatnya, sehingga pemerintah lebih transparan. Menurutnya bahwa membuka rahasia kedokteran dalam kondisi saat ini tidak bertentangan dengan hukum maupun perundang-undangan. Dengan dibukanya rahasia kedokteran, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 lebih efektif dalam melakukan contact tracing.
”Kami sudah pertimbangkan demi kepentingan masyarakat yang mengancam kesehatan. Dan statusnya sudah pandemic (global), maka boleh dibuka,” kata Faqih (16/3/2020)
Penulis: Arief Setiyanto