JAKARTA (IslamToday ID) – Inilah hari pertama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta. Patroli gabungan digelar Polri dan TNI selama masa PSBB di Jakarta.
Sejumlah ruas jalanan di Jakarta tampak lengang pada hari pertama penerapan PSBB, Jumat (10/4) pagi. Sejumlah pengguna jalan lebih banyak didominasi sepeda motor. Mobil dan angkutan umum hanya sesekali terlihat. Sementara itu, warung tegal dan kios kecil di pinggir jalan kawasan tetap buka.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi meneken Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020 mengenai PSBB yang bertujuan untuk mencegah penularan virus corona lebih besar lagi.
Pergub tersebut terdiri dari 28 Pasal yang mengatur sejumlah pembatasan aktivitas di antaranya adalah untuk sektor bisnis tertentu hingga kegiatan warga. Anies menyebut Pergub ini memiliki pasal yang mengatur semua yang terkait dengan kegiatan di kota Jakarta, baik kegiatan ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, dan pendidikan.
“Prinsipnya adalah, ini bertujuan untuk memotong, memangkas mata rantai penularan Covid 19 di mana Jakarta saat ini episenter dari masalah Covid ini,” ujar Anies pada Kamis malam.
Selain itu, dia mengatakan dalam Pergub tersebut, penggunaan kendaraan pribadi hanya diperbolehkan untuk memenuhi kebutuhan pokok. “Kendaraan pribadi diizinkan digunakan hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok. Secara prinsip adalah dilarang bepergian menggunakan kendaraan kecuali untuk memenuhi kebutuhan pokok,” katanya.
Tak hanya itu, kendaraan roda dua pun dilarang untuk mengangkut penumpang. Dalam hal ini, PSBB melarang ojek online untuk membawa penumpang dan hanya barang saja yang diperkenankan untuk diangkut.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/239/2020, telah ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
Atas dasar itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pelaksanaan PSBBB dalam Penanganan Covid-19 di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Covid -19.
Dalam Salinan Peraturan Gubernur DKI Jakarta tersebut, Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai panduan pelaksanaan PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid -19 di Provinsi DKI Jakarta.
Pembatasan aktivitas di luar rumah dalam pelaksanaan PSBB meliputi: pelaksanaan pembelajaran di Sekolah dan/atau institusi pendidikan lainnya, aktivitas bekerja di tempat kerja, kegiatan keagamaan di rumah ibadah, kegiatan di tempat atau fasilitas umum, kegiatan sosial dan budaya; dan pergerakan orang dan barang menggunakan moda transportasi.
Dalam melayani pemenuhan kebutuhan penduduk selama pemberlakuan PSBB, pelaku usaha wajib mengikuti ketentuan pembatasan kegiatan sebagai berikut: mengutamakan pemesanan barang secara daring dan/atau jarak jauh dengan fasilitas layanan antar, turut menjaga stabilitas ekonomi dan kemampuan daya beli konsumen barang dengan tidak menaikkan harga barang;
Pembatasan Kegiatan Sosial dan Budaya, selama pemberlakuan PSBB, dilakukan penghentian sementara atas kegiatan sosial dan budaya yang menimbulkan kerumunan orang. Termasuk pula kegiatan yang berkaitan perkumpulan atau pertemuan politik, olahraga, hiburan, akademik dan budaya.
Terkait pemenuhan kebutuhan dasar penduduk selama PSBB, Pemprov DKI Jakarta dapat memberikan bantuan sosial kepada penduduk rentan yang terdampak dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.
Dampak PSBB
Menurut ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara, PSBB berdampak terhadap semua sektor bisnis di Jakarta.
Terutama bagi sektor-sektor yang bukan bergerak dalam penyediaan kebutuhan dasar publik sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 9 tahun 2020 tentang pedoman PSBB. “Memang menurut saya ini impact-nya cukup besar. Pertama dampaknya hampir merata ke semua sektor,” kata Bhima.
Selain itu, dampak langsung PSBB akan sangat terasa bagi masyakarat yang bekerja di sektor informal, khususnya driver ojek online (ojol). Pasalnya, di halaman 23 poin (i) Permenkes tersebut, pemerintah melarang driver ojol mengangkut penumpang.
“PSBB ini akan sangat berdampak pada penurunan pendapat yang cukup ekstrem terhadap driver ojol yang jumlahnya tidak sedikit karena dari perkiraan 2 juta driver ojol, itu terkonsentrasi di Jakarta dan sekitarnya,” ungkap Bhima.
Ia mengatakan, seharusnya pemerintah mencairkan stimulus terlebih dahulu kepada pihak yang terdampak sebelum menerapkan PSBB. “Kemudian dengan diliburkannya kantor maka efeknya pada masyarakat kelas menengah bawah yang upahnya harian, kemudian pedagang asongan. Jadi rantai pasok ekonomi di Jakarta ini sangat terdampak. Makanya harusnya sebelum diajukan PSBB itu bantuannya sudah cair ke orang miskin, maupun juga ke pekerja-pekerja informal,” papar Bhima.
Tak hanya berdampak ke roda ekonomi di Jakarta, status PSBB di Ibu Kota ini akan berdampak ke perekonomian secara nasional. “Jelas ya, jadi 70% perputaran uang itu di Jakarta. Kemudian juga Jakarta menyumbang cukup signifikan terhadap pendapatan nasional, khususnya penerimaan pajak. Jadi akan ada efeknya terhadap makro ekonomi, maupun terhadap APBN,” imbuhnya.
Menurut Bhima, jika penerapan PSBB ini tak diiringi penyaluran jaminan sosial terhadap masyarakat akan menyebabkan krisis ekonomi yang lebih parah di semester II-2020. Tak hanya itu, Bhima juga memprediksi badai PHK skala besar akan melanda Indonesia.
“Bukan tidak mungkin akan muncul gelombang PHK di mana-mana karena pemberlakuan PSBB tanpa adanya jaminan sosial dan insentif yang tepat sasaran, dan cepat kepada usaha, khususnya UMKM,” tuturnya.
Lebih lanjut, penerapan PSBB di Jakarta juga akan berdampak pada dunia usaha. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Widjaja Kamdani menuturkan, sektor usaha lain di luar sektor penyedia kebutuhan dasar yang ditetapkan dalam Permenkes nomor 9 tahun 2020 terancam mati. Pasalnya, PSBB tersebut akan menurunkan kinerja perusahaan, dan juga permintaan yang cukup signifikan.
“Jadi, kami proyeksikan sektor-sektor usaha di luar sektor yang dikecualikan dalam Permen PSBB akan mengalami penurunan kinerja yang lebih dalam hingga mendekati dormant atau mati,” kata Shinta.
Sementara, bagi sektor yang masih diperbolehkan untuk beroperasi diproyeksi juga akan mengalami penurunan permintaan dari pasar. “Dengan adanya PSBB, aktivitas-aktivitas perkantoran/perusahaan yang saat ini masih bisa bekerja karena permintaan pasar akan semakin turun karena yang menekan bukanlah pasarnya tetapi regulasi yang membatasi pergerakan orang dan barang sepanjang PSBB diberlakukan,” tutup Shinta. (des)