IslamToday ID — Istilah lockdown ternyata bukan hal yang baru dalam sejarah peradaban Islam. Sejumlah kisah lockdown oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan diabadikan dalam Al-Qur’an. Beberapa kisah tersebut selain karena faktor kesehatan juga dikarenakan faktor dakwah hingga penjagaan akidah.
Saat ini kita akrab dengan istilah lockdown dan social distancing setelah musibah pandemi corona melanda dunia. Kisah lockdown yang diabadikan dalam Al-Qur’an jika kita simak akan memberikan pelajaran berharga untuk meningkatkan kadar keimanan kita. Seperti kisah Nabi Yunus, Nabi Ayyub, serta kisah para pemuda Ashabul Kahfi.
Kisah Lockdown dan Social Distancing
Nabi Ayyub
Nabi Ayyub adalah seseorang yang dikaruniai oleh Allah segala kebaikan. Beliau merupakan sosok yang kaya raya, dermawan serta bertakwa. Hingga suatu ketika Allah menimpakan musibah secara bertubi-tubi. Harta kekayaannya yang berupa kebun, tanah, binatang ternak dan rumah perlahan-lahan hilang hingga dia jatuh miskin. Keimanan dan ketakwaan Nabi Ayyub juga diuji dengan datangnya musibah sakit yang luar biasa menguji kesabaran serta keimanannya.
“Dan ingatlah kisah Ayyub ketika dia menyeru Tuhannya, “sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau adalah Tuhan yang Maha penyayang di antara semua penyayang.” (Al Anbiya’: 83).
Menurut Ibnu jarir dan Ibnu Abu Hatim, dari kisah yang dituturkan oleh Anas bin Malik mengatakan bahwa nabi Muhammad bersabda, “Nabi Ayyub mendapat ujian selama delapan belas tahun. Semua orang, baik yang dekat maupun yang jauh, menjauhinya, kecuali dua orang saudaranya yang sangat istimewa baginya. Mereka selalu datang untuk membesuk. Salah satunya berkata kepada yang lain, ’Allah mengetahui bahwa Ayyub telah melakukan dosa yang tidak pernah dilakukan oleh siapapun di dunia’. ’Apa itu?’, tanya temannya. Ia menjawab, ’Sudah delapan belas tahun Allah tidak memberikan rahmat kepadanya’.
Ketika keduanya datang ke tempat Nabi Ayyub di waktu petang, orang itu tidak sabar untuk mengutarakan pertanyaannya tentang dosa yang dilakukan Nabi Ayyub. Nabi Ayyub berkata, “Aku tidak mengerti apa yang kalian katakan. Hanya saja, Allah mengetahui, aku bertemu dua orang yang berdebat dengan menyebut nama Allah. Maka, aku kembali ke rumahku dan membayarkan kafarah untuk sumpah mereka karena aku tidak ingin mereka menyebut nama Allah selain untuk kebenaran”.
Meskipun belum ditemukan keterangan yang jelas tentang nama penyakit yang diderita oleh Nabi Ayyub. Begitu pula dengan riwayat yang menjelaskan tentang Nabi Ayyub mengisolasi diri hingga menjauhi orang-orang. Karena banyak ulama berpendapat tidak mungkin seorang nabi diuji oleh Allah dengan penyakit yang membuat orang lain menjauh darinya.
Namun yang pasti kisah Nabi Ayyub terdapat dalam Al-Qur’an sebagaimana tercantum dalam Surat Al-Anbiya ayat 83 yang did dalamnya terdapat kata “adh-dhurru” yang secara leksikal bermakna “kesusahan”. Ada yang menyatakan penyakit (Qatadah), musibah (as-Sady), terputusnya wahyu hingga takut jangan-jangan Allah telah berpaling darinya (Ja’far ash-Shadiq) atau terlalu lemah hingga tidak mampu untuk berdiri dalam beribadah (al-Hasan).
Keberadaan kisah Nabi Ayyub dalam Al-Qur’an jelas memiliki maksud dan tujuan mulia. Allah ingin menunjukan salah satu hamba-Nya yang saleh, begitu sabar dalam menerima ujian yang begitu lama. Bahkan lamanya ujian tidak membuat Nabi Ayyub berhenti beribadah serta berdoa. Dalam doanya yang terus diulang-ulang itu, nabi Ayyub masih meyakini bahwa Allah adalah Sang Maha Pengasih.
Allah ingin agar manusia menjadi hamba yang tidak menyerah dalam berdoa kepada-Nya, sebagaimana yang dilakukan oleh nabi Ayyub. Karena doa adalah inti dari ibadah, dan bagi seorang yang beriman, berdoa adalah bentuk penghambaan tertinggi seorang makhluk di hadapan Rabbnya.
Nabi Yunus
Berbeda dengan Nabi Ayyub yang diuji dengan penyakit. Nabi Yunus diuji dengan kaumnya yang sulit untuk diajak kepada kebenaran. Hingga dia pun menjauh atau melakukan distancing dari kaumnya. Dia pergi keluar dari negeri di mana kaumnya berada dengan menaiki sebuah bahtera. Sampai akhirnya bahtera kapal yang dinaikinya hampir tenggelam. Banyak kisah yang meriwayatkan Nabi Yunus ditenggelamkan ke laut karena kapal harus mengurangi muatannya. Hingga Allah mendatangkan ikan paus untuk menelan Nabi Yunus tanpa harus melukainya sedikitpun.
Di dalam perut ikan pauslah nabi Yunus menyadari kesalahannya. Dia meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah, padahal Allah belum menyuruhnya untuk meninggalkan kaumnya. Kisah nabi Yunus ini salah satunya di firmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat al-Anbiya: 87.
“Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, “Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.”
Menurut Sekretaris Komisi Dakwah MUI Pusat, Ustadz Fahmi Salim Zubair, kisah yang dialami oleh Nabi Yunus peristiwa lockdown paling mengerikan. Nabi Yunus seorang diri dan sangat kesepian tanpa kawan. Yang lebih mencekam nabi Yunus berada di tempat yang sangat gelap tidak ada cahaya, belum lagi kandungan lemak ikan paus yang menyebabkan dia merasa kepanasan.
Lockdown yang dialami oleh nabi Yunus sangat menakutkan karena ada dalam tiga lapis kegelapan. Gelapnya malam, di dalam perut ikan, dan di dasar laut. Satu-satunya hal yang bisa dilakukan Nabi Yunus kala itu hanyalah berpasrah kepada Allah, berdzikir dengan penuh keyakinan. Pertama melafalkan tauhid, “laa Ilaha Illa anta”. Kedua, malafalkan tasbih, “subhanaka”, dan terakhir melakukan pengakuan dosa dan taubatan nasuha, “Inni kuntu minazzalimin”.
Ashabul Kahfi
Kisah lockdown berikutnya ialah dialami oleh para pemuda pilihan Allah. Yaitu kisah pemuda Ashabul Kahfi yang diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an dengan surat Al-Kahfi. Menurut Tafsir Ibnu Katsir para pemuda itu di lockdown oleh Allah selama 300 tahun lebih 9 tahun. Yaitu 300 tahun lamanya jika dihitung dengan kalender masehi dan 309 tahun jika dihitung dengan kalender qomariyah.
Kisah ini bermula ketika para pemuda Ashabul Kahfi itu berdoa kepada Allah agar diberikan perlindugan dan jalan yang lurus. Saat itu para pemuda lari ke goa dengan tujuan melindungi akidah mereka yang sedang terancam karena dipaksa menyembah berhala. Para pemuda berdoa “Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami,” Al-Qur’an:18;10.
Menurut Tafsir Ibnu Katsir, para pemuda itu adalah putera dari keluarga bangsawan di kawasan Romawi Timur. Mereka awalnya tidak saling mengenal, namun kesamaan dalam hal perjuagan menjaga tauhidlah yang membuat Allah mempersatukan mereka. Ashabul Kahfi ialah para pemuda yang diburu oleh seorang raja yang musyrik dan dzalim.
Salah satu hikmah yang bisa kita petik dari kisah para pemuda Ashabul Kahfi ialah Allah Maha Berkuasa atas segala hal. Kisah itu menjadi mu’jizat yang menunjukan kebesaran dan kekuasaan Allah di dalam menjaga pemuda itu selama ratusan tahun lamanya. Misalnya Allah menutup telinga mereka, hingga mereka tidak terbangun sebagaimana ada dalam Al-Qur’an:18;11.
Para pemuda Ashabul Kahfi mengajarkan kepada para generasi muda untuk bisa menjaga waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat. Selain itu bergaullah dengan teman-teman yang saleh yang bisa saling menjaga dan menguatkan keimanan kepada Allah. Dan sebagai generasi muda salah satu kualitas yang semestinya dimiliki oleh para pemuda Islam adalah iman yang teguh dan kuat.
Penulis: Kukuh Subekti