“Saya khawatir, krisis kesehatan akibat Corona ini akan dijadikan dalih oleh Pemerintah untuk mengeruk utang sebesar-besarnya untuk menutupi compang-campingnya keuangan negara, jadi bukan untuk mengatasi krisis yg sedang dihadapi rakyat itu sendiri. Ini baru satu kekhawatiran,”
-Fadli Zon-
IslamToday ID –Pemerintah Indonesia baru-baru ini menerbitkan surat hutang untuk menambal defisit anggaran. Jatuh tempo pelunasannya tidak main-main, 50 tahun alias setengah abad.
Penerbitan global bond Indonesia itu nilainya mencapai 4,3 miliar dolar AS atau setara Rp112 triliun (kurs Rp16 ribu per dolar AS). Penerbitan global bond ini dipecah menjadi tiga: Pertama Seri RI1030 nilainya 1,65 miliar dolar AS dengan tenor 10,5 tahun dengan imbal hasil 3,9 persen. Kedua, RI1050 nilainya 1,65 miliar dolar AS dengan tenor 30,5 tahun dengan imbal 4,25 persen, dan terakhir, RI0470 yang nilainya 1 miliar dolar AS dengan tenor 50 tahun dengan bagi hasil 4,5 persen.
“Ini adalah penerbitan terbesar dalam US bond dalam sejarah RI. Dan Indonesia jadi negara yang pertama menerbitkan sovereign bond sejak pandemic covid-19 terjadi,” kata Menkeu Sri Mulyani, Selasa (7/4/2020)
Pemerintah beralasan, langkah ini dilakukan pemerintah untuk menekan beban angsuran serta mempertimbangkan jatuh tempo surat utang negara lain yang jatuh temponya pendek.
Pemerintah bangga dengan penerbitan surat hutang yang jatuh temponya lebih setengah abad. Bahkan tenggat waktu selama itu belum perbah dilakukan sepanjang berdirinya pemerintah Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menambahkan keberhasilan pemerintah dalam menerbitkan global bond mengartikan masih adanya kepercayaan pasar terhadap Indonesia di tengah perlambatan ekonomi global karena penyebaran virus corona.
“Keberhasilan global bond adalah bentuk kepercayaan di tengah ketidakpastian (ekonomi di dunia), tapi Indonesia masih dipercaya,” ungkap Perry.
Kok Bangga?
“Saya sungguh tak habis pikir mendengar pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menarasikan peluncuran global bond, atau surat utang global dengan nada penuh kebanggaan.” Kata Fadli Zon, Ahad (12/4).
Menurut Anggota DPR RI ini, kenyataan bahwa Indonesia menjadi negara pertama yg menerbitkan sovereign bond di tengah pandemi Covid-19, sama sekali tidak menunjukkan kehebatan. Sebaliknya, hal itu justru menunjukkan betapa ringkihnya perekonomian Indonesia.
Fadli mengungkapkan bahkan sebelum menghadapi pandemi, pemerintah membutuhkan utang baru setidaknya Rp351,9 triliun untuk menutup defisit APBN. Pada saat bersamaan, Pemerintah juga harus melunasi utang jatuh tempo sebesar Rp389,98 triliun.
“Begitu rapuhnya ekonomi kita, sehingga meskipun krisis baru saja dimulai, kita sudah membutuhkan suntikan utang dalam jumlah besar. Sekali lagi, tak sepatutnya hal semacam itu diceritakan sbg sebuah kebanggaan, apalagi prestasi,” ujarnya
Fadli kembali menegaskan, peningkatan jumlah utang sama sekali bukanlah prestasi. Ia juga meminta pemerintah berhenti membohongi rakyat, seolah-olah rasio utang Indonesia masih aman. Pemerintah selalu berdalih rasio utang terhadap PDB tetap aman, karena masih di bawah 60 persen,” imbuhnya
Ia menilai selama lima tahun lalu, pemerintah tak hati-hati dalam mengelola keuangan negara. Akibatnya saat ini negara terjerumus pada jurang defisit.
“Saya khawatir, krisis kesehatan akibat Corona ini akan dijadikan dalih oleh Pemerintah untuk mengeruk utang sebesar-besarnya untuk menutupi compang-campingnya keuangan negara, jadi bukan untuk mengatasi krisis yg sedang dihadapi rakyat itu sendiri. Ini baru satu kekhawatiran,” pungkasnya
Terjebak
Keputusan penerbitan surat hutang itu tampaknya karena pemerintah terjebak oleh kebijakan yang dikeluarkan sendiri. Presiden terlanjur mengumumkan kebutuhan tambahan belanja sebanyak Rp405 triliun sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 50 tahun 2020.
Keputusan itu, mengakibatkan menambahmaka belanja tahun ini menjadi Rp 2.613,8 triliun dari sebelumnya Rp 2.540,4 triliun. Akibatnya defisit anggaran juga diperlebar menjadi 5,07% terhadap PDB atau Rp 853 triliun. Padahal sebelumnya hanya 1,76% dari PDB atau Rp 307,2 triliun.
“Maka dipilih global bond dan target global investor. Bisa dapat uang lebih banyak sekali penerbitan. Liquid sekali Rp70 triliun ini,” Ramdhan Ario Maruto Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia, seperti dilansir tirto.id
Piter Abdullah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) ada resiko yang mengntai dibalik penerbitan surat hutang tersebut. Ia mengungkapkan, saat ini dominasi kepemilikan asing pada surat utang pemerintah Indonesia sudah berada dilevel 35 hingga 40 persen.
Besarnya kepemilikan ini bisa membuat perekonomian rentan dari bahaya pelarian modal tiba-tiba atau sudden capital outflow. Dalam kurun waktu Januari-Maret 2020 risiko itu sudah terasa, yakni pada nilai tukar dengan pelemahan rupiah sebanyak 17,4 persen.
“Pelemahan nilai tukar Rupiah merupakan salah satu pelemahan terdalam di dunia,” ucap Piter dalam keterangan tertulis, Kamis (9/4/2020).
Kedua, ada ancaman crowding out effect. Maksudnya, kebutuhan anggaran ini bakal membuat pemerintah dan swasta berebut dana segar dalam bentuk obligasi. Dampaknya sumber pembiayaan akan semakin sulit. Imbasnya suku bunga utang yang harus dibayar menjadi tinggi.
Penulis: Arief Setiyanto