IslamToday ID — Pandemi COVID 19 di Indonesia telah menunjukan betapa kurangnya penghargaan perlindungaN terhadap tenaga medis. Mereka harus bertahan berhari-hari di dalam pengapnya baju hazmat dan alat pelindung diri (APD). Ada pula yang bertameng jas hujan karena APD yang dijanjikan pemerintah tak kunjung datang. Padahal nyawa menjadi taruhannya.
Peluh dan lelah mereka dalam menyelamatkan nyawa tidak dihargai. Tidak jarang dari mereka dikucilkan, diusir dari rumah kosnya karena dianggap membawa virus yang mematikan. Bahkan jasad mereka ditolak saat hendak dikebumikan. Padahal jasad mereka telah dirindukan Tuhannya.
Nasib Malang Tenaga Medis
Perjuangan petugas medis menghadapi wabah corona di beberapa tempat justru dihadiahi dengan tindakan-tindakan kurang manusiawi. Ada yang kehilangan tempat tinggal karena harus terusir dari kosan, hingga yang paling menyedihkan adalah penolakan penguburan jenazah para petugas medis yang gugur dalam penugasan. Padahal mekanisme penguburan jenazah corona pun sudah diatur sedemikian rupa supaya tidak menular kepada yang lain.
Pengusiran tiga perawat RS Elim Rantepao, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan pada (9/4) dari kosan semakin menambah kisah pilu yang dialami oleh para petugas kesehatan di Indonesia. Minimnya edukasi dari pihak berwenang membuat masyarakat resah dan sering bertindak gegabah termasuk mengusir mereka dari kos-kosan. Sterilisasi kosan dan lingkungan kosan kerap dijadikan alasan yang membuat petugas medis terkucilkan dari masyarakat.
Kisah lain yang tak kalah memprihatinkan adalah penolakan jenazah petugas medis yang terjadi di Sewakul, Bandarjo, Kabupaten Semarang. Nuria Kurniasih merupakan seorang perawat di RS Kariadi, Semarang meninggal pada (9/4). Penolakan jenazah Nuria ini menyebabkan tiga oknum provokator penolakan ditangkap oleh jajaran Polda Jawa Tengah.
Hal ini tentu ada yang tidak sinkron antara himbauan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo kepada masyarakat Jawa Tengah. Pada (1/4) Ganjar melalui akun instagram miliknya telah meminta agar masyarakat menjaga perasaan keluarga korban. Hal ini dilatarbelakangi oleh kejadian penolakan penguburan jenazah pasien corona di beberapa daerah di Indonesia salah satunya pernah terjadi di Banyumas, Jawa Tengah
“Jangan ditolak. Kasihan mereka butuh dukungan, bukan musuh kita kok. Ingat banyak yang sudah sembuh. Saya mohon ikutilah ketentuan yang ada dari pemerintah. Jagalah perasaan mereka,” kata Ganjar (1/4/2020).
Mengundang Simpati
Jenazah Nuria pun akhirnya dimakamkan di TPU Bergota Semarang, hal itu dilakukan setelah pihak rumah sakit meminta bantuan kepada Pemerintah Kota Semarang. Aksi penolakan pemakaman jenazah yang dilakukan oleh warga Kelurahan Bandarjo, Semarang ini mengundang simpati banyak kalangan. Ada yang memberikan karangan bunga hingga pemberian beasiswa bagi anak mendiang Nuria Kurniasih, seorang perawat, pejuang kemanusiaan yang gugur di tengah wabah corona.
Kasus penolakan pemakaman terhadap jenazah Nuria Kurniasih mengundang protes keras enam organisasi profesi kesehatan di Indonesia. Organisasi profesi terdiri dari PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), PB Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), PB Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI).
“Kami mengecam keras atas respons penolakan dari oknum masyarakat di lokasi pemakaman, tindakan tersebut sangat tidak pantas dilakukan kepada seorang tenaga kesehatan yang telah berjibaku mempertaruhkan nyawa dengan segala risiko demi kemanusiaan,” dalam surat pernyataan mereka tertanggal 11 April 2020.
Selain terus menerus memberikan edukasi pemerintah daerah juga bisa menyediakan pemakaman khusus bagi pasien corona. Hingga kini setidaknya ada 8 daerah di Indonesia telah menyediakan pemakaman khusus untuk pasien corona, seperti Pemerintah DIY yang telah menyediakan makam khusus di Desa Madurejo, Prambanan, Kabupaten Sleman serta Pemprov DKI Jakarta. Daerah lainnya seperti di Aceh, Medan, Bandung, Banyumas, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Namun ironisnya di negara hukum yang menjunjung tinggi kemanusiaan sebagaimana yang digaungkan dalam Pancasila, ternyata pemerintahnya justru abai terhadap petugas kesehatan. Terbukti sejak diumumkan resmi mewabahnya corona pada 2 Maret 2020, hingga 12 April 2020 sudah ada 44 tenaga medis dan tenaga kesehatan meninggal dunia akibat terinveksi virus corona. Mereka terdiri dari 32 dokter dan 12 perawat.
Menurut Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi (FSP FARKES/R) salah satu faktor penyebab banyaknya tenaga medis yang terpapar corona ini adalah minimnya ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD).
Sebelumnya pada akhir Maret lalu minimnya APD juga telah diungkapkan oleh Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) pada (27/3). IDI bahkan mendesak agar pemerintah segera menyediakan APD yang diperlukan.
Di Banda Aceh misalnya, tenaga medis terpaksa menggunakan jas hujan plastik sebagai ADP selama mereka menjalankan tugas. Pemerintah sudah sepantasnya memenuhi hak para petugas medis yang sudah diatur dalam Pasal 57 Undang-undang (UU) No. 36/2014. Dimana salah satu hak petugas kesehatan adalah memperoleh perlindungan hukum selama menjalankan tugas sesuai dengan SOP.
APD dan Anggaran Kesehatan
Pada akhir Maret lalu, Presiden Jokowi memberikan dana tambahan untuk menangani corona. Menurut presiden uang sebesar Rp 75 triliun tersebut dapat digunakan untuk keperluan pembelian APD, tes kit, reagen atau reaktan sebagai pendeteksi virus corona, hand sanitizer, ventilator serta alat-alat kesehatan yang sesuai standar Kementerian Kesehatan. Selain untuk penggunaan belanja alat kesehatan, uang tersebut juga untuk pemberian santunan bagi petugas medis yang meninggal selama bertugas.
Meskipun para petugas medis telah mengembor-gemborkan kelangkaan APD sejak pertengahan Maret namun pemerintah baru bisa menanggapinya pada akhir bulan Maret. Namun Presiden Jokowi baru saja menekennya pada selasa 3 April dalam perubahan APBN RI 2020. Jadi tidak heran kalau hingga pertengahan April ketersediaan APD masih menjadi hal krusial yang dikeluhkan para petugas medis di lapangan.
Sejumlah organisasi profesi kesehatan seperti FSP FARKES/R dan Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) mendesak pemerintah agar meningkatkan sarana dan prasarana penanganan Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 demi mencegah jatuhnya korban jiwa dari khususnya yang berasal dari petugas kesehatan.
Bahkan pemerintah sudah pernah menjanjikan akan menyediakan 4,7 juta masker, yang akan tersedia pada 31 Maret 2020 lalu. Namun rupanya janji itu belum saja dituntaskan, karena perubahan anggaran pun baru diteken presiden pada 3 April 2020 melalui Perpres No.54/2020. Padahal, lahirnya perpres tersebut juga menimbulkan kegaduhan tersendiri dengan DPR.
Selain menjanjikan ketersediaan 4,7 juta masker kepada petugas medis. Tidak hanya itu Presiden Jokowi bahkan menjanjikan akan membagikan masker kepada rakyat. Pernyataan itu dikatakan presiden pada Senin (6/4), setelah sehari sebelumnya melalui Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Wabah Corona Achmad Yurianto pada Ahad (5/4).
“Saya juga minta penyiapan masker ini sekarang ini betul-betul disiapkan dan diberikan kepada masyarakat. Karena kami ingin setiap warga yang harus keluar rumah itu wajib memakai masker,” ujar Presiden Jokowi (6/4/2020).
Penulis Kukuh Subekti / Editor: Tori Nuariza