“…bukan tidak mungkin kepolisian digunakan sebagai alat politik, sebagaimana dikhawatirkan oleh bangsa AS dan dialami sejumlah negara,”
-yayasan obor-
–
IslamToday ID –Reformasi 98 sepertinya tidak bisa sepenuhnya membendung praktek dwi fungsi ABRI. Faktanya, praktek itu tidak berhenti dan kini peran itu dominan dilakukan Polisi.
Pada 20 April 2020 kemarin terbit Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor. SK-123/MBU/04/2020. Isinya merombak jajaran dewan komisaris PT Pelabuhan Indonesia I (Pelindo I).
Keputusan tersebut memberhentikan pakar hukum tata negara Rafly Harun sebagai komisaris utama. Selain itu juga memberhentikan Heryadi, Bambang Setyo Wahyudi dan Lukita Dinarsyah Tuwo dari jabatan komisaris.
Posisi Komisaris utama kemudian digantikan Achmad Djamaludin . Adapun komisaris lainnya Arman Depari, Herbert Timbo Parluhutan Siahaan, Ahmad Perwira Mulia Tarigan, Irma Suryani Chaniago dan Winata Supriatna.
Dari deretan komisaris baru Pelindo I itu, dua nama menjadi perhatian publik. Yakni Laksamana Madya TNI Ir Achmad Djamaluddin dan Irjen Polisi Arman Depari.
Keduanya masih aktif di institusi masing-masing. Bahkan masih memiliki jabatan. Achmad tercatat menjabat Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (DKN) sejak 2019, sementara Arman Depari masih menjabat Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN)
Polisi Pejabat
Rangkap jabatan ini bukan pertama kali. Polisi seolah ada dalam tiap titik strategis negeri ini. Beberapa tahun terakhir Polisi tidak hanya mengisi posisi strategis di BIN, BNPT dan BNN.
Fakta juga menunjukan, jejak polisi dalam sejumlah jabatan publik. Seperti di Bulog, kedutaan besar dan kementerian.
Dilansir kompas.com (18/09/2019) di Kementerian Hukum dan HAM, ada Irjen Ronny Sompie yang menjabat Dirjen Imigrasi. Kemudian Komjen Setyo Wasisto yang menjadi Irjen Kementerian Perindustrian.
Ada pula Irjen Pudji Hartanto sebagai Dirjen Perhubungan Darat Kementerian perhubungan. Di Kementerian Tenaga Kerja, ada Irjen Sugeng Priyanto yang menjabat Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Kemudian di Kementerian Perdagangan, ada Irjen Syahrul Mamma yang menjabat Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga.
Di urusan diplomasi, ada Irjen Iza Fadri yang menjadi Dubes RI untuk Myanmar. Ada juga Irjen Amhar Azeth, Dubes RI untuk Moldova.
Komjen Budi Waseso juga menjabatDirektur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog). Mantan Kapolri Tito Karnavian menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri.
Tidak hanya itu, ‘tubuh’ Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga penuh dengan polisi aktif. Sebelumnya, Irjen Firli Bahuri terpilih sebagai Ketua KPK periode 2019-2023.
Kemudian pada 14 April lalu, ia melantik empat pejabat KPK, dua diantaranya berasal dari unsur kepolisian. Dua jabatan struktural baru itu diisi oleh mantan Wakapolda Yogyakarta, Brigjen Karyoto sebagai Deputi Penindakan KPK dan Kombes Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK.
Pejabat KPK dari unsur kepolisian lainnya yang sudah lebih dahulu dilantik adalah Brigjen RZ Panca Simanjutak sebagai Direktur Penyidikan KPK.
Mungkinkah Sejarah Berulang?
Pada Orde Baru, militer banyaknya menempati jabatan diberbagai bidang. Penempatan personel militer di lembaga sipil tak didasarkan pada kompetensi atau kepentingan publik. Tentara digunakan untuk melanmggengkan kekuasaan.
Seperti dilansir dari tirto.id, Dosen Fisipol UGM Budi Winarno dalam Sistem Politik Indonesia era Reformasi (2007) menyatakan, konsep dwifungsi telah membuka peluang penyalahgunaan TNI menjadi alat politik negara.
“Tentara lebih diorientasikan untuk menjaga kelanggengan kekuasaan Soeharto melalui kekerasan terhadap warga negaranya dibandingkan dengan diorientasikan untuk mengamankan wilayah Indonesia dari ancaman kekuatan eksternal,” tulisnya
Jacqueline Baker, Peneliti dari London School of Economics menungkapkan, ada banyak konglomerat Tionghoamengalokasikan anggaran untuk menjalin hubungan baik dengan Polri sejak era reformasi. Timbal-baliknya jaminan keamanan dalam menjalankan bisnis.
Sementara itu, Yayasan Obor dalam Jurnal Polisi Indonesia (2001) menyampaikan Polri digunaskan sebagai alat politik mereka untuk menjalankan sejumlah kebijakan daerah.
“Dalam kapasitasnya sebagai tokoh politik, bukan tidak mungkin kepolisian digunakan sebagai alat politik, sebagaimana dikhawatirkan oleh bangsa AS dan dialami sejumlah negara,”
Penulis: Arief Setiyanto