IslamToday ID – Stimulus pemerintah pusat untuk warga yang terdampak covid-19 ternyata tidak dibarengi aturan teknis yang jelas. Aturan bantuan sosial yang dikeluarkan para menteri tidak sinkron. . Kades sampai Kepala Daerah menjadi bingung dan merasa diadu domba dengan warganya.
Hal ini oleh Kepala Desa Jalancagak, Kabupaten Subang, Indra Zainal Alim. Melalui rekaman video ia dan perangkat desa mengkrtik habis Presiden Jokowi, Menteri Desa PDTT, Abdul Halim Iskandar, hingga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Protes itu ia sampaikan lantaran aturan penerima bansos berubah-ubah. Akibatnya pemerintah desa yang menjadi sasaran kekesalan waga.
“Jangan jadikan musibah atau bencana ini jadi pencitraan untuk bapak-bapak,” ujarnya.
Indra mengungkapkan, setelah turun kebijakan stimulus bagi warga yang terdampak covid-19, ia dan timnya telah melakukan pendataan. Namun, data factual yang berhasil disusun tidak berguna, karena ada perintah dan instruksi untuk menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik pemerintah pusat.
“Kami kepala desa itu merasa kebingungan ketika turun beberapa kebijakan,” ujarnya, Senin (27/4/2020).
Tidak hanya kades. Aturan bansos yang saling bertolak belakang juga membuat kepala daerah naik pitam. Bahkan Sehan Salim Landjar Bupati Bolaang Mangondow Timur, Sulawesi Utara, saking jengkelnya sampai sampai mengeluarkan umpatan yang kurang sopan. Menyebut Menteri ngeyel dan goblok.
Kemarahan sehan bukan tanpa alasan. Pertama, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar menerbitkan peraturan bahwa Dana Desa hanya untuk program padat karya tunai, tidak boleh dipakai membeli sembako.
Tidak berselang lama, Mendagri Tito Karnavian menerbitkan aturan yang meminta bupati memerintahkan kepala desa merevisi Dana Desa untuk dipakai dalam penanggulangan dampak Covid-19.
Kemudian Menteri Sosial Juliari mengeluarkan aturan yang melarang masyarakat penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) mendapatkan bantuan pangan dari pemerintah daerah.
Sederet aturan tersebjut membuat bingung pemerintah daerah. Selain juga berbelit-belit dan menyulitkan warga. Padahal, kebutuhan warga yang terdampak covid-19 tidak bisa menunggu waktu.
“Mau dapat BLT, kapan? Masih harus buka rekening inilah inilah, kriteria ini. Negara sudah mau bangkrut menteri masih pada ngeyel. Goblok, ngeyel tuh menteri. Marah sekali kita ini,” kata Sehan Salim Landjar dalam video viral tersebut.
“Gara-gara aturan dari kementerian yang silih berganti dan mempersulit, bisa saja ada rakyat saya gak makan dan itu bikin malu,”katanya.
Sehan mengungkapkan, stok beras di Boltim banyak, namun jika mengikuti aturan Menteri Sosial tidak bisa diberikan kepada penerima BLT dan dinilai melanggar
“Berasnya ada, saya ada 900 ton ready. Persoalannya sekarang yang dapat BLT tidak boleh dapat sembako. Nah BLT-nya kapan? Sembakonya sudah di depan, (tapi) saya gak boleh kasih. Ini kan pasung saya (sebagai) bupati,” ujarnya
Sehan akhirnya memilih nekat akhirnya memberikan bantuan dan siap dengan konsekwensinya. “Kalau ada yang mau tangkap, tangkap aja saya. Saya mulai stress dengan keadaan gini,” kata Sehan
Persepsi Publik
Di tengah kejengkelan perangkat desa hingga kepala daerah. Presiden Jokowi justru asyik bagi-bagi sembako di jalan. Seolah-olah bagi-bagi sembako secara langsung menjadi solusi cepat dan tepat. Padahal terjadi carut-marut pemberian bantuan sosial, karena tidak ada sinergisitas kebijkan yang dikeluarkan menteri-menteri Presiden Jokowi.
Akibatnya perspektif publik terkait program pemberian bantuan sosial (bansos) untuk menanggulangi dampak negatif pandemi virus corona (Covid-19), berubah dari positif menjadi negatif.
Seperti dilansir katadata.co.id Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, awalnya publik menyambut baik kebijakan pemerintah yang menetapkan berbagai bansos, sebagai stimulus bagi warga yang terdampak Covid-19. Yakni mulai dari bansos sembako hingga bansos tunai.
Namun, penyaluran bansos yang tumpang tindih membuat masyarakat tidak lagi memandang positif program bansos yang digulirkan pemerintah. Hasil riset Indef pada 7 April 2020 mengenai kebijakan jaring pengaman sosial, sebanyak 56% sentimen negatif dan 44% positif dari 17.781 perbincangan di media sosial twitter. Persepsi ini bukan sekadar hiasan saja, namun bentuk kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Di awal awal orang dapat pengumunman ini berkomentar di sosial media cukup positif, tapi kemudian keluhan di tingkat daerah cukup banyak terkait pelaksanaannya, sehingga persepsi publik pun turun,” kata Eko dalam video conference, Minggu (26/4/2020).
Penulis: Arief Setiyanto