IslamToday ID — Masyarakat mengeluhkan tagihan listrik non subsidi yang tiba-tiba membengkak. PLN dituding melakukan subsidi silang secara diam-diam, untuk menggratiskan pelanggan 450 V sebagaimana dijanjikan Presiden Jokowi.
“Tagihan listrik per Januari-Mei. Januari 55.560, Februari 56.066.Maret 161.197, April 187.480, Sekarang 209.383 .Jangan-jangan nanti Desember kami bayar 1 juta. Mohon pencerahannya @pln_123,” ujar akun Rafngi Mufidah.
Begitu juga yang dialami pelanggan listrik PLN, Dyah Rosmalawati. Ia mengeluhkan tagihan listriknya mencapai tiga kali lipat dari pemakaian biasanya. Mulanya tagihan dari bulan April Rp 200 ribuan tapi Mei jadi Rp 750 ribuan. Lonjakan tagihan listrik tersebut menurutnya sangat tidak masuk akal, sebab pemakaian juga seperti biasanya.
Dyah menuturkan, April lalu pemakaian kWhnya hanya sebesar 124 kWh. Namun ia dibuat heran sebab pada Mei kwh meternya menunjukan pemakaian 486 kWh, padahal ia merasa tidak memakai sebanyak itu.
“Pemakaian kWh saya naik banget, padahal pemakaian saya juga biasa saja. Saya shock lihatnya,” ujarnya Senin (4/5/2020).
Ia curiga PLN diam-diam melakukan subsidi silang terkait kenaikan pemakaian kWh pelanggan non subsidi tersebut dan digratiskannya tagihan bagi pelanggan 450V subsidi.
“Tidak mungkin kalau mereka tidak menaikkan tarif listrik. Mereka kan kabarnya mau kasih listrik gratis, mungkin subsidi silang. Ada yang dinaikin tagihannya, uangnya untuk kasih yang listrik gratis. Tapi menurut saya ini nggak logis,” tandasnya.
Konspirasi Jahat
Ombusdman juga sudah melihat banyak protes dan keluhan masyarakat terkait kenaikan tagihan listrik ditengah pandemi covid-19. Padahal berdasarkan data yang dimiliki Ombudsman, dalan dua tahun terakhir tidak ada kenaikan listrik.
“Kami punya tabel, dalam dua tahun terakhir belum ada kenaikan tarif listrik. Kalau ada kenaikan, maka ini ada tanda tanya besar,” kata Komisioner Ombudsman RI Laode Ida, seperti diberitakan Kompas.com, Ahad (3/5/2020).
Ia menduga, kenaikan tagihan listrik salah satunya disebabkan anjuran pelaporan meteran listrik secara mandiri melalui WhatsApp. Hal ini dinilai berpeluang menyebabkan ketidakcermatan dalam penentuan tarif listrik.
Selain itu, diduga ada upaya menyiasati pemasukan negara dengan memanfaatkan PLN di tengah krisis pandemi Covid-19. Pelanggan non-subsidi dipaksa untuk memberikan subsidi.
“Kalau ini terjadi, maka konspirasi jahat di pihak PLN dan ‘memaksa’ rakyat secara langsung untuk subsidi kepada negara melalui PLN. ini yang tidak bagus,” ujar Laode Ida.
Jika ini terjadi, maka PLN telah melanggar undang-undang karena menaikkan tarif listrik tanpa adanya konsultasi terlebih dahulu dengan pihak-pihak lain.
Menurut Ombudsman, listrik merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dan bukan kebutuhan sekunder. Oleh karena itu, segala kebijakan di dalamnya harus dibicarakan dengan jelas.
“Itu pelanggaran, dalam UU P3 (Prosedur Pembuatan Perundang-undangan), kalau ini dia masuk dalam bagian keputusan lembaga negara yang terkait dengan kepentingan umum tanpa melakukan konsultasi, maka dia melakukan pelanggaran terhadap aturan perundang-undanganan yang berlaku,” kata Laode.
Oleh karena itu, PLN diminta untuk segera melakukan evaluasi. Jika benar PLN melakukan kekeliruan maka sudah seharusnya mengembalikan uang rakyat.
Dalih PLN
Executive Vice President Corporate Communication and CSR PLN, I Made Suprateka, mengatakan, tidak ada kenaikan tarif listrik sebagaimana dituduhkan masyarakat. Ia menegaskan, bahkan tidak ada kenaikan tarif selama 2 tahun terakhir.
“Kami pastikan saat ini tidak ada kenaikan listrik, harga masih tetap sama dengan periode tiga bulan sebelumnya. Bahkan, sejak tahun 2017 tarif listrik ini tidak pernah mengalami kenaikan,” kata Made Suprateka dikutip dari Kompas.com, Ahad (3/5/2020).
Berikut ini besaran tarif yang saat ini diberlakukan PLN :
- Tarif untuk tegangan rendah sebesar Rp 1.467/kWh
- Tarif untuk R-1/900 VA RTM sebesar Rp 1.352/kWh
- Tarif untuk tegangan menengah sebesar Rp 1.115/kWh
- Tarif untuk tegangan tinggi sebesar Rp 997/kWh.
Sementara itu, M. Arief Mudhari, Pelaksana Harian Senior Manager (PLH SRM) General Affairs PLN UID Jakarta Raya berdalih tingginya tagihan dikarenakan pemakaian rumah tangga selama Work From Home (WFH) rata-rata naik 1-3 persen.
Ia menduga selama WFH, penggunaan barang-barang elektronik seperti televisi menjadi lebih lama, kipas angin yang terus menyala, pemakaian CPU yang terus-menerus, dan sejumlah keperluan lainnya.
Menurutnya, hal itu terjadi karena anggota keluarga berkumpul di rumah. Akibatnya, penggunaan barang-barang elektronik turut berimbas pada pemakaian listrik.
Penulis: Arief Setiyanto
Redaktur: Tori Nuariza