IslamToday ID –Husnul Khotimah (57) dan anaknya Husnah Faiqoh (14), terusir dari rumah kosnya. Mereka terpaksa tinggal dimasjid Petrokimia, Kecamatan Gersik, Jawa Timur. Ratusan triliun bantuan sosial yang dikucurkan pemerintah sepeserpun tidak mereka dapatkan.
Sehari-hari janda satu anak itu menyambung hidup dengan berjualan pakaian dari satu kampung ke kampung lainnya di Kabupaten Gersik. Sementara itu, anaknya Husnah Faiqoh (14) sering keluar masuk rumah sakit karena menderita peradangan usus. Husnul tak punya BPJS.
Penghasilan Husnul direlakan untuk pengobatan yang buah hati. Ia terpaksa tidak bisa membayar sewa rumah kos sehingga empat bulan, yang totalnya mencapat Rp 2,4 juta. Di sisi lain, pandemi covid-19 membuatnya tidak bisa lagi berjualan pakaian. Ia pun terusir dari rumah kos karena tak lagi mampu membayar sewa.
Kini ia dan buah hatinya yang menahan sakit peradangan usus terpaksa tinggal di Masjid Petrokimia, Kecamatan Kebomas, Gresik.
“Anak saya ini sudah lama sakitnya, sering keluar masuk rumah sakit akibat pembengkakan usus. Tadi saya sudah cari pinjaman untuk melunasi biaya, tapi tak dapat. Jadi minta bantuan kepada lembaga sosial. Tidak punya BPJS, tidak pernah mendapatkan bantuan. Saya tidak tahu harus mengadu ke siapa,” tutur Husnul (10/4/2020).
Kisah memilukan di tengah pandemic covid-19 juga datang dari Kota Serang Banten. Yuli, seorang ibu rumah tangga (IRT) meninggal setelah dikabarkan 2 hari tidak makan.
Setelah Kota Serang di tetapkan berstatus KLB (Kejadian Luar Biasa) sejak 8 April 2020, hal itu berdampak pada perekonomian masyarakat. Termasuk Yuli, lantaran tidak tersentuh bantuan Yuli dan anak-anaknya sempat bertahan hidup dengan minum air galon. Namun, takdir berbicara lain, dua hari tidak makan Tubuh Yuli lemas dan akhirnya meninggal dunia.
“Laporan ke saya memang katanya ibu Yuli sempat nggak makan dua hari, tapi itu dua harinya nggak tahu saat kapan apa memang waktu itu ada dua hari yang lalu. Karena sempat tidak punya uang tidak makan selama 2 hari jadi minum air galon saja,” Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Serang Poppy Nopriadi (20/4/2020).
Tidak Sinergis
Ramainya pembagian bansos yang dikucurkan pemerintah justru membuat Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil bingung lantaran pemberian bansos tidak sinergis. Emil menyebut ada empat kementerian yang memberikan bansos. Mereka memberikan bansos dengan cara yang berbeda-beda dan dikeluarkan di waktu yang berbeda-beda pula.
“Kementerian Sosial ngasih, Kementerian Desa ngasih, Kementerian Tenaga Kerja lewat Kartu Pra Kerja ngasih, kemarin Kementerian Pariwisata juga ngasih. Masalahnya satu sama lain itu caranya sendiri, mekanismenya sendiri, dan timing-nya sendiri,” kata Kang Emil (8/5/2020).
Emil mengaku kesulitan menjelaskan kepada masyarakat tentang jenis bantuan yang diberikan. Terutama pembagian jatah penerima bansos yang diberikan. Ia khawatir beragam bansos yang dikucurkan justru menimbulkan kecemburuan di tengah-tengah masyarakat.
Padahal kecemburuan sosial di tengah masyarakat sangat tidak mudah untuk dihilangkan. Ia meminta kepada Presiden Jokowi, agar pemberian bansos itu datang bersamaan sehingga dengan begitu akan memudahkan dalam pembagian dan tidak timbul kecemburuan masyarakat.
“Maka saya di rapat sudah minta ke Pak Jokowi, yang kemarin ramai rapat dengan Pak Menko PMK, agar satu pintu satu waktu. Kalau bisa satu pintu satu waktu,” ujar Kang Emil.
Ego Kementerian dan PersoalanData
Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah menilai ada tiga resiko pemberian bansos yang tidak merata. Menurutnya pemberian bansos yang tidak merata bisa memicu Naiknya angka kriminalitas. Kedua, turut memicu terjadinya kerusuhan. Dan yang paling fatal memicu tindak bunuh diri akibat tidak bisa mencukupi kebutuhan pokok selama masa Pemebatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Menurut saya yang harus disiapkan adalah mengenai kepastian adanya bansos itu sampai tepat sasaran kepada pihak yang membutuhkan. Karena ini kalau nanti tidak sampai, atau dalam bahasanya itu tidak ada keadilan, nanti muncul kriminalitas,” (29/4/2020).
Trubus melihat program bansos tampak dijadikan panggung politik, sehingga penyaluran bansos kepada warga terdampak Covid-19 menjadi tidak efektif. Ego sektoral pemerintah pusat dan daerah juga terlihat seperti yang terjadi antara pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Selain itu data yang tidak up to date juga memperumit masalah dalam penyaluran bansos.
“Jadi bansos-bansos ini menjadi panggung politik antara pihak-pihak dari pemerintah pusat dan pemprov. Harusnya saling sinergi,kolaboratif, kerja sama. Tapi ini menunjukkan ego sektoral, hubungan antara pusat dan daerah tidak berjalan harmonis,” jelasnya (7/5/2020).
Padahal, di tengah situsi PSBB keberadaan bansos bagi warga terdampak menjadi sangat diperlukan. Belum lagi tidak adanya kepastian kapan wabah ini akan berakhir.
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Arief Setiyanto