IslamToday ID — Tarik ulur kedatangan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China membuka tabir relasi Indonesia-China dalam Pertambangan. Ancaman Pemecatan 3000 pegawai lokal oleh PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) yang merupakan ‘anak perusahaan’ De Long Nickel Co.LTD di JiangSu, China memberi sinyal kuatnya dominasi China di Indonesia.
Nikel merupakan satu dari tiga komoditas strategis yang dimiliki Indonesia, selain batu bara thermal dan timah. Indonesia menguasai sekitar 27% dari pasokan nikel dunia. Yakni dalam bentuk produk hulu bijih nikel sebanyak 50 juta ton per tahun, maupun produk hilir seperti FeNi, NPI, Matte sebanyak 907 ribu ton pertahun.
Dilansir dari CNBC Indonesia, tahun 2019 lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, cadangan komoditas nikel nasional sebesar 698 juta ton. Jumlah itu dapat menjamin pasokan bijih nikel bagi fasilitas pemurnian selama 7-8 tahun.
Faktanya, fasilitas pengolahan atau smelter nikel di Indonesia didominasi oleh investasi dari China. Selama ini ada empat perusahaan smelter besar pemilik IUI di Indonesia, yakni PT Sulawesi Mining Investment, PT Virtue Dragon Nickel Industry, PT Huadi Nickel Aloy, dan PT Harita Nickel. Keempat smelter IUI tersebut seluruhnya merupakan investasi China.
“Investasinya dari China,” kata Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Yunus Saefulhak seperti dilansir CNBC Indonesia, Jumat (23/8/2019).
Dominasi China
Dominasi perusahaan China dalam industri pertambangan nikel semakin terlihat setelah Menteri Maritim dan Investasi (Marinvest), Luhut Binsar Panjaitan meresmikan kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah pada 11 Januari 2019.
Investasi di pertambangan nikel itu tidak bisa dilepaskan dari agenda besar Xi Jinping, yakni The Belt and Road Initiative (BRI) sejak tahun 2016. China turut membidik Indonesia sebagai salah satu negara yang ‘masuk’ dalam agenda global ‘Jalur Sutera Baru’ tersebut.
Pucuk dicinta ulam tiba, pada April tahun 2019 lalu Indonesia sengaja datang dalam Konferensi Tingkat Tinggi II The Belt and Road Initiative (BRI). Indonesia menawarkan 28 proyek. Menurut Luhut nilai investasi ke-28 proyek tersebut kurang lebih mencapai US$ 91,1 miliar setara Rp1.296 triliun.
Kesepakatan mega proyek ribuan triliun itu secara otomatis memperkuat dominasi China di Indonesia. Perusahaan China dibuat makin betah dengan berbagai kebijakan dan kemudahan.
Contohnya larangan ekspor nikel ore (mentah), yang dikeluarkan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan. Kebijakan ini ternyata lebih menguntungkan smelter yang didominasi oleh perusahaan China di Indonesia. Bisa dibilang, seperti cara VOC mendapat barang dagangan murah dari kaum pribumi. Menggunakan ‘centengnya’ atau regulasi demi mengeruk keuntungan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy K Lengkey mengungkapkan, adanya permainan kartel yang dilakukan oleh pembeli domestik, dengan menggunakan lembaga survei yang bukan ditunjuk pemerintah Indonesia. Akibatnya, terjadi perbedaan perbedaan hasil uji kadar logam nikel. Penurunannya kadar logam mencapai 1,8% bisa menjadi 1,5%, bahkan 1,3%. Hal ini otomatis berpengaruh ke harga jualnya. Kata Meidy, bisa US$ 11 sampai US$ 15 per ton
“Jual ke domestik itu, harganya lebih rendah, padahal kadarnya tinggi, selain itu surveyornya juga ditunjuk sendiri oleh pembeli, tidak terdaftar ada kartel permainan kadar, dan bayarnya juga lama, bisa 3-5 bulan,” ungkap Meidy.
Arus TKA Makin Deras
Dominasi China melalui investasi, turut membuat deras arus TKA China ke Indonesia. Dari investigasi Ombudsman RI bulan Juni-Desember 2017 lalu di DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatera Utara, dan Kepulauan Riau mendapatkan hasil mengejutkan. Arus TKA dari China ‘sangat deras’.
“Ada kondisi arus TKA khususnya dari Tiongkok deras sekali tiap hari masuk ke negara ini. Sebagian besar mereka ‘unskilled labor’ (pekerja tanpa keterampilan),” kata Komisioner Ombudsman RI Laode Ida dalam jumpa pers di Kantor Ombudsman RI, Kamis (26/4/2018) seperti dilansir kompas.com.
Dari data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tahun 2017 Indonesia, sebanyak 24.804 orang. Pada tahun 2018 total TKA di Indonesia 95.335 orang, dari jumlah tersebut sebanyak 32.209 merupakan TKA China, atau 33,7% dari total total TKA di Indonesia. Para TKA China sebagian besar bekerja di proyek-proyek yang investasinya memang berasal dari China. Mereka mendapat upah lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja lokal.
Selanjutnya awal tahun 2020, Menkumham Yasonna Laoly mencatat ada 188.000 orang Warga Negara Asing (WNA) asal China masuk ke Indonesia.
Peneliti INDEF, Zulfikar Rakhmat menilai, membludaknya TKA asal China di Indonesia sejak tahun 2019. merupakan soft power pemerintah China. Ada dua alasan utama yang menyebabkan pemerintah China menggunakan pekerja dari negaranya sendiri. Pertama, alasan kemudahan bekerja dengan rekan satu bangsa, kedua bagi China menyebar orang China adalah simbol kekuatan.
“Ini budaya mereka membawa pekerja. China gak akan berhenti membawa pekerjanya,” kata Zulfikar (7/2/2019).
Rencana masuknya TKA China di tengah-tengah gelombang PHK dan meningkatnya jumlah pengangguran selama pandemi Covid-19 pun menuai kritik keras dari Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Menurut Dewan Pakar ICMI, Anton Tabah Digdoyo, masuknya TKA China justru meningkatkan pengangguran di tanah air. Apalagi di tengah-tengah wabah ini ekonomi rakyat makin diperketat dengan ditutupnya akses transportasi umum, namun pemerintah justru membuka penerbangan dari China.
“TKA China akan timbulkan jumlah pengangguran meningkat, juga ekonomi akan semakin ambyar. Belum lagi rakyat diperketat dengan penutupan moda transportasi dalam negeri, tapi penerbangan dari China terus dibuka. Maunya rezim ini apa?” tutur Anton (10/5/2020).
Penulis: Kukuh subekti, Arief Setiyanto
Editor : Tori Nuariza