IslamToday ID – Dunia penerbangan nasional mengalami gonjang-ganjing lantaran diterpa dampak ‘novel corona virus disease’ (COVID-19). PT Garuda Indonesia Tbk sampai-sampai merumahkan sekitar 800 tenaga kerja kontrak selama 3 bulan.
Irfan Setiaputra, Direktur Utama PT. Garuda Indonesia, mengungkapkan keputusan tersebut merupakan buntut dari kondisi operasional penerbangan yang belum kunjung normal. Sebelumnya, sejumlah upaya strategis berkelanjutan telah dilakukan PT. Garuda Indonesia untuk memastikan keberlangsungan bisnis perusahaan.
Upaya yang telelah dilakukan diantaranya dengan; melakukan renegosiasi sewa pesawat, restrukturisasi jaringan, efisiensi biaya produksi dan termasuk penyesuaian gaji jajaran komisaris, direksi hingga staf secara proporsional serta tidak memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada Direksi dan Komisaris.
Irfan mengatakan, dirumahkannya ratusan pekerja kontrak telah melalui pertimbangan yang matang dengan kesepakatan antara pekerja dan perusahaan. Para pekerja yang dirumahkan tetap mendapatkan hak kepegawaian berupa asuransi kesehatan maupun tunjangan hari raya. Kebijakan ini terpaksa dilakukan untuk menghindari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Gonjang-ganjing yang dialami Garuda Indonesia, hanya secuil dari kisah maskapai yang diterpa dampak COVID-19. Menurut Indonesia National Air Carrier Association (INACA), dampak COVID-19 terhadap industri penerbangan di tanah air sudah terasa sejak awal tahun 2020.
Pada Januari dan Februari 2020 terjadi penurunan penumpang untuk penerbangan Internasional, terutama sejak ditutupnya penerbangan ke China dan Arab Saudi. Setelah itu pada Maret 2020 penumpang penerbangan domestik merosot tajam.
Empat bandara besar di Indonesia yakni, di Jakarta, Bali, Medan, dan Surabaya, benar-benar terpukul. penurunan penumpang mencapai 45 persen. Kondisi ini terasa makin berat dengan keluarnya Permenhub nomor 25/2020 tentang larangan mudik.
Kerugian yang dialami maskapai untuk penerbangan domestik sejak februari hingg April 2020 mencapai Rp 1 triliun. Sedangkan kerugian untuk penerbangan internasional mencapai Rp 1,2 triliun.
Dalam kondisi terpuruk, maskapai masih harus dibebani berbagai biaya. Misalnya biaya parkir pesawat, karena pandemi COVID-19 yang tidak kunjung berakhir, membuat banyak penerbangan batal dan pesawat tidak dipakai. Semakin lama, biaya yang dikeluarkan semakin membengkak.
“Lalu dampak terhadap karyawan di maskapai jumlahnya puluhan ribu mereka dirumahkan dan unpaid leave,” ujar Denon Prawiraatmaja, Ketua Umum INACA Jumat (24/4/2020), seperti dilansir Kompascom.
Denon menambahkan, bertahan atau tidaknya maskapai di tanah air sangat bergantung pada regulasi pemerintah. INACA berharap pemerintah mengeluarkan regulasi yang jelas terutama restrukturisasi terkait biaya-biaya yang selama ini harus ditanggung maskapai penerbangan.
Simalakama Ijin Terbang
Terbang kembali seperti kondisi normal tentu menjadi harapan semua pihak yang terpukul akibat dampak pandemi COVID-19. Namun faktanya, COVID-19 belum ‘bersahabat’. Keluarnya keputusan Menhub Budi Karya Sumadi, yang membuka kembali operasional transportasi, termasuk penerbangan, justru berpotensi membuka kasus baru penularan COVID-19.
Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Anas Maruf membenarkan ada 11 penumpang yang dinyatakan positif terinfeksi virus (COVID-19) pada 8 Mei 2020 kemarin. Kasus ini hanya berselang dua hari sejak keluarnya pelonggaran moda transportasi oleh Menhub Budi Karya.
“Ya benar. jadi setiap hari kita lakukan screening 600-1.000 penumpang, terutama untuk WNA atau ABK kapal asing, seperti cek suhu, wawancara juga tes cepat. Kemarin ditemukan eks anak ABK kapal pesiar Italia positif COVID-19, 11 orang,” kata Anas, Jumat (8/5)
Seperti dilansir beritasatucom Sejak 2 Maret 2020 hingga kini, penerbangan repatriasi ke Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Banten telah mengantar pulang 15.000 WNI ke Tanah Air.
Pada periode April–Mei 2020 terdeteksi 40 WNI dengan hasil rapid test menunjukkan reaktif terhadap Covid-19, atau terindikasi positif. Selanjutnya penumpang mendapat penanganan di RS rujukan, salah satunya di RS Darurat Wisma Atlet.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sebenarnya telah meminta pemerintah mengevaluasi pelonggaran PSBB dan transportasi termasuk maskapai penerbangan. Pelonggaran yang dikeluarkan pemerintah justru berpotensi meningkatkan resiko penularan COVID-19.
Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Daeng M. Faqih mengatakan, hingga saat ini fluktuasi penambahan kasus COVID-19 antara 250 sampai 400 kasus per hari.
“Karena kami khawatir jika PSBB dan social distancing (pembatasan sosial) tidak didisiplinkan, maka (kebijakan) ini tidak akan efektif sebagai instrumen pencegahan persebaran virus,” ujar Faqih dalam video conference, Ahad (10/5) lalu.
Menurutnya, testing, tracing, dan isolasi menjadi instrumen untuk mendeteksi dini kasus COVID-19, sekaligus menghindari sebaran kasus terinfeksi lebih masif. Bukan membuka celah penyebaran baru dengan melakukan pelonggaran.
Faqih pun melanjutkan, IDI pun sudah berkirim surat ke Gugus Tugas, Panglima TNI, dan Kapolri untuk ditembuskan kepada sejumlah kementerian bahwa yang termasuk pengecualian itu sebaiknya pemenuhan terhadap sektor-sektor untuk memenuhi hajat hidup masyarakat.
Pemerintah seharusnya memperhatikan keberjalanan pengecualian transportasi dalam PSBB. Misalnya, mengevaluasi hambatan logistik yang masih kerap ditemui dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat saja. Misalnya pada sektor bahan pangan dan alat kesehatan.
Ia mengaku mendapat informasi, bahwa industri pangan mengeluhkan sulitnya untuk mengirim air dan bahan makanan selama penerapan PSBB.
“Padahal, (sektor ini) sudah masuk pengecualian,” ujar Daeng M Faqih.
Penulis: Arief Setiyanto
Redaktur: Tori Nuariza