IslamToday- Proyek pengembangan pesawat R80 tamat di tengah jalan. Pesawat penumpang yang dirancang Presiden BJ. Habibie itu dihapuskan dari Proyek Strategis Nasional (PSN) 2020-2024. Pemerintah memilih mengembangkan drone bersenjata,`‘Elang Hitam’. Pengembangan drone dianggap lebih ideal untuk kondisi saat ini dibandingkan mengembangkan pesawat penumpang.
“Drone Elang Hitam ini akan menjadi semacam ‘CCTV di Langit Nusantara’, guna menjaga kedaulatan. Khususnya terkait pengawasan baik di wilayah darat maupun laut, melalui pantauan udara. Khususnya untuk mengintai di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar di Indonesia,” ujar Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hammam Riza beberapa waktu lalu
Seperti dilansir CNBC Indonesia, percepatan proyek ‘Elang Hitam, tidak lepas dari arahan Presiden Jokowi. Ia menekankan pentingnya pengembangan teknologi di sektor energi, pangan, farmasi, pertahanan, pengembangan drone canggih. Penembakan drone AS oleh Iran menjadi salah satu peristiwa yang melatar belakangi Presiden Jokowi memndukung pengembangan proyek drone.
Kita sudah bisa kembangkan drone. Coba kita lihat kemarin peristiwa (Iran) penggunaan drone yang dipersenjatai. Setelah menembaki kendaraan militer masih ada yang lari, masih dicari,” kata Jokowi Kamis (30/1/2020).
Setidaknya ada tiga Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) atau Drone Elang Hitam Kombatan yang dikembangkan BPPT dalam Proyek Strategis Nasional 2020-2024. Yakni Drone Elang Hitam (EH-1) yang telah didesain sebelumnya, kemudian Elang Hitam (EH-4) dan EH-5 untuk melengkapi desain Drone Elang Hitam (EH-1), dengan sistem persenjataan. SpesifikasiEH-4 dan EH-5 tersebut akan menyamai Drone CH-4 Rainbow buatan China.
Lika-Liku R80
Pesawat R-80 dirintis oleh Presiden ke 3 BJ Habibie melalui perusahaan swasta PT Regio Aviasi Industri. Pesawat ini menjadi penerus pengembangan pesawat N-250 yang tertunda saat krisis 1998. R-80 adalah mimpi terakhir Habibie untuk memajukan industri dirgantara Indonesia, sebelum ia tutup usia pada Rabu 11 September 2020 silam.
Peswat ini dirancang untuk penerbangan jarak pendek hingga menengah, sehingga cocok dengan kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Pesawat ini dapat melayani rute Palembang-Bali. Pesawat ini mampu mengangkut 80 hingga 100 penumpang.
R-80 digadang-gadang bisa menjadi tandingan pesawat tipe Avions de Transport Regional (ATR) yang sudah banyak digunakan banyak maskapai komersial saat ini. Ilham Habibie mengatakan sebagai pesawat bermesin baling-baling atau mesin turboprop, konsumsi bahan bakar pesawat R80 jauh lebih irit 20 persen ketimbang pesawat bermesin jet. Oleh karena itu banyak maskapai yang tertarik untuk menggunakan pesawat ini. Meskipun baru rancanangan, 2019 lalu tercatat sudah ada pesanan sebanyak 155 unit. Antara lain, dari Nam Air memesan 100 unit, Kalstar 25 unit, Trigana Air 20 unit dan Aviastar 10 unit.
20 Juli 2018, proyek pengembangan pesawat R80 dan pesawat N245 masuk dalam bagian dari proyek strategi nasional Presiden Jokowi berdasarkan Perpres Nomor 56 tahun 2018. Pesawat R80 digarap oleh PT Regio Aviasi Industri (RAI) yang merupakan perusahaan bentukan Habibie bersama putranya Ilham Akbar Habibie.
Sementara proyek pesawat N245 digarap oleh PT Dirgantara Indonesia dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Nilai kedua proyek tersebut diperkirakan menelan anggaran hingga USD 180 juta-USD 200 juta atau setara Rp2,6 triliun.
Pada bulan Oktober tahun 2019 lalu, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan bahwa Pesawat R80 masuk dalam program Proyek Strategis Nasional yang dikelola oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP). Hal itu disampaikan Darmin dalam Seminar Nasional Infrastruktur Menuju Indonesia Maju 2024 di Jakarta.
“Program yang ke dua adalah pesawat terbang. Ada yang akan dikembangkan oleh Kementerian Perindustrian, ada yang dikembangkan oleh almarhum Pak Habibie,” ujarnya Rabu (2/10/2019)
Saat itu, Darmin juga mengatakan, berdasarkan data dari Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) pengembangan pesawat R80 membutuhkan dana sebesar Rp 6,75 triliun. Ia juga berharap, pengembangan pesawat tersebut didanai oleh BUMN dan swasta.
Namun, pada pemerintahan presiden Jokowi periode kedua, pengembangan R80 justru dicoret dari Proyek Strategis Nasional. Pencoteran R80 dari Proyek Strategis Nasional disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, usai menghadiri rapat terbatas dengan presiden Jokowi, Jum’at (29/5/2020)
Dalam rapat tersebut dibahas 89 PSN baru untuk periode 2020 hingga 2024, termasuk percepatan proyek drone bersenjata, Elang Hitam. Pemerintah mencoret proyek pengembangan Pesawat R80 dan menggantinya dengan proyek drone tersebut. Dengan alasan, proyek drone lebih sesuai dengan kondisi saat ini.
“Terkait dengan tiga proyek drone. Dimana tiga proyek terkait pengembangan drone itu sebagai pengganti proyek yang dikeluarkan antara lain R80 dan N245. Sehingga dialihkan menjadi teknologi drone yang dianggap lebih cocok dengan situasi saat sekarang dan pengembangannya sudah dimulai oleh PTDI,” jelas Airlangga (29/5/2020).
Sementara itu, Direktur Utama PT Regio Aviasi Industri (RAI) Agung Nugroho mengatakan, keberadaan industri peswat menjadi penggerak utama suatu negara. Oleh karenanya banyak negara melakukan pengembangan industri pesawat. Ia mencontohkan sejumlah negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, Perancis, Amerika, Malaysia dan Ausrtralia.
“Amerika mati-matian mempertahankan teknologi kedirgantaraan, Rusia juga begitu, Jepang juga begitu, Jerman juga begitu, Perancis juga begitu, Malaysia dan Singapura juga begitu meskipun dia tidak punya industri pesawat terbang,”
Menurut Agung, pada dasarnya keberlangsungan proyek R80 merupakan kepentingan pemerintah sendiri. Terutama dalam rangka untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian negara. Menurutnya, untuk mengalami pertumbuhan ekonomi tumbuh 7-8% per tahun, tidak akan mungkin tercapai tanpa percepatan dalam industri manufaktur, termasuk pesawat terbang.
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Arief Setiyanto