IslamToday ID—Pemerintah kembali melakukan penambahan anggaran penanganan corona dan pemulihan ekonomi nasional. Dampaknya, deisit APNB 2020 diperkirakan akan melebar hingga mencapai Rp 1.039,2 triliun atau 6,34% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Anggaran penanganan dampak Corona dan pemulihan ekonomi nasional bakal ditambah. Anggaran yang semula Rp 641,7 triliun naik Rp 35,5 triliun menjadi Rp 677,2 triliun. Keputusan ini diumumkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani tanggal 3 Juni 2020 kemarin.
Anggaran tersebut direncanakan untuk keperluan belanja penanganan corona, insentif tenaga medis, santunan kematian, bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional, pembiyaaan gugus tugas dan insentif perpajakan untuk sektor kesehatan.
Misalnya untuk program jaring pengaman sosial selama pandemi Corona. Seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, bantuan sosial untuk Jabodetabek dan non Jabodetabek, Kartu Pra-Kerja, diskon listrik, dan BLT dana desa sebesar Rp 203,9triliun. Sementara untuk UMKM mendapatkan jatah Rp 123,46 triliun.
Pemerintah juga memberikan tambahan, stimulus dan insentif perpajakan kepada dunia usah sebesar Rp 120,61 triliun. Pemerintah juga memberikan dana talangan untuk BUMN sebesar Rp 44,57 triliun. Adapula tambahan anggaran sectoral untuk kementerian dan lembaga, serta pemerintah daerah sebesar Rp 97,11 triliun.
Sri Mulyani pernah mengungkapkan bahwa kemungkinan defisit yang dialami oleh Indonesia mencapai 6,34%. Defisit ini sebagai dampak adanya penambahan anggaran dalam penanganan Covid-19. Besaran defisit akan mengalami peningkatan dari Rp 852,9 triliun menjadi Rp 1.039,2 trriliun.
Angka defisit ini terjadi seiring penurunan pendapatan negara dari Rp 1.760,9 triliun menjadi Rp 1.699,1 triliun. Angka ini dipengaruhi oleh penurunan pendapatan pajak dari Rp 1.462,6 triliun turun menjadi Rp 1.404,5 triliun.
Oleh karena itu pemerintah bakal merevisi No.54/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020. Sebab diprediksi defisit meningkat dari Rp 852,9 triliun atau 5,07% dari PDB meningkat menjadi Rp 1.039,2 triliun atau menjadi 6,34% dari PDB.
“Proses pengambilan keputusan untuk penetapan dan revisi Perpres 54 tahun 2020, postur APBN itu dilakukan lewat konsultasi lingkungan sendiri melalui rapat kabinet, Menteri Koordinator Perekonomian, Menko Maritim dan Investasi dan berbagai lembaga, BI, OJK dan LPS yang terlibat di dalam design tersebut dan konsultasi dengan dewan,” tutur Sri Mulyani
Presiden Jokowi mengakui bahwa penambahan anggaran penanganan Corona dan program pemulihan ekonomi nasional akan berdampak bagi APBN 2020. Defisit APBN tahun 2020 semakin bertambah lebar.
“Terkait perubahan postur APBN tahun 2020 saya dapat laporan berbagai perkembangan dalam penanganan Covid-19 dan berbagai langkah strategis pemulihan ekonomi membawa konsekuensi adanya tambahan belanja yang berimplikasi pada meningkatnya defisit APBN,” ujarnya Rabu (3/6/2020)
Atas Nama Wabah
Sebelumnya pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19. Perpu ini memuluskan agenda melonggarkan deisit APBN dari 3 % menjadi 5% dari PDB. Kemudian 12 Mei 2020 lalu, mayoritas fraksi partai di Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Perppu Nomor 1 Tahun 2020 disahkan menjadi undang-undang.
Sejak awal berbagai kalangan tidak bersimpatik dengan langkah pemerintah dalam menangani pandemic covid. Kemunculan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dinilai bukan menitik beratkan pada penanganan covid-19. Penetapan Perpu 1/2020 dengan menaikkan defisit pada APBN tanpa batas dan dalam waktu lama (3 tahun) bahkan bisa membawa malapetaka bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Di sisi lain Perpu 1/2020 memberi kekebalan hukum kepada mereka yang terlibat di dalam pengambilan kebijakan. Mereka tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana, serta tidak dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara, meskipun ‘merugikan’ negara.
Selain itu, Perpu 1/2020 secara eksplisit lebih terfokus kepada satu golongan tertentu yaitu korporasi dan sektor keuangan.
Kemudian, presiden Perppres Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020. Kemudian Perpress ini hendak direvisi kembali, untuk menjadi tameng makin lebarnya devisit APBN yang diprediksi melebar hingga 6,34% dari PDB.
Dengan diterbitkannya Perpres tersebut, pemerintah tak perlu lagi repot-repot ke DPR untuk mengubah target penerimaan negara. Perpres ini seolah ingin menjadi jalan pintas dalam merubah postur APBN 2020 tanpa mekanisme yang diatur konstitusi dan ketentuan perundang-undangan tentang keuangan negara.
Langkah pemerintah itu sebenarnya telah di sorot oleh Ketua Fraksi PPP DPR, Amir Uskara, pada 9 April 2020 lalu. Namun Rupanya suara Amir tidak didengar.
“Revisi APBN itu tidak boleh dilakukan dengan Peraturan Presiden (Perpres), karena akan melanggar Undang-Undang Dasar (UUD), khususnya pasal 23 yang mengatur tentang APBN,” kata Amir.
Penulis: Kukuh subekti, Setiyanto
Editor: Setiyanto