IslamToday ID —Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dan Proyek Kereta semi Cepat Jakarta Surabaya turut dibahas dalam rapat terbatas tentang Proyek Strategi Nasional (PSN) bebrapa waktu lalu. Muncul gagasan untuk menyatukan dua proyek tersebut, lantaran terjadi pembebngkakakn dana.
Selama ini, Proyek KCJB dan kereta semi cepat, Jakarta-Surabaya dikerjakan oleh dua konsorsium berbeda. KCJB melibatkan konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dan BUMN. Sementara Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) mengerjakan proyek kereta semi cepat. Dengan alasan terjadi pembengkakan dana proyek KCJB, maka KCJB disatukan dengan proyek kereta semi cepat Jkt-Sby.
“Terkait proyek kereta cepat juga terjadi budget over-run, dan ada keterlambatan selama satu tahun. Oleh karena itu arahan Bapak Presiden agar lebih ekonomis untuk didorong kelanjutan proyek tidak hanya berhenti di Bandung tetapi terus sampai Surabaya. Dan diusulkan agar konsorsium bisa ditambah oleh konsorsium dari Jepang,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (29/5/2020).
Pada tahun 2018, Plt Direktur Utama PT KCIC Dwi Windarto menjelaskan tentang pembengkakan nilai proyek KCJB. Nilai awalnya hanya US$ 5.988 miliar membengkak menjadi US$ 6.017 miliar atau Rp 81,96 triliun.
Kenaikan ini disebabkan adanya dua komponen tambahan seperti asuransi proyek dan komponen debt service reseve account (DISRA) yang keduanya berbiaya US$ 100 juta. Dari nilai proyek tersebut 75%nya merupakan pinjaman dari Bank China Development Bank (CDB). Sementara sisanya 25% merupakan dana ekuitas perusahaan milik PT. Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan Beijing Yawan (BUMN China).
Pada 2 Maret lalu, proyek ini sempat diberhentikan, karena hasil pengamatan Komite Keselamatan Konntruksi (K3) menyatakan sistem manajemen kontruksi tidak aman. Setelah itu disusul pandemi Corona. Hingga April lalu proyek ini telah berjalan hingg 50,5%. Oleh karena itu besar kemungkinan proyek ini tidak akan selesai pada tahun 2021 mendatang.MEskipun demikian Menteri BUMN, Erick Thohir yakin proyek akan tetap selesai pada deadline yang ditentukan, yakni September 2022.
Sekretaris Wijaya Karya, Mahendra Wijaya yang sebelumnya juga menjadi konsorsium dalam proyek KCJB berminat untuk ambil bagian dalam proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung Surabaya. Meskipun menurutnya masih terlalu dini membahas tentang proyek ini.
“Untuk kereta Jakarta-Surabaya masih dini, kami belum menerima info tendernya, yang jelas kami berminat untuk ikut serta,” tutur Mahendra (3/6/2020).
Proyek Bermasalah
Makkraknya proyek KCJB sebenarnya telah disinggung Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu pada bulan Maret lalu. Mangkraknya proyek ini dikarenakan tiga alasan. Pertama, investor China sadar bahwa proyek yang dimulai sejak tahun 2016 itu tidak layak, oleh karenanya investor China minta tambahan konsesi Kereta Cepat Jakarta –Surabaya.
“Perkiraan saya, proyek KA Cepat, Jakarta-Bandung akan mangkrak. Investor China makin sadar bahwa tidak layak sehingga minta tambahan konsesi untuk bangun KA Cepat Jakarta-Surabaya lewat lintas selatan,” kata Said dalam akun twitternya (5/3/2020).
Alasan adalah BUMN tidak memiliki kemampuan untuk melanjutkan. Sedangkan alasan terakhir lantaran banyaknya masalah teknis dan hukum yang diabaikan dalam pelaksanaan proyek.
Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian MTI, Aditya D. Laksana menilai, langkah pemerintah menyambungkan dua proyek ini hanyalah sebagai upaya untuk mencari exit plan untuk keberlanjutan proyek KCJB. Menurutnya, sejak awal proyek KCJB dinilai tidak cukup memiliki nilai kemanfaatan bagi kebutuhan masyarakat. Selain itu proyek ini juga tidak memiliki infrastruktur pendukung sehingga manfaatnya diragukan.
“Sejak awal proyek ini memang semata-mata bukan hanya kebutuhan transportasi. Tapi juga menyangkut hubungan dua negara, ini hanya produk ikutannya di balik itu ada kepentingan yang lebih besar,” tutur Aditya (2/6/2020).
Ia menyarankan pemerintah untuk meninjau ulang detail rencana proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung-Surabaya. Termsuk meninjau kemampuan BUMN, Penambahan jalur baru dikhawatirkan justru akan menambah beban BUMN.
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Arief Setiyanto