IslamToday ID— Pembangunan proyek kilang minyak tahun 2019 lau disebut-sebut masuk dalam proyek strategis nasional. Namun, hingga kini belum ada kabar menggembirakan. Sebaliknya sejumlah proyek ditinggal muncur para investor.
Muncul tudingan ‘kelamnya’ pembangunan proyek kilang minyak lantaran ulah para mafia migas. Mereka tidak ingin Indonesia berdaulat dibidang energy. Sebaliknya, ada pula yang meyoroti, mudrunya para investor lantaran faktor ekonomi dan juga kondisi pertamina yang kerap ‘melayani’ kepentingan politik.
Lika-liku Kilang Minyak
Pembangunan Kilang Minyak sempat menjadi komoditas politik Jokowi pada pilpres kampanye 2014. Setelah terpilih Presiden Jokowi mengeluarkan Perpres No.146/ 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri.
Tahun 2019 lalu enam kilang yang masuk dalam proyek strategis nasional. Sejumlah langkah percepatan ditempuh agar kilang-kilang itu bisa beroperasi paling lambat pada 2026. Dari enam proyek kilang, upaya percepatan menyasar empat proyek RDMP, yakni Kilang Balikpapan, Kilang Balongan, Kilang Cilacap dan Kilang Dumai. Sedangkan RDMP Cilacap ditargetkan mencapai kesepakatan Aramco sebelum akhir tahun 2019. Sementara untuk Kilang Balongan, tahap pertama pembangunan ditargetkan rampung pada 2022.
Namun, tidak semua proyek kilang Pertamina berjalan lancar seperti yang diinginkan. Pembangunan Grass Root Refinery (GRR) atau kilang baru di Bontang, Kalimantan Timur terpaksa ditunda, lantaran ditinggal investor asal Oman, Aramco. Tercatat, Pertamina dan OOG menjalin kerjasama sejak Desember 2018.
Selain itu, pembangunan Kilang Cilacap yang diharapkan menghasilkan produk biorefinery setara euro 5 juga tersendat. Saudi Aramco mundur dari proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Cilacap, Jawa Tengah. Mundurnya Aramco karena tak ada kesepakatan di antara kedua pihak terkait valuasi yang ditawarkan Pertamina dalam proyek ini. Keputusan itu disampaikan Aramco pada akhir April kemarin.
Penyebab Kilang Minyak Tersendat
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), mengungkapkan bahwa keberadaan mafia migas membuat proyek pembangunan kilang minyak mengalami hambatan. Salah satu yang menjadi perhatian Kemenko Marves Proyek tersendatnya pembangunan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Batam oleh Cinopec yang merupakan investor China. Lantaran persolan hukum proyek tersebut mangkak selama tujuh tahun.
.“Kita anginnya kencang karena kita berhadapan dengan mafia minyak,” ungkap Deputi Bidang Kedaulatan Mairtim dan Energi Kemenko Maritim dan Investasi Purbaya Yudhi Sadewa (9/6/2020).
Padahal sebelumnya presiden Jokowi ‘mengorbitkan Basuki Tjahaya Purnama sebagai Komisaris Utama Pertamina. Santer issue bahwa Ahok dapat memberantas mafia migas. Di awal tahun 2020, berbagai media bahkan mengabarkan cerita Ahok dalam membongkar tangan-tangan mafia migas. Faktanya, hingga saat ini Kemenko Marves masih mengeluhkan ‘permainan’ mafia migas.
Sementara itu Senior Analyst pada Bowergroup Asia, Ahmad Syarif Syechabubakar, justru melihat faktor lain yang menyebabkan sejumlah proyek kilang minyak terhambat. Ia melihat anjloknya harga minyak dunia menyebabkan para investor berfikir ulang. Naasnya, proyek kilang minyak Indonesia terjadi di tengah-tengah turunnya harga minyak.
Oleh karena itu ia menyoroti bahwa faktor ekonomi juga menjadi masalah penting dalam industri perminyakan, selain ‘mengkambing hitamkan’ permainan mafia migas. Meskipun issue mafia migas tidak bisa disangkal.
“Aramco punya masalah internal, harga minyak yang jatuh kan juga memukul mereka, dan kedua mereka naik turun rencana IPO. Ada ketegangan geopolitik juga, ketegangan dengan Iran dan lain-lain,” kata Ahmad Syarif (10/6/2020)
Faktor lain yang menjadi penghambat ialah independensi Pertamina sebagai perusahaan. Dalam beberapa tahun terakhir Pertamina adalah BUMN yang paling sering mengalami pergantian direksi. Tentu hal ini membuat investor ragu-ragu dalam melakukan investasi karena harus berganti-ganti orang. Investor khawatir Pertamina terlalu banyak didekte kepentingan politik
“Orang Pertamina itu pinter-pinter, cuma masalahnya terkadang mereka harus melayani kepentingan politik. Tapi akses mereka untuk manuver itu gak kuat. Mereka harus hati-hati,” pungkas Ahmad Syarif
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Arief Setiyanto