IslamToday ID –Utang pemerintah ke perusahaan BUMN terus menggunung. Jumlahnya sangat fantastis, menurut catatan BUMN mencatat utang pemerintah telah mencapai Rp 108,48 triliun. Tingginya utang ini membuat perusahaan-perusahaan ‘plat merah’ terjerat masalah liqidasi.
Menteri BUMN Erick Tohir nuturkan, utang fantastis pemerintah itu tersebar di tujuh perusahaan BUMN. Yakni pada PLN, PT. Pertamina, PT Pupuk Indonesia, PT. Kimia Farma, BUMN Karya, PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan Bulog.
Tercatat, utang pemerintah ke PT PLN (Persero) sebesar Rp 48 triliun, pada Pertamina sebesar Rp 40 triliun, dan Pupuk Indonesia senilai Rp 6 triliun. Utang kepada PLN, PT Pertamina (Persero) dan PT Pupuk Indonesia (Persero) merupakan utang dalam bentuk subsidi pemerintah atas penugasan public service obligation (PSO) yang sudah jatuh tempo, tetapi belum dibayarkan.
Kemudian utang pemerintah kepada BUMN Karya sebesart Rp 12,6 triliu. Utang ini utang terkait Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) soal pembebasan lahan pembangunan infrastruktur jalan tol.
“jalan tolnya sudah dipakai tapi dari LMAN-nya belum cair. Jadi kalau dibilang ini utang-utang yang sudah tahunan,” kata Erick Tohir Selasa (9/6/2020)
Lalu, utang pemerintah kepada PT Kimia Farma sebesar Rp 1 triliun. Utang ini dalam bentuk suplai obat-obatan yang diminta Sementara itu, utang pada PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebesar Rp 300 miliar dan Perum Bulog sebesar Rp 560 miliar.
Pemebengkakan utang pemerintah kepada BUMN ini di kritikan Ekonom Senior, Faisal Basri. Menurutnya, dengan utang sebesar itu, perusahaan-perusahaan BUMN akan mengalami kesulitan menjalankan operasional peursahaan serta meningkatkan potensi bisnis. Terlebih di masa pandemi Covid-19 menyebabkan banyak perusahaan mengalami gangguan cashflow.
“BUMN selama 5 tahun terakhir menanggung beban melebihi kemampuannya,” ujar Faisal Basri Kamis (11/6/2020)
Salah satu yang menjadi sorotan Faisal BAsri adalah utang pemerintah pada PLN. Sejak Desember 2019 lalu utang pemerintah belum juga dibayarkan. Hal inilah yang membuat PLN mengalami kesulitan dalam melakukan pembayaran utang. Imbasnya PLN rawan terperosok dalam masalah liquiditas
Ia menambahkan situasi sulit ini semakin diperparah oleh pandemi Corona. Karena di tengah masalah likuiditas perusahaan BUMN pun masih diminta pemerintah untuk turut serta dalam proyek pembangunan rumah sakit khusus Covid-19. Hal ini akan berdampak pada pengelolaan fiskal perusahaan.
Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Eddy Soeparno mendorong agar pemerintah segera mencairkan utang-utang BUMN tersebut. Sebab, jika tidak dibayarkan, maka perusahaan tersebut akan kesulitan dalam menjalankan tugasnya secara efektif.
“Perlu ada fasilitasi percepatan agar PLN dan Pertamina betul-betul bisa menjalankan tugas dan fungsinya sebagai yang diharapkan,” kata dia.
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Arief Setiyanto