IslamToday ID –Sidang kasus penyiramn air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel BAswedan berlanjut, Kamis (11/6) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Ironisnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya mentut para tersangka dengan hukuman 1 tahun penjara. Tuntutan ringan itu menambah jejak kelam dalam penanganan kasus Novel Baswedan.
Jika ditengok ke belakang proses hukum atas kasus ini berlangsung tiga tahun. Kasus ini diawali penyiraman air keras terhadap Novel terjadi pada 11 April 2017. Kejadian ini menyebabkan mata kiri penyidik KPK itu cacat permanen. Pada 12 April 2017 lalu, novel yang dirawat di Singapura sempat mengungkap sosok Jendral yang diduga menjadi dalang dibalik serangan yang menimpa dirinya.
Selang tiga bulan, tepatnya 31 Juli 2017 Polisi membuat sketsa penyerang Novel. Sketsa itu dibuat Kapolri Jendral Tito Karnavian menghadap Presiden Jokowi. Lalu pada 24 November 2017 Kapolda Metro Jaya saat itu, Irjen Pol Idham Azis justru menunjukan 2 sketsa baru. Katanya, sketsa itu berdasarkan keterangan dua orang saksi.
Kasus ini sempat mengendap di tahun 2018. Baru pada 11 Januari 2019 Polri membentuk tim gabungan untuk mengungkap kasus ini. Rupanya tim yang dibentuk Polri diragukan oleh Wadah Pegawai KPK. Pada 11 April 12 2019 Wadah Pegawai KPK menuntut mendesak presiden Jokowi untuk membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang independen. Pada 10 Juli 2019 TGPF memberikan laporan kepada Kapolri.
1 Agustus 2019 Polri kemudian membentuk Tim teknis untuk meneruskan penyidikan TGPF. Kerja tim teknis ini berakhir pada 31 Oktober 2019. Lalu PResiden Jokowi memperpanjang masa kerja tim itu hingga 1 Desember 2019. Pada 26 Desember 2019 Dua anggota polisi aktif berinisial RM dan RB, yang diduga sebagai pelaku penyerangan ditangkap. Ironisnya, perjalanan kasus ini tak seperti harapan novel dan masyarakat.
“Saya melihat pembahasannya tidak terkait bukti-bukti yang uatam atau bukti bukti yang diduga dihilangkan. Tapi cenderung mengolok olok saya,” ujar Novel, 25 Juli 2019 lalu
Bahkan, kasus ini juga sempat diwarnai kriminalisasi terhadap Novel. Politisi PDIP Dewi Tanjung melaporkan Novel Ke Polda Metro Jaya atas tuduhan merekayasa kasus tersebut.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengatakan proses penyelidikan hingga persidangan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan hanya menghasilkan pelaku lapangan saja. Banyak kejanggalan yang terjadi dalam persidangan. Hal ini dikarenakan proses penyelidikan terhadap kasus yang menimpa Novel diawali dengan banyaknya konflik kepentingan.
Alhasil persidangan 30 April 2020 lalu, hanya berujung pada terungkapnya aktor lapangan. Sejak awal KontraS meminta kepada aparat agar penyidikan terhadap kasus ini dilakukan dengan menggunakan jasa tim independen. Mengingat kasus tersebut bukan hanya berbicara tentang individu saja namun berkaitan erat dengan kinerja KPK dalam memerangi korupsi di Indonesia.
“Situasi konflik kepentingan yang menghalangi kasus ini sangat jelas dampaknya hari ini. Di persidangan pun kita tidak bisa berharap banyak. Sejak awal memang persidangan di kondisikan hanya mengungkap pelaku lapangan, hanya mengungkap hal-hal yang terkait dengan peristiwa,” Koordinator KontraS, Yanti Andriyani (18/5/2020).
Tuntutan ringan yang diberikan jaksa kepada pelaku penyerangan Novel berpotensi melemahkan perlindungan terhadap aparat penegak hukum dan upaya penegakan hukum secara umum. Khususnya, terhadap kasus-kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan para pejabat di institusi pemerintah.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengevaluasi kinerja kejaksaan dan kepolisiaan terkait tuntutan ringan yang diberikan kepada pelaku penyerangan air keras terhadap Novel.
“Mendesak kepada Presiden RI untuk mengevaluasi kinerja Kejaksaan dan Kepolisian yang terkait dengan praktik pemberian tuntutan minimal,” kata Peneliti PSHK Giri Ahmad Taufik dalam keterangannya, Jumat (12/6/2020).
Sepak Terjang Novel
Sejak menjadi penyidik KPK, sepak terjang Novel cukup ‘membahayakan’ para pejabat dan politisi ‘kotor’. Novel setidaknya turut dalam mengungkap kasus Suap Wisma Atlet Hambalang (2011|). Kasus ini berhasil menjebloskan BEndahara Partai Demokrat, Nazaruddin. Di tahun yang sama ia juga juga turut serta menangani kasus suap pemilihan Gubernur Bank Indonesia, dengan tersangka Nunun Nurbaeti. Di tahun 2012, Novel ‘berhasil Kepala Korlantas Polri, Irjen Joko Susilo atas korupsi Simulator SIM.
Tidak berhenti di situ, Novel turut membongkar Kasus ‘jual beli’ perkara sengketa Pilkada di MK. Ia berhasil menjebloskan Ketua Mk, Akil Muchtar ke dalam jeruji besi. Di tahun 2014 IA mengungkap korupsi mengadaan E-KTP dengan tersangka Irman dan Sugiarto yang merupakan pejabat Kemendagri.
Penulis: Kukuh Subekti, Arief Setiyanto