IslamToday ID –Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menimbulkan kegaduhan. RUU ini santer mendapat penolakan berbagai pihak.
Narasi kebangkitan komunis mewarnai polemic RUU ini. Bahkan umat islam seolah-olah yang paling berkepntingan agar RUU ini dibatalkan, Salah satu fenomenanya ialah munculnya maklumat penolakan dari MUI Pusat bersama Dewan Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia.
Ormas islam seperti Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama (NU),juga turut menyikapi RPP ini. PP Muhammadiyah membentuk tim khusus Jihad Konstitusi yang diketuai Sekretaris Umum PP Mammadiyah Abdul Mu’thi.
“Perdebatan tentang Pancasila sudah selesai. Sebaiknya tidak perlu dibicarakan karena sebagai pondasi akan bergoyang dan membuka luka lama yang tidak dikehendaki untuk kesatuan bangsa ini, sudah cukup banyak kompromi umat Islam,” ungkap Ketum PP DDII Mohammad Siddik saat berkunjung ke PP Muhammadiyah, Jumat, (12/6/2020).
Diusulkan PDIP
RUU yang menyulut kegaduhan ini muncul di Badan Legislasi (Baleg) DPR atas usulan Fraksi PDIP. Bahkan, Wakil Ketua Baleg DPR Rieke Diah Pitaloka dari Fraksi PDIP di DPR ditunjuk jadi ketua panitia kerja (panja) RUU ini.
RUU ini muncul dengan tujuan untuk memperkuat landasan hukum pembentukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), yang selama ini diatur peraturan presiden. BPIP saat ini dipimpin, Kebetulan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pembina BPIP.
Pada 11 Februari 2020 digelarlah Rapat Badan Legislasi dalam rangka Penyusunan RUU HIP. Dimulai dengan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar, dengan menghadirkan Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie dan Prof. Dr. F.X. Adji Samekto. Dalam rapat ini draf RUU HIP belum dilampirkan. Dari 37 anggota Dewan yang diundan, rapat ini hanya dihadiri 37 orang hadir dan 15 orang ijin.
Prof Jimly menilai RUU Pembinaan HIP diperlukan dalam kaitannya dengan kewenangan BPIP yang ia usulkan berubah menjadi Dewan Nasional Pembinaan Ideologi Pancasila (DN-PIP). Ia mengusulkan UU HIP bisa berfungsi menjadi parameter untuk mengevaluasi dan mengaudit undang-undang lainnya agar sesuai haluan Pancasila. Sementara Prof FX Adjie Samekto secara umum mendukung dengan alasan pentingnya menanamkan ideologi Pancasila.
Pada 12 Februari 2020 kemudian digelar, rapat lanjutan dengan agenda mendengarkan pandangan tim ahli. Lalu, pada 8 April dilakukan rapat Panitia Kerja Badan Legislasi RUU HIP yang diketuai Rieke Diah Pitaloka. Ada dua agenda dalam rapat ini, pertama membahas draf RUU dan kedua mengusulkan tim ahli untuk menyempurnakan draf RUU HIP. Setelah itu rapat-rapat panja pada 13 April dan 20 April dilakukan secara tertutup.
Semua Fraksi Mendukung, Kecuali..
Pada 22 April digelarlah rapat pengambilan keputusan penyusunan RUU HIP. Fraksi PDIP dan Nasdem menyetujui RUU HIP untuk dibahas, tanpa syarat sedikitpun.
Fraksi Golkar juga turut mendukung pembahasan RUU ini dengan bebrapa catatan. Sikap yang sama juga muncul dari Gerindra juga menyetujui draf dengan catatan RUU bukan semata-mata untuk memperkuat BPIP. Fraksi PKB juga turut menyetujui dengan catatan menambahkan rumusan UUD 1945 dalam konsideran. Sementara Fraksi PPP meminta beberapa penyesuaian dan meminta kedudukan BPIP sejajar lembaga negara lainnya.
Dalam rapat ini Fraksi PKS meminta RUU disempurnakan lebih dulu sebelum diajukan ke sidang paripurna Ada sua catatan yang disampaikan PKS, yakni menguatkan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan memasukan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 dalam konsideran.
TAP MPRS ittersebut mengatur pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) serta pelarangan penyebaran ideologi komunisme/Marxisme/Leninisme di Indonesia. PKS juga meminta pasal soal “Ekasila” dalam RUU tersebut dihapuskan. Sikap PKS ini juga disampaikan oleh Fraksi PAN yang meminta TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran,
“Berdasarkan pendapat fraksi-fraksi (F-PDI Perjuangan, F-PG, FPGerindra, F-PNasdem, F-PKB, F-PAN, dan F-PPP) menerima hasil kerja Panja dan menyetujui RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila untuk kemudian diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun untuk FPKS menyatakan dapat menerima hasil kerja Panja dan menyetujui RUU tersebut setelah dilakukan penyempurnaan kembali dengan menambahkan poin-poin yang tercantum dalam Pendapat fraksi,” tertulis dalam risalah rapat.
Rapat ini setidaknya telah menunjukan peta politik terhadap RUU HIP. Pada dasarnya, semua fraksi menerima tanpa syarat maupun dengan syarat. Hanya Partai Demokrat saja yang memutuskan menarik diri dari keanggotaan panja. Alasannya RUU ini tidak mendesak untuk dibahas saat rakyat sedang kesulitan menghadapi pandemi Covid-19.
Akhirnya Rapat Paripurna DPR menyetujui RUU HIP menjadi usul inisiatif dan masuk Program Legislasi Nasional pada 12 Mei. Persetujuan ini diperoleh setelah sembilan fraksi minus Fraksi Demokrat menyerahkan pendapat tertulisnya
Lantaran RUU ini tidak memasukan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 lalu munculah narasi kebangkitan komunis. Akhirnya berbondong-bondong umat islam melakukan penolakan. Umat Islam tampil menjadi “pembela-pembela’ Pancasila.
Tiga Serangkai
Selain isu itu, sebenarnya ada isu lain yang sangat krusial, yakni politik ekonomi Indonesia. Jika diperhatikan lebih teliti sejak dari konsideran RUU ini menunjukan adanya arah baru politiik Ekonomi Indonesia. RUU ini menghendaki adanya ‘pembredelan kekuaatan koorporasi.
“pelaksanaan demokrasi ekonomi Pancasila menghindari terjadinya penumpukan aset dan pemusatan kekuatan ekonomipada seorang, sekelompok orang, atau perusahaan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataa,” (Pasal 17 b)
Faktanya, RUU HIP bukan satu-satunya RUU kejar tayang yang dibahas saat pandemic covid-19. Selain, RUU HIP ada RUU Cipta Kerja dan RUU Miberba yang dikebut DPR. RUU Cipta Kerja nyaris disahkan, namun kahirnya kandas, RUU ini tertunda lantaran banyaknya protes dan jutaan pekerja di PHK. Sementara RUU Minerba lolos hingga disahkan bebrapa waktu lalu.
RUU Minerba disebut sejumlah pakar untuk ‘menservis’ segelintir pengusaha yang turut melanggengkan oligarki kekuasaan. Salah satunya adalah kepentingan China dalam pertambangan Nikel Indonesia. RUU ini juga menyingkirkan kewenangan pemerintah daerah dan membuat kebijakan satu pintu pada pemerintah pusat.
“Darurat buat beberapa perusahaan tambang besar yang menguasai 70 persen produksi nasional. Jadi, bukan darurat buat republik, bukan buat rakyat, tapi darurat buat “mereka”. Ini ibarat karpet merah bagi mereka,” ujar Faisal Basri Senin (1/6/2020)
Sekilas, UU Minerba dan Demokrasi Ekonomi dalam RUU HIP tampak bertolak belakang. Faktanya tidak demikian, Tiga serangkai RUU ini tampak telah dirancang sedemikian rupa untuk ‘membereskan’ persolan filosofi, masalah hulu hingga hilir.
Sinyal ini tampak dari gelagat Menko Bid Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Ia begitu bersemangat membela rencana kedatangan 500 TKA asal China ke Sulawesi Tenggara.
Ia bahkan menyampaikan China menjadi harapan untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia. Menurutnya, China memiliki pengaruh besar dalam perekonomian global. Oleh karena itu, China tidak boleh diabaikan. Selain itu, terbuka peluang kerjasama yang lebar dengan China. Terlebih Indonesia adalah negara yang menganut bebas aktif, sehingga bisa bekerja sama dengan negara manapun.
“Supaya anak muda tahu, ekonomi Tiongkok ini hampir 18 persen berpengaruh ke ekonomi global. Amerika kira-kira 25 persen. Jadi suka tidak suka, senang tidak senang, mau bilang apapun, Tiongkok ini merupakan kekuatan dunia yang tidak bisa diabaikan,” kata Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, Jumat (5/6/2020)
Dengan 3 RUU colongan ditengah Pandemi Covid-19 itu, pemerintah Indonesia hendak putar haluan. Pemerintah hendak berpaling dari ‘mitra lain’, kemudian bergandengan dengan China.
Masyarakat Indonesia, lebih jeli narasi kebangkitan komunis, bisa jadi salah komoditas yang sengaja dimainkan ‘mitra lain’ yang merasa terganggung dengan hubungan politik ekonomi Indonesia–China. Bahkan bukan tidak mungkin eksploitasi mereka atas Indonesia berakhir dengan hubungan Indonesia-China yang semakin ‘mesra’
Begitu pula dimasa lalu, Amerika tidak bersimpati dengan pemerintahan Indonesia. Akhirnya menggunakan ‘komunis’ sebagai katalisator pergantian pemerintahan ke era yang baru. Sedangkan umat islam menjadi ‘pion’ dalam pertempuran dua kutub besar, antara komunisme dan kapitalisme.
Hal ini diungkap oleh Tim Weiner dalam buku “Membongkar Kegagalan CIA”, niat CIA untuk menyingkirkan Sukarno muncul setelah Dewan Keamanan Nasional lembaga intelijen AS itu memberikan sebuah laporan pada 9 September 1953.
Dalam laporan tersebut dibeberkan bahwa situasi Indonesia sudah sangat menakutkan bagi Amerika Serikat. Sebab, Presiden Sukarno yang terlalu memberi angin bagi komunis untuk berkembang di Indonesia. Jika ini terjadi, menurut CIA, tak akan menguntungkan Amerika. Usaha CIA menggulingkan Sukarno berhasil di tahun 1965 saat meletus peristiwa Gerakan 30 September 1965 .
Penulis: Arief Setiyanto