IslamToday ID – Jurnalis Senior Asyhari Usman melontarkan kritik tajam terkait polemik Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Polemik RUU ini memberikan pelajaran berharga bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Ada pelajaran besar dari drama RUU HIP. Pelajaran itu ialah bahwa PDIP, mulai sekarang, tidak bisa lagi dipercaya dalam urusan Pancasila. Partai Banteng tidak bisa dipercaya lagi sebagai tempat untuk menitipkan Pancasila,” tulisnya, seperti diunggah demokrasi.co.id, Sabtu (20/6/2020)
Lanjutnya, meskipun partai berlambang kepala banteng ini bersedia memasukan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang larangan komunisme-PKI sebagai konsideran dan menanggalkan, pasal 7 tentang yang memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila, tetap saja PDIP tidak bisa dipercaya.
“Mereka akan berusaha terus mengutak-atik dasar negara ini,” imbuhnya
Ia menilai, Pancasila tidak akan aman di tangan PDIP, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Ia menuturkan, konsep Trisila disodorkan telah melecehkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila pertala Pancasila itu menjadi “ketuhanan yang berkebudayaan”. Menurut Asyari, arah Ketuhaanan Yang Berkebudayaan itu secara perlahan akan melenyapkan total dasar ketuhanan dalam kehidupan umat.
Gagasan untuk memeras lima sila menjadi Trisila dan menegaskan bahwa PDIP sedang membidik sila ketuhanan. Menurut Asyari Usman, PDIP tampak begitu ingin menghapus Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Ada indikasi bahwa PDIP gerah dengan sila pertama itu,” kata Usman
Lanjutnyam para politisi senior Banteng berdalih munculnya gagasan Trisila dan Ekasila di RUU HIP bukan datang dari mereka. PDIP juga merasa terfitnah soal absennya TAP MPRS No XXV/1966 tentang larangan komunisme-PKI dari deretan konsideran RUU, Namun semua orang bisa melakukan penelusuran.
Asyari Usman mengungkapkan, investikasi yang dilakukan tim koran republika menemukan bahwa, PDIP adalah pihak yang mengusulkan RUU HIP di Badan Legislasi (Baleg) DPRRI. Bahkan Rieke Diah Pitaloka dari PDIP, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Baleg, ditunjuk menjadi ketua panitia kerja (panja) RUU tersebut.
Usman, turut heran dengan landasan apa parpol-parpol di DPR mendukung pembahasan RUU tersebut. Tercatat hanya PKS dan Demokrat saja yang menolak. Hanya PKS menolak sejumlah kejanggalan dalam RUU tersebut, seperti ketiadaan TAP MMPRS tentang larangan komunisme, sedangkan Demokrat menolak . dengan alasan bahwa RUU tidak prioritas untuk dibahas ditengah wabah wabah Covid-19.
Ia menambahkan, dalam bebrapa hari ini PDIP menyiapkan berbagai bantahan. Namun, seluruh rakyat sudah sudah bisa menebak apa yang hendak PDIP lakukan. Mereka tengah sedang sibuk meyakinkan umat Islam, bahwa mereka adalah partai yang ramah terhadap iIslam.
Salah satu buktinya, tiba-tiba saja, pada 18 Juni 2020 lalu PDIP mengeluarkan ‘press release’ yang mengecam upaya Amerika memindahkan ibukota Palestina dari Yerusalem ke Abu Dis. Bahkan, Sekjen PDIP Hasto Kristianto mengajak semua elemen bangsa bersatu melawan pemindahan ibukota Palestina itu. IA juga mencatut nama Bung Karno. IA mengatakan, bahwa perjuangan Palestina untuk merdeka selalu ada dalam pikiran Bung Karno.
Persoalan Palestina memang dapat membangkitkan sentimen umat Islam di Indoensia. Hasto menggunakan itu untuk mendinginkan isu Trisila dan Ekasila. Namun isu Trisila dan Ekasila plus penyingkiran Tap MPRS larangan komunis-PKI di RUU HIP tak akan pernah hilang dari ingatan rakyat. PDIP akan sulit memulikan kekecewaan rakyat, terutama umat Islam.
“Bagaimanapun umat Islam, kelak akan mencatat peristiwa ini.Bagaimana pemikiran mereka memeras lima sila menjadi tiga sila, bahkan mengerucut menjadi satu sila. Dengan sasaran utama sila Ketuhanan, hal ini mengindikasikan bahwa PDIP sangat gerah dengan sila pertama,” kata usman.
Penulis: Kukuh Subekti