IslamToday ID – Temuan kejanggalan hingga potensi korupsi program prakerja ternyata tidak ditindak lanjuti ke tahap penyelidikan. Ketua KPK Firli Bahuri justru mengatakan belum ada keuangan negara yang dirugikan atas program tersebut.
“Yang pasti, sampai hari ini belum ada keuangan negara yang hilang dan program Kartu Prakerja belum menimbulkan kerugian negara sampai hari ini,” kata Firli (22/6/2020).
Firli mengklaim bahwa pihaknya telah melakukan beberapa langkah pencegahan sebagaimana masukan dari Komisi III DPR. Firli mengaku ia telah meminta keterangan dari Deputi bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan. Dari keterangan deputinya Firli hanya mengatakan perihal anggaran negara sebesar Rp5,6 triliun dengan sasaran sebanyak lima juta orang.
“RDP (rapat dengar pendapat) yang lalu memang disinggung tentang Kartu Prakerja. Saya memang tidak sampaikan saat itu, saya siap akan kerjakan. Tetapi begitu selesai RDP, saya pulang, Deputi Pencegahan saya bilang Kartu Prakerja anggaran Rp5,6 triliun sasaran lima juta orang, sudah bergulir tahap satu, tahap dua, dan tahap tahap [dengan] kurang lebih jumlah 682 ribu sasaran,” jelas Firli.
Padahal, pada 18 Juni 2020 kemarin, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata membeberkan sejumlah temuan dalam Program Prakerja. KPK menemukan adanya ketidakakuratan dalam proses pendaftaran.
Berdasarkan data Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan jumlah pekerja terkena PHK yang terdampak Covid-19 tercatat 1,7 juta orang. Tapi faktanya dari jumlah tersebut hanya 143 ribu orang saja yang mendaftar program Prakerja. Sedangkan tiga gelombang pelatihan Prakerja sudah mencapai 9,4 juta pendaftar.
“sebagian besar peserta yang mendaftar untuk tiga gelombang, yaitu 9,4 juta pendaftar, bukanlah target yang disasar oleh program ini,” ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (18/6/2020).
Selain itu dari 1895 pelatihan yang tersedia, ada 250 pelatihan adalah milik lembaga penyedia pelatihan yang terlibat konflik kepentingan. Dari 1.895 materi pelatihan hanya sekitar 13 persen materi memenuhi syarat. Sebaliknya, banyak materi pelatihan yang dapat ditemukan di internet secara gratis.
KPK juga menemukan, kejanggalan dala penunjukan mitra Prakerja. Penunjukan 8 platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ). Sebanyak 5 dari delapan platform digital terlibat konflik kepentingan.
Metode pelatihan secara daring juga berpotensi fiktif, tidak efektif, serta merugikan keuangan negara. Penyebabnya, metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme control.
KPK juga menemukan anggaran yang tidak efisien. Ada aliran dana untuk penggunaan fitur Face Recognition untuk identifikasi peserta. Nilainya sangat besar, mencapai Rp 30,8 miliar. KPK menilai, dana ini tidak efisien, sebab pemerintah bisa memanfaatkan data dari NIK dan keanggotaan BP Jamsostek.
Harus Diusut
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo mengatakan, KPK seharusnya melakukan penyelidikan terhadap dugaan kasus korupsi di program kartu prakerja. Sebab, banyak temuan KPK menunjukan permasalahan yang terjadi dalam kartu prakerja. Hasil temuan tersebut seharusnya bisa menjadi pintu masuk untuk naik ke tingkat penyelidikan.
“Saya kira KPK enggak punya pilihan lain untuk masuk ke level penindakan karena bau amisnya sudah sangat jelas dan tidak ada pilihan bagi KPK juga untuk menyetop untuk tidak melakukan upaya hukum,” tutur Adnan (25/6/2020).
Adnan menambahkan, sebenarnya sudah ada indikasi pelanggaran hukum, sebab sudah ada potensi kerugian negara dalam program kartu prakerja. Ia pun menyarankan agar KPK melakukan audit terhadap anggaran kartu prakerja untuk mengetahui nilai kerugian negara yang ditimbulkan.
“Audit itu juga termasuk apakah peserta kartu prakerja itu fiktif atau tidak, karena kita khawatir ini juga ada situasi di mana kemudian keadaan ini terjadi,” imbuh Adnan.
Adnan menegaskan, pengusutan program prakerja butuh ketegasan KPK, sehingga tidak ada lagi program serupa memboroskan anggaran negara. Sebaliknya, jika program kartu prakerja lolos dari penyidikan KPK, dikhawatirkan akan muncul program lain yang merugikan negara dengan nilai yang lebih besar.
Anggota Komisi III DPR dari Partai Demokrat, Didik Mukrianto menilai potensi penyimpangan yang terjadi dalam program kartu prakerja bisa diprediksi sejak awal. Salah satu faktor yang bisa menjadi celah korupsi adalah pemilihan mitra kartu prakerja. Terlebih mekanisme pemilihan mitra dilakukan tanpa melalui mekanisme tender. Tingkat transparansi dan akuntabilitas program tersebut juga tidak terpenuhi.
Pihaknya sempat meminta KPK untuk melakukan kajian dan pengawasan secara ketat. Terutama dengan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Melihat proses dan mekanisme pelaksanaan Kartu Prakerja potensinya sangat rawan dan ramah terhadap korupsi,” ucap Didik.
Didik meminta KPK bertindak tegas dan menangkap para pencuri uang negara. KPK tidak boleh ragu dan setengah-setengah dalam memberantas kasus korupsi di tengah wabah Covid-19.
“Jangan pernah mentoleransi upaya perampokan uang negara” tutur Didik (19/6/2020).
Penulis: Kukuh Subekti, Arief Setiyanto