IslamToday ID –Ratusan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terendus melakukan rangkap jabatan. Kasus rangkap jabatan paling banyak terjadi di BUMN yang pendapatanya tidak signifikan, bahkan merugi.
Ombudsman RI mengungkapkan ada 397 komisaris BUMN yang merangkap jabatan. Mereka berasal berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) di beberapa kementerian dan non kementerian, anggota TNI/Polri aktif, hingga anggota partai politik. Ratusan kasus rangkap jabatan ini diverifikasi Ombudsman RI.
“Mayoritas ada di BUMN yang tidak memberikan pendapatan signifikan, belum untung, bahkan merugi,” kata Anggota Ombudsman-RI Alamsyah Saragih dalam video conference pada Minggu (28/6).
Dari 397 komisaris yang merangkap jabatan, sebanyak 254 orang merupakan ASN kementerian. Kementerian BUMN menjadi kementerian yang paling banyak menyumbang rangkap jabatan, sebanyak 55 orang ASN. Penyumbang terbesar kedua ialah Kementerian Keuangan yang mencapai 42 orang ASN.
Selain dua kementerian tersebut, rangkap jabatan komisaris BUMN juga berasal dari kalangan TNI/Polri. Petinggi TNI sebanyak 27 orang, sedangkan Polri 13 orang. Sedangkan dari kejaksaan ada 12 orang dan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ada 4 orang.
Selain itu,rangkap jabatan juga dilakukan oleh 167 komisaris anak usaha BUMN. yang Jika di prosentase, sebanyak 15% dari Kementerian ESDM, 15% dari Kementerian BUMN, sebanyak 8% dari Kementerian Perhubungan sedangkan TNI/Polri dan lainnya sebanyak 7%.
Rangkap jabatan komisaris BUMN oleh ASN Kementerian, TNI/POLRI, kejaksaan hingga pejabat pengawas keuangan, membuka peluang adanya konflik kepentingan. Alamsyah mengatakan pola rangkap jabatan komisaris BUMN dan anak usahanya terus berlangsung hingga saat ini.
“Jika dibiarkan terus konflik kepentingan makin besar, pelan-pelan meluas,” kata Alamsyah.
“Apakah kita mau berargumen kita bisa menjaga etika, sampai lembaga pengawas pun harus rangkap jabatan jadi komisaris,” imbuhnya
Alamsyah mengatkan, para komisaris yang rangkap jabatan oomoatis akan mendapatkan penghasilan berlipat. Padahal BUMN duduki merupakan BUMN yang tidak memberikan pemasukan signifikan pada negara, bahkan merugi.
Hingga saat ini, dari 142 BUMN yang bergerak di berbagai sector. hanya 15 BUMN yang menyumbangkan kontribusi kepada negara sebesar Rp 210 triliun pada tahun lalu.
Rangkap jabatan aparat negara di BUMN melanggar aturan. Pertama Undang-Undang Nomor 25 Tentang Pelayanan Publik yang melarang seorang pelaksana pelayanan publik rangkap jabatan di BUMN atau organisasi usaha.
Kedua, fenomena rangkap jabatan di anak perusahaan BUMN melawan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11 Nomor 01/PHPU Pres/XVII/2019. Putusan tersebut menyatakan bahwa anak perusahaan BUMN tidak termasuk BUMN.
Meskipun demikian, ASN yang menjabat sebagai komisaris di anak usaha BUMN, sama saja merangkap sebagai komisaris di perusahaan swasta. Hal ini juga melanggar aturan.
Ombudsman RI mengambil dua Langkah untuk menyikapi persolan ini. Pertama Ombudsman RI tengah mereview system rekruitmen komisaris BUMN. Langkah ini akan menghasilkan saran dan rekomendasi operasional dalam proses perekrutan komisaris BUMN. Kedua Ombudman akan melayangkan surat pada Presiden Joko Widodo fenomena rangkap jabatan ini. Surat paling lambat dikirimkan dalam dua pekan ke depan.
“Akan kami kirimkan surat ke Presiden Joko Widodo agar disikapi dengan serius dan ditertibkan,” kata Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih dalam video conference pada Minggu (28/6).
Kompromi Politik
Terlepas dari data tersebut, para politisi dari partai pendukung presiden Jokowi dalam pilpres turut menikmati kursi empuk komisaris BUMN. Misalnya Arif Budimanta dari PDIP yang menjadi komisaris di Bank Mandiri, selain itu tercatat pula Pataniari Siahaan sebagai komisaris independen Bank BNI. Zulhanar Usman yang merupakan politisi dari Partai Hanura menduduki Komisaris BRI. Setelah duduk di kursi itu ia mundur dari jabatannya sebagai bendahara Partai Hanura.
Selain para politisi partai relawan Jokowi juga turut menduduki kursi komisaris BUMN. Fadjroel Rqahman, yang telah menjadi relawan Jokowi sejak Pilpres 2014 tidak hanya menjadi juru bicara Presiden. Ia mendapat jatah sebagai Komisaris Waskita. Sebelumnya ia juga menjabat sebagai Komisaris Utama Adhi Karya.
Viktor S Sirait Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) yang mendukung Jokowi sejak pilpres 2014 juga ditunjuk sebagai komisaris Waskita. Kemudian, Lukman Edy yang merupakan direktur Saksi Tim Kemenangan Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf. Di PT Hutama Karya (Persero menjabat sebagai wakil komisaris utama.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Presidium Majelis Pekerja Buruh Indonesia, Andi Gani juga menjabat sebagai komisaris PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk Andi Gani aktif dalam penggalangan massa pada beberapa acara kampanye Jokowi.
Laode Ida dalam bukunya; Negara Mavia (2010) menyatakan penentuan jabatan-jabatan strategis tidak bisa lepas dari kompromi politik parpol-parpol pendukung pemerintah. Mulai dari pembentukan kabinet, resafe,penentuan posisi-posisi strategis dijajaran birokrasi pemerintahan dan BUMN dalam rangka mengakomodir kepentingan tim sukses. Jika tidak para politisi itu tidak akan memberi restu pada setiap kebijakan pemerintah.
“istilahnya jatah parpol harus dipastikan. Bila tidak dilayani maka politisi itu kan rebut, yang selanjutnya ditakutkan akan berimplikasi terhadap proses pengambilan kebijakan yang tidak akan terproses di parlemen,” ujarnya
Menteri BUMN Erick Thohir tahun lalu telah memberi sinyal, bahwa rangkap jabatan di perusahaan BUMn tidak bisa dipangkas habis. Ia hanya mampu meminimalisir kondisi dengan melakukan pembatasan.
Dilansir CNNIndonesia 13 Desember 13/12 Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menegaskan bahwa Erick akan membatasi rangkap jabtan direksi BUMN baik di anak usaha maupun cucu usaha. Hal ini dikarenakan banyak direksi menempati banyak posisi komisaris di beberapa perusahaan BUMN.
Ia mencontohkan direksi juga menjabat komisaris pada empat sampai enam perusahaan. Hal ini dinilainya sudah tidak wajar.
“Seharusnya, kalau sudah jadi direktur, maksimal dua (merangkap jabatan di dua perusahaan). Tidak mungkin direksi jadi komisaris di 8 hingga 10 anak usaha,” ujarnya, Jumat (13/12).
Penulis: Arief Setiyanto