(IslamToday ID) – Presiden Libanon Michel Aoun telah memperingatkan akan pecahnya perang saudara selama kerusuhan baru-baru ini di negaranya. Ketegangan sektarian telah meningkat seiring dengan krisis keuangan yang melanda negara itu.
“Perdamaian sipil berada di garis merah, dan itu adalah tanggung jawab semua orang,” kata Aoun di Istana Kepresidenan di Baabda, Kamis (25/6/2020).
Aoun, seorang Kristen Maronite, mengatakan untuk mewujudkan perdamaian sipil, namun masih ada gerakan boikot oleh para penentang termasuk pemimpin muslim Sunni, Saad al Hariri dan mantan perdana menteri lainnya.
Komentar Aoun sebagian merujuk pada konfrontasi di Beirut awal bulan ini, antara Syiah dengan Kristen dan Syiah dengan Sunni.
“Kami melihat perang saudara sudah sangat mengkhawatirkan. Gerakan untuk menciptakan ketegangan sektarian dimunculkan dengan cara yang mencurigakan,” kata Aoun.
Sistem pembagian kekuasaan sektarian Libanon mengharuskan presiden adalah seorang Maronit, perdana menteri untuk Sunni, dan pembicara parlemen orang Syiah.
Mantan Perdana Menteri Saad Al Hariri, Najib Mikati, dan Tammam Salam mengatakan ancaman nyata terhadap stabilitas kemungkinan datang dari memburuknya situasi ekonomi dan keuangan. Dan ini tidak dapat diselesaikan dengan pertemuan besar yang tidak memiliki agenda yang jelas.
Krisis dipandang sebagai ancaman terbesar bagi stabilitas Libanon sejak perang saudara 1975-1990.
Turunnya hingga 75 persen nilai mata uang Libanon sejak Oktober telah tercermin dari melonjaknya harga. Libanon telah melakukan pembicaraan dengan IMF dan berharap bisa mendapatkan bantuan miliaran dolar untuk mendongkrak perekonomian.
“Kita tidak mungkin bisa selamat jika masih ada yang terus mengutak-atik keamanan dan menyulut perbedaan sektarian,” kata Aoun.
Krisis Mata Uang
Banyak yang telah menyampaikan kritik terhadap Aoun dalam beberapa hari terakhir terkait penanganan krisis di Libanon. Mata uang Libanon merosot ke rekor terendah 6.000 pound terhadap dolar di pasar gelap, dibandingkan dengan patokan resmi 1.507.
Perdana Menteri Hassan Diab yang ditunjuk pada Januari dengan dukungan dari Aoun, kelompok kuat Syiah yang didukung Iran, Hizbullah dan Ketua Parlemen Nabih Berri, mengatakan nilai tukar uang adalah satu-satunya kekhawatiran bagi Libanon.
“Libanon ingin bank sentral mengendalikan nilai tukar dolar vis-a-vis pound Libanon dan mempertahankan nilai gaji dan tabungan mereka,” katanya dalam pertemuan itu.
“Mereka tidak peduli apa yang kita katakan. Mereka hanya peduli apa yang akan kita lakukan.” [wip]