IslamToday ID –Ekonom senior Rizal Ramli mengungkapkan kondisi perekonomian Indonesia dalam kondisi yang sangat parah. Sementara itu pemerintah menjadikan corona sebagai ‘tersangka’.
“Pada dasarnya pemerintah hari ini menyalahkan data negatif perekonomian itu hanya karena corona. Itu tidak benar, itu penyesatan,” ujarnya dalam diskusi virtual Senin (29/6/2020)
Menurutnya, ekonomi Indonesia telah memburuk jauh sebelum pandemic corona melanda Indonesia. Mantan Kenko Menteri Kemaritiman era Presiden SBY ini mengungkapkan, penyebab minus-nya pertumbuhan ekonomi Indonesia diakibatkan tata kelola pemerintah yang tidak baik.
“jadi mereka mumpung ada corona semua disalahkan karena corona. Satu setengah tahun sebelum corona, berbagai indikator itu sudah negatif karena memang terjadi mismanajemen. Terjadi salah kelola sama sekali tidak prudent dan mengikuti asas good governance,” imbuhnya.
Buruknya pertumbuhan ekonomi Indonesia ditutupi oleh pemerintah dengan menambah utang luar negeri. Maka tidak heran jika kemerosotan ekonomi tidak begitu dirasakan oleh publik. Seolah-olah ekonomi Indonesia masih stabil. Minggu lalu RI kembali minjam USD 10 miliar lebih, agar seolah rupiah menguat.
Sayangnya, stabilitas yang diciptakan hanya stabilitas semu. Penambahan cash flow melalui skema utang tidak mampu bertahan lama
Sebaliknya, langkah yang diambil pemerintah itu justru memcetak masalah baru dan menjadi ‘bom waktu’. Ia bahkan mengibaratkan, kondisi Indonesia bagai petinju yang telah kelimpungan diatas ring. Indonesia terlalu banyak memikul utang dan gagal bayar.
Lanjutnya, jika di tahun 1998 Indonesia kelimpungan karena utang terbanyak di swasta, kini utang terbanyak dicetak oleh pemerintah dan BUMN. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya kasus gagal bayar.
Menteri Keuangan Era Gus dur ini menyebut vada 46 perusahaan yang mengalami gagal bayar. Beberapa diantaranya terjadi pada perusahaan asuransi dan perusahaan sekuritas.
“Total ada 46 perusahaan gagal bayar, rata-rata nilainya antara Rp 400-500 triliun,” pungkasnya.
Corona Jadi Tersangka
Dugaan Rizal Ramli tepat, pemerintah menjadikan corona sebagai tersangka. Menkeu beralasan pelebaran defisit ini dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional dan penanganan covid-19.
Menkeu Sri Mulyani mengatakan, dengan devisit yang semakin lebar, akan ada perubahan target dari penerimaan maupun belanja negara. Target penerimaan yang sebelumnya Rp1.760,9 triliun menjadi Rp1.699,1 triliun. Sedangkan belanja negara menjadi Rp2.738, 4 triliun dari selam Rp2.613,8 triliun.
“Penerimaan perpajakan akan menjadi Rp 1.404,5 triliun, belanja terjadi kenaikan Rp 124,5 triliun, yang mencakup tadi berbagai belanja untuk dukung Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan penanganan Covid-19, termasuk untuk daerah dan sektoral,” tutur Sri Mulyani Rabu (3/6/2020) seperti dilansir fin.co.id
Tahun 2019 lalu kondisi Indonesia telah memburuk. Seperti dilaporkan CNBCIndonesia (22/6/2019), sampai akhir Mei 2019, total defisit APBN 2019 telah mencapai Rp 127,5 triliun atau 0,79% dari produk domestik bruto (PDB). Defisit ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang jumlahnya Rp 93,5 triliun.
Perekonomian indonesia tidak menunjukan kondisi membaik. Perekonomian Indonesia terus memburuk. Pada awal Juni 2020 Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, defisit APBN pada 2020 semakin melebar ke posisi 6,34 persen atau setara Rp1.039,2 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Semula, ia menargetkan defisit anggaran sebesar 5,07 persen atau setara Rp852,9 triliun terhadapa PDB.
Ia dengan alasan pemulihanekonomi dan penanganan covid-19 Menkeu kembali melegalisasi pelebaran defisit dengan mengajukan revisi Perpres Nomor 54 Tahun 2020. Defisit yang meningkat dari Rp852,9 triliun atau 5,07 persen dari GDP menjadi Rp1.039,2 triliun, atau menjadi 6,34 persen dari PDB.
Penulis: Arief Setiyanto