IslamToday ID –Kemarahan Presiden Jokowi akhirnya membuka tabir kondisi Indonesia yang dalam bahaya. Indonesia tidak hanya mengalami krisis kesehatan, namun juga krisis ekonomi. Kemarahan itu diluapkan Jokowi kepada para menterinya yang dinilai tidak punya kepekaan terhadap kondisi krisis yang sedang terjadi.
Saya harus ngomong apa adanya. Nggak ada progres yang signifikan. Nggak ada,” ujarnya seperti dikutip akun YouTube Setpres, Minggu (28/6/2020).
Tidak berselang lama, Jokowi kembali membunyikan alarm bahaya. Dalam pengarahan untuk penanganan Covid-19 terintegrasi di Provinsi Jawa Tengah, Semarang, yang disiarkan melalui Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (30/6/2020), ia kembali mengingatkan akan dua krisis yang menghantam Indonesia.
“Saya titip yang kita hadapi ini bukan urusan krisis kesehatan saja, tapi juga masalah ekonomi. Krisis ekonomi,” tegas Jokowi.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2011-2014 Dahlan menilai Presiden Jokowi benar-benar marah dan kecewa dengan kinerja para menterinya. Kemarahan Jokowi, bukan pencitraan.
Kemarahan Jokowi yang disampaikan diatas podium jelas merupakan gaya ‘marah’ orang Jawa. Biasanya dikemas dalam bentuk arahan dan meluncur dengan nada keras dan tinggi, jika saking jengkelnya. Diatas podium rapat, Jokowi kembali memainkan perannya sebgai pemimpin, bukan CEO.
“Mungkin presiden berharap para Menko-lah yang menjadi CEO di kemenko mereka masing-masing. Tapi menko tidak mungkin bisa menjadi CEO. Menko itu, seperti juga namanya, hanya bersifat koordinator. Bukan pengambil keputusan,” kata Dahlan
Menurut Dahlan, sepanjang keputusan masih tetap di tangan menteri, peranan menko sangat terbatas. Menko memang bisa memanggil para menteri dan ‘memarahi’ mereka. Tapi marah saja tidak cmenyelesaikan masalah, sebab yang mengambil keputusan ialah menteri.
Bisa jadi, Presiden Jokowi memberi Sinyal pada jagoannya, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk menertibkan para menteri. Luhut memang bisa marah, namun ia tak punya kuasa untuk memecat menteri yang tidak ‘becus’ dalam bekerja.
Keterlaluan
Jika menyimak serapan anggaran kesehatan yang hanya 1 persen, menurut Dahlan hal itu menmg keterlaluan. Wajar jika kemudian Presiden Jokowi Meluapkan kemarahannya.
“Pak Jokowi marah besar berarti keadaan sudah keterlaluan. Misalnya soal anggaran kesehatan itu. Yang baru terpakai 1 persen. Kalau angka 1 persen itu benar memang keterlaluan. Berarti program di situ tidak jalan sama sekali.,” ujar Dahlan
Menurut Dahlan, jika sampai akhir Juni anggaran baru terserap 1 persen, kemungkinan besar tersangkut di masalah tender yang belum selesai. Bahkan mungkin para pemenang tender pun belum ada. Hal ini memberikan pelajaran berharga, bahwa roda pemerintahan turut bergantung pada sehatnya birokrasi.
“menko boleh hebat, menteri boleh hebat, tapi pelaksana pemerintahan yang sesungguhnya adalah para dirjen di kementerian. Dirjen pun, berdasarkan pengalaman saya, terlalu sibuk dengan urusan politik atas. Maka pelaksana kebijakan yang paling sebenarnya adalah para direktur di kementerian,” tutur Dahlan
Dahlan khawatir, para direktur pun hanya sibuk melayani dirjen dan menteri mereka. Maka pelaksana yang lebih sesungguhnya lagi adalah para pejabat yang levelnya di bawah direktur.
Berdasarkan pengalaman Dahlan yang pernah ‘mengurus’ BUMN, para birokrat itu bukan orang malas dan bodoh. Mereka umumnya S-2, bahkan lulusan luar negeri. Dimata Dahlan mereka itu hanya orang penakut, takut melanggar aturan dan dipenjara. Meskipun telah ada beragam paying hukum terbaru mereka tetap berhati-hati agar tidak masuk ke dalam bui.
“Mereka tetap lebih takut masuk tahanan daripada dimarahi atasan,” pungas Dahlan
Penulis: Kukuh Subekti