IslamToday ID –Anggaran penanganan ekonomi nasional (PEN) akibat dampak covid-19 terus meningkat. Presiden Jokowi minta penegak hukum untuk menggigit siapaun yang melakukan korupsi.
“Aspek pencegahan harus lebih dikedepankan. Jangan menunggu sampai ada masalah. Kalau ada potensi masalah segera ingatkan, tapi kalau sudah ada niat buruk untuk korupsi, ada mens rea-nya [niat jahat], ya harus ditindak. Silakan digigit,” tegas Jokowi di Istana Negara, Rabu (1/7/2020).
Pemerintah terus mengubah proyeksi kebutuhan biaya penanganan Covid-19. Semula anggarannya sebesar Rp 405,1 triliun, yakni untuk kesehatan Rp 75 triliun dan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) Rp 330,1 triliun.
Kemudian anggaran PEN naik menjadi Rp 641,17 triliun, sedangkan untuk kesehatan tetap Rp 75 triliun. Perubahan berikutnya Rp 677,20 triliun, terdiri dari Rp 589,65 triliun untuk program PEN dan Rp 87,55 triliun untuk kesehatan.
Lalu pemerintah kembali melakukan perubahan, biaya penanganan Covid-19 diperkirakan Rp 695,2 triliun, yakni untuk bidang kesehatan dialokasikan Rp 87,55 triliun dan program PEN Rp 607,65 triliun. Tidak berhenti di situ pemerintah kembali menaikan anggran, menjadi 905,1 triliun. bahkan saat ini dana penanganan covid-19 telah tembus Rp 1000 triliun
Menurut Jokowi tindakan tegas itu diperlukan untuk menyelematkan uang negara. Kepercayaan masyarakat harus terus dijaga sehingga penanganan Covid-19 bisa terlaksana dengan baik. “Uang negara harus diselamatkan. Kepercayaan rakyat harus terus kita jaga,” tandasnya.
Korupsi Dana Covid-19
Salah satu kasus dugaan penyelewengan korupsi dana Covid-19 terjadi di Kota Medan. Pada 15 Juni lalu, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara memeriksa dua pejabat pemerintah kota Medan. Yakni, Ahmad Sofyan selaku Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Medan dan Endar Sutan Lubis selaku Kepala Dinas Sosial Kota Medan.
Selain itu, Kejaksaan Tinggi Kejati Kalimantan Barat melakukan penanganan dugaan kasus korupsi dana Covid-19. Sejak 26 Mei lalu Kejati Kalbar telah memeriksa kasus korupsi dana bansos senilai Rp 177 juta.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Fitra sejak 9 April lalu telah mengemukakan potensi penyelewengan penyaluran dana bansos. Pasalnya, di saat yang bersamaan pemerintah memiliki program penyaluran bansos melalui BLT yang bersumber dari APBN dan APBD. Selain itu Fitra juga telah memprediksi penyaluran bansos yang amburadul.
“Itu pasti ada masalah kalau datanya juga bermasalah, ada orang-orang yang akan dapat dobel dan ada yang malah tidak dapat,” jelas Sekretaris Jenderal Fitra, Misbah Hasan (9/4/2020).
Sementara itu, Koordinator Public Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia, Erwin Natosmal Oemar berpendapat perintah ‘gigit’ para koruptor memiliki tujuan yang baik. Menurutnya Jokowi ingin agar ingin agar pelaksanaan Perppu No 1 Tahun 2020 yang kini menjadi UU No.2 tahun 2020 dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Namun menurutnya, di sisi lain aturan tersebut justru memberikan peluang penyalahgunaan dana Covid-19.
“Jokowi ingin penggunaan dana COVID-19 sebagaimana Perppu No 1 Tahun 2020 tepat sasaran atau tidak disalahgunakan. Saya melihat itu sebagai bentuk basa basi politik saja karena dalam Perppu tersebut juga ada klausul tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum,” jelas Erwin (17/06/2020).
Penulis: Kukuh Subekti