IslamToday ID — Pimpinan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tampaknya gusar dengan sejumlah tudingan maupun isu yang menyeruak ke publik terkait partainya tersebut, bersamaan ditengah polemik Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto akhirnya turut angkat bicara. Hasto mengatakan PDIP berkomitmen menjaga Indonesia sebagai negara Pancasila. Bahkan, PDIP tak ingin Indonesia jadi negara komunis, sekuler, liberal, ataupun fasis.
“PDI Perjuangan bersama segenap komponen bangsa lainnya menolak berbagai upaya baik dari ekstrem kiri maupun ekstrem kanan yang mencoba mengganti Pancasila. Karena itulah dukungan terhadap Pancasila sebagaimana sering disuarakan akhir-akhir ini, termasuk oleh mereka yang sebelumnya memiliki pandangan ideologi berbeda, merupakan dialektika kemajuan yang semakin menunjukkan kebenaran terhadap Pancasila sebagai ideologi negara,” ujar Hasto dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Ahad (5/7)
Pernyataan tegas Sekjen Hasto mengenai sikap PDIP itu terjadi di tengah upaya sejumlah pihak yang menuding partai tersebut, sebagai partai komunis dan sedang berupaya mengganti Pancasila.
Sekjen PDIP itu menjelaskan bahwa proses kelahiran Indonesia melalui perjuangan panjang, hingga akhirnya merdeka karena kekuatan sendiri.
Indonesia, menurutnya, berdiri dengan landasan kokoh yang digali melalui pemikiran yang jernih, membumi, visioner, serta terus menggelorakan semangat pembebasan dari segala bentuk penjajahan, khususnya kapitalisme dan imperialisme.
Maka terbukti dengan Pancasila, Indonesia bersatu dan mampu menghadapi berbagai ujian sejarah seperti kemampuan memadamkan pemberontakan PKI, DI/TII, Permesta, Pemberontakan RMS, dan lain-lain. Terbukti pula dengan Pancasila, Indonesia bersatu untuk semua dan setiap warga negara setara.
“Dengan Pancasila kita selalu satu, berbeda dengan Yugoslavia, Uni Soviet yang terpecah belah, juga Yaman, Irak, Suriah dan lain-lain, yang terus dihadapkan pada krisis akibat perang yang tidak kunjung usai. Karena itulah adanya falsafah hidup, falsafah dasar, dan juga alat pemersatu seperti Pancasila selalu kita syukuri,” jelas Hasto.
Dengan ideologi yang menjadi pemersatu tersebut, ditegaskannya bahwa Pancasila jelas terbukti efektif menjadi dasar dan tujuan kehidupan berbangsa.
“Melalui Pancasila pula kita tegaskan bahwa Indonesia bukan negara sekuler, bukan negara komunis, bukan negara teokrasi, bukan liberal, dan bukan fasisme. Indonesia adalah negara Pancasila, suatu konsepsi negara kebangsaan yang berdiri di atas paham individu atau golongan,” jelasnya.
Hasto menambahkan dengan Pancasila pulalah maka Bangsa Indonesia mampu mengatasi berbagai paham yang antiketuhanan dan antikemanusiaan.
“Pancasila berbeda dengan paham ekstrimisme radikal. Berbagai bentuk bom bunuh diri sebagaimana terjadi di Kota Surabaya pada tahun 2018, adalah contoh paham yang buta terhadap nilai ketuhanan dan kemanusiaan,” tukasnya.
Kini saatnya seluruh bangsa Indonesia bersatu teguh dalam Pancasila di tengah ancaman isme(paham) yang tak sesuai dengan jalan hidup bangsa Indonesia.
RUU HIP Disorot, Ada Penumpang Gelap
Mantan anggota DPR RI, Ahmad Yani pun angkat bicara terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang kini menjadi sorotan publik.
Ahmad Yani mengkritik fraksi di DPR yang meloloskan RUU HIP dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
“Saya lima tahun di Badan Legislasi. Sangat paham betul saya, bagaimana cara menyusun RUU, perdebatan RUU, memasukkan, menyelipkan, menghilangkan, dan lain sebagainya,” pungkas Ahmad Yani dalam diskusi online bertajuk ‘Komunisme dan Oligarki di Balik RUU Haluan Ideologi Pancasila’, Sabtu (6/6/2020).
Menurut Ahmad Yani, salah satu kelemahan anggota DPR adalah bicara banyak, tapi sangat abai atau tidak konsen lagi setelah bicara. Hal-hal yang bersifat detil dan bersifat teknis penulisan itu lemah sekali.
“Setelah berdebat ya sudah, dikembalikan lagi kepada para tenaga ahli,” paparnya.
Ahmad Yani tidak yakin dengan RUU HIP merupakan inisiatif DPR. Hal itu terbukti dengan adanya fraksi yang menolak RUU tersebut saat pembahasan.
Yani meyakini ada penumpang gelap dalam penyusunan RUU HIP. Penumpang gelap ini menunggangi DPR, sehingga RUU HIP seolah-olah inisitatif DPR.
“Ini pasti ada lembaga lain yang mengerjakan, memakai tangan DPR seolah-olah ini RUU inisiatif DPR,” imbuhnya.
Ia mengaku sudah melihat dan membaca naskah RUU HIP. Ia menyebutnya sebagai paket hemat.
“Saya sudah baca juga naskah akhir (RUU HIP) yang dibuat itu, saya ketawa aja, ya paket hemat lah,” katanya.
Meski begitu, Ahmad Yani memprediksi RUU HIP akan berjalan mulus, sama seperti RUU lainnya yang mendapat penolakan dari masyarakat, tapi tetap disahkan menjadi UU.
“Kemungkinan mulus, paling nanti titik temunya memasukkan TAP MPRS ke dalam konsederan. Tapi apa artinya memasukkan TAP MPRS ke dalam konsederan seperti itu,” jelas Ahmad Yani.
Saat ditanya siapa yang punya kepentingan dalam RUU HIP, Ahmad Yani blak-blakan menyebut politikus PDIP, Ribka Tjiptaning.
“Ya ini kan, kalau ini kan Ketua Panjanya Ribka Tjiptaning yang (menulis buku) saya bangga jadi anak PKI, gitu loh,” imbuhnya.
Menurut Yani, peran Ketua Panja dalam penyusunan RUU sangat stratgeis. Sebab dia bisa mengontrol tim ahli dalam memasukkan atau menghilangkan pasal atau materi RUU.
“Ketua Panja berkuasa penuh dalam teknis. Dia bisa mengontrol yang namanya tim ahli itu, bisa memasukkkan (materi),” tegasnya.
Menurut Ahmad Yani, Ribka Tjiptaning mempunyai catatan buruk dalam menghapus salah satu ayat tembakau dalam Undang-Undang Kesehatan.
“Ribka Tjiptaning kan punya catatan sejarah yang tidak bagus juga, dalam RUU Rokok, tembakau pada waktu itu ada ayat yang dihilangkan,” tandas Ahmad Yani.
Bantahan Ganjar Pranowo
Politikus PDI-P Ganjar Pranowo turut menyesalkan pembakaran bendera PDI-P dalam aksi menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila ( RUU HIP).
“Tidak setuju boleh, tapi merusak janganlah. Ini pasti ada yang tidak suka dengan situasi kondisi politik yang berjalan hari ini, sehingga mereka ingin mendistorsi,” kata Ganjar kepada para wartawan, Kamis (25/6/2020).
Gubernur Jateng ini membantah tuduhan PDI-P berpaham Partai Komunis Indonesia (PKI). Dia menegaskan, PDIP justru tidak setuju dengan paham PKI.
“Saya orang PDIP sudah cukup lama, dan saya bukan PKI. Kami PDI juga tidak setuju dengan PKI. Itu clear. Semua paham yang dilarang kami tidak ada di sana, karena kami berada pada barisan yang sesuai konstitusi dan dasar negara,” tegasnya.
Menurutnya, isu tersebut hanya ditempelkan untuk memprovokasi. Ia juga heran, kenapa pada aksi itu mereka menyandingkan bendera PDI-P dengan bendera PKI.
“Saya tidak tahu mereka dapat bendera PKI dari mana, kalau bendera PDIP bisa dibeli, tapi kalau bendera PKI dari mana? Dugaan saya, mereka nyablon sendiri,” pungkasnya.
Untuk diketahui, pembakaran bendera PDI-P terjadi pada saat aksi unjuk rasa penolakan terhadap RUU Haluan Ideologi Pancasila, di Gedung DPR, Rabu (24/6/2020). Aksi demonstrasi tersebut diketahui dilakukan oleh beberapa organisasi keagamaan yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti-Komunisme.[IZ]