Islamtoday ID – Upaya menanamkan moderasi beragama semakin gencar. Kementerian Agama bahkan menerbikan modul khusus untuk madrasah. Padahal, masalah utama pendidikan Islam bukan moderasi beragama, melainkan akhlak mulia.
Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Prof Kamaruddin Amin mengatakan, moderasi beragama harus diperkenalkan sejak dini dan secara terstruktur. Oleh karena itu pihaknya menerbitkan modul moderasi beragama untuk siswa madrasah.
“Moderasi beragama harus diperkenalkan sejak dini secara masif terstruktur dan terukur,” ujar Dirjen Pendis Kemenag, Prof Kamaruddin Amin, Ahad (5/7/2020)
Seperti dipaloprkan republika.co.id Senin (6/7/2020) Modul dengan judul “Membangun Karakter Moderat: Modul Penguatan Nilai Moderasi Beragama pada RA-MI dan MTs-MA” disusun oleh para akademisi Pusat Kajian dan Pengembangan Pesantren Nusantara (PKPPN)-IAIN Surakarta dan guru-gurutersebut, siap digunakan pada 13 Juli 2020. Kemenag menargetkan seluruh siswa madrasah dapat mempraktikkan apa yang ada di dalam modul moderasi beragama tersebut.
Sementara itu, Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama, A Umar menambahkan, modul ini hadir sebagai panduan guru dalam rangka memperkuat karakter moderat siswa.
Menurutnya, nilai-nilai moderat penting ntuk dikenalkan sejak dini dalam rangka merawat Kebhinekaan Indonesia. . Ia berharap dengan modul tersebut dapat meningkatkan kualitas peserta didik madrasah sehingga memiliki ilmu dan pengetahuan yang mumpuni dan berkarakter moderat dengan wawasan kebangsaan yang kuat.
“Generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga santun dalam menyikapi dinamika kehidupan,” jelas Umar.
Memahami Masalah
Moderasi beragama mulai menggelinding pada era Menteri Agama (Menag) periode (2014-2019), Lukman Hakim Saifuddin. Menurutnya, Moderat ialah tidak menjadi orang yang ekstrem, dan juga ekstrem kiri. Melainkan berada di tengah-tengah.
Menurut Lukman, ekstrem kanan adalah mereka yang mengkafirkan sesama Muslim, mudah menyesatkan, dan menambah ajaran Islam. Sementara yang kiri ialah mereka yang liberal.
Sementara itu menurut peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), Dr. Adian Husaini, mengatakan masalah utama dalam pendidikan Islam saat ini terkait dengan akhlak mulia.
Terlebih pada pasa; 31 ayat 3 konstitusi mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-undang. Maka yang mendesak sebenarnya bukan menanamkan, moderasi beragama. Agenda besar Kemenag seharusnya menjamin pendidikan sekolah-sekolah dibahwa Kemenag berikhtiar melahirkan siswa beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.
“Harapannya supaya lembaga pendidikan di bawah Kemenag betul-betul menjadi contoh teladan ajaran Islam. Berdasarkan konstitusi, meningkatkan keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia. Jangan sampai siswa madrasah lebih buruk dari anak sekolah umum. Ini agenda besarnya,” ucap Adian.
Pendiri Pondok Pesantren at-Taqwa Depok ini menambahkan, setiap orang yang beriman, bertakwa dan memiliki akhlak mulia pasti tidak akan menjadi pribadi yang ekstrem. Ketika orang menjalankan islam dengan baik, maka sudah pasti memhami dan menghamalkan prinsip wasathiyah.
Oleh karena itu, menurutnya program pemerintah dengan memunculkan istilah moderasi dikhawatirkan tidak akan berhasil. Selain itu, modul moderasi beragama dikahwatirkan justru akan menambah beban guru.
“Modul moderasi beragama dikhawatirkan akan menambah beban guru. Selama ini kan guru sudah mengajarkan akhlak yang mulia, sekarang ditambah moderat, apa perlu ditambah,” kata Adian.
Penulis: Arief Setiyanto