IslamToday ID — Pihak istana lengkap dengan partai koalisi secara kompak menyatakan, bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) No. 44 P/HUM/2019 tidak berpengaruh terhadap keabsahan Jokowi-Amin sebagai Presiden dan Wapres terpilih hasil Pemilu 2019. Pihak istana menilai kemenangan pasangan Jokowi-Amin telah memenuhi persyaratan UUD 1945.
“Pasangan tersebut telah memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6A ayat (3) UUD 45. Yaitu, mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum, mendapatkan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia,” kata Dini Purwono, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, seperti dilansir kumparancom (8/7/2020).
Dini juga menyebut bukti lain kemenangan pasangan Jokowi-Amin, yakni kepemilikan sertifikat rekapitulasi penghitungan perolehan suara Pilpres 2019. Sertifikat tersebut ditandatangani oleh 7 anggota KPU dan pihak Jokowi-Amin yang ditandatangani oleh I Gusti Putu Artha. Dalam Sertifikat itu Jokowi-Amin menang dengan capaian suara sebanyak 55,50%
“Jelas bahwa pasangan Presiden dan Wakil Presiden, Jokowi-Ma’ruf Amin, memperoleh 55,50 persen suara dari total jumlah suara dalam pemilu dan menang di 21 provinsi dengan perolehan suara lebih dari 50 persen di setiap provinsi,” ungkap Dini.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum mengatakan alasan mengapa pasal 3 ayat 7 PKPU No.5/2019 yang dihapus dihapus oleh MA bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 416 ayat 1 Undang-undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilu.
Ia berpandangan bahwa pasal tersebut mengatur jika peserta pemilu hanya terdiri dari dua pasangan calon (paslon) maka KPU bisa menetapkan paslon dengan suara terbanyak sebagai yang terpilih. Oleh karenanya syarat minimum perolehan suara di setiap provinsi menjadi hilang dalam pasal 3 ayat 7 PKPU No.5/2019.
Koalisi Kompak
Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya menyatakan putusan MA itu tidak berkaitan dengan kemenangan Jokowi-Amin. Menurutnya, putusan MA hanya koreksi terhadap Peraturan KPU (PKPU) dan bukan emenangan Jokowi-Amin. Telebih kemenngaan Jokowi-Amin sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Willy menegaskan hasil Pilpres 2019 sudah sah secara konstitusi
“Hasil uji materi Rachmawati atas Pasal 3 ayat (7) PKPU Nomor 5 Tahun 2019 secara hukum tidak berkaitan dengan kemenangan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin,” kata Willy, Selasa (7/7).
Partai Gerindra yang kini turut masuk dalam gerbong koalisi justru menuduh ada pihak-pihak yang mencoba memperkeruh suasana. Juru bicara Partai Gerindra, Habiburokhman menduga ada pihak yang menyebarkan narasi negatif terkait putusan MA No.44 P/HUM/2019.
“Dengan tujuan memecah konsentrasi rakyat. Rakyat dipasok info palsu tersebut agar persoalan-persoalan besar luput dari perhatian,” ujar anggota Komisi III DPR itu, Rabu (8/7/2020)
Habiburokhman menuturkan, pasangan Jokowi-Ma’ruf menang dengan jumlah suara sebesar 55,50 persen suara, sedangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno hanya memperoleh 44,50 persen suara. Jokowi-Amin menang di 21 Provinsi, sedangkan Prabowo-Sandi unggul di 13 provinsi. Dari fakta tersebut, pasangan Jokowi-Ma’ruf telah memenuhi Pasal 3 ayat (1) PKPU Nomor 5 Tahun 2019, UUD 1945 dan UU Pemilu.
“Faktanya jauh panggang dari api, putusan MA tersebut memang ada, tapi sama sekali tidak berpengaruh dengan hasil pilpres,” ujar Habiburokhman
Barang Bekas
Pengamat politik Rocky Gerung menilai putusan MA tersebut berdasarkan hukum positifistik ialah sesuatu yang sudah lewat. Ia mengibaratkannya putusan MA itu bagai barang bekas dalam konteks hukum. Sehingga tidak ada lagi manfaatnya. Sebab hukum tidak berlaku surut.
Meskipun demikian, ‘barang bekas’ yang di produksi MA itu masih berguna dalam konteks politik. Barang bekas itu memmiliki ‘jejak’ yang mengundang rasa ingin tahu masyarakat.
“Permainan politik akhirnya menemukan bahwa kendati Sesuatu itu sudah bekas tetapi dia berguna untuk menghasilkan energi perubahan,” kata Rocky dalam channel Youtube Heru Subeno pada (8/7/2020).
Pandangan Rocky rupanya tidak keliru. Banyak pihak yang haus rasa ingin tahu, mengapa rilis putusan MA itu berselang hingga 9 bulan lamanya. Politisi PKS Mardani Ali Sera, juga penasaran mengapa putusan penting itu baru dirilis MA.
“Kenapa baru dikeluarkan sekarang keputusannya,” Kata Mardani
Menurut Mardani, dampak putusan MA ini selanjutnya perlu dikaji. Ia meminta KPU perlu menindaklanjuti keputusan MA itu.
“Terkait keabsahan hasil pemilu, dampak keputusan ini masih perlu kajian lanjutan. PKS akan terus mendorong semua pihak berpegang pada ketentuan perundang-undangan,” imbuhnya
Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay, merasa aneh dengen panjangnya rentan waktu rilis putusan MA tersebut. Putusan itu baru dirilis hampir satu tahun setelah selesainya pemilu.
“Merasa aneh aja, kenapa baru sekarang?,” ujarnya
Ia merasa jawaban MA tidak memuaskan. MA mengaku sibuk sehingga baru sempat merilis putusan itu. Selain itu MA mengklaim rilis yang dikeluarkan masih dalam koridor aturan dan tidak menyalahi.
“Kenapa memilih sekarang, nggak memilih kemarin? Oke, masih di koridor yang dibolehkan, tapi kenapa dia memilih waktu di akhir, nggak di awal saja?” imbuhnya.
Saleh menambahkan, lambatnya putusan dan rilis MA menjadi pelajaran untuk penyelenggaraan pemilu mendatang, termasuk pilkada. Ia menilai tidak perlu ada penundaan untuk sebuah putusan kontekstual agar tidak menimbulkan perdebatan.
“Ini contoh bukan hanya untuk penyelenggara pemilu, KPU, Bawaslu, dan kontestannya, tapi juga untuk mahkamah, dalam hal ini Mahkamah Agung, kalau misalnya ada putusan yang kontekstual ya harus diputuskan lah, jangan menunda terlalu lama,” pungkasnya
Penulis: Kukuh Subekti, Arief Setiyanto