IslamToday – Masyarakat sempat digegerkan dengan rumor bahwa Kementerian Agama menghapus mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab dari Madrasah. Rumor meresahkan ini mencuat lantaran Surat Edaran Ditjen Pendidikan Islam Kemenag ‘bocor’ di media sosial.
Faktanya, Surat Edaran Kemenag yang viral di media social bukan berkenaan dengan penghapusan pelajaran PAI dan Bahasa Arab. Edaran tersebut menyampaikan perubahan kurikulum pelajaran PAI dan Bahasa Arab.
Edaran tersebut menjelaskan bahwa kurikulum pelajaran PAI dan Bahasa Arab yang diatur dalam KMA Nomor 165 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 tidak berlaku lagi. Sebagai gantinya, Kemenang menyuguhkan kurikulum PAI dan Bahasa Arab yang baru melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) 183 Tahun 2019 dan KMA 184 Tahun 2019.
Kepala Seksi Humas Kementerian Agama Khoiron Durori menilai masyrakat salah memahami kalimat di surat edaran yang tersebar. Menurutnya tidak ada perubahan besar dalam kurikulum yang baru.
Mata pelajaran dalam pembelajaran PAI dan Bahasa Arab yang diatur dalam KMA 183 Tahun 2019 masih sama dengan KMA 165 Tahun 2014. Yakni masih menyuguhkan pelajaran Quran Hadist, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan Bahasa Arab.
Lanjutnya, KMA 183 Tahun 2019 hanya memperbaiki subtansi materi pelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Kemenag juga telah menyiapkan materi pembelajaran PAI dan Bahasa Arab yang baru, sehingga baik guru dan peserta didik tidak perlu membeli buku. Buku-buku tersebut bisa diakses dalam website e-learning madrasah.
Rekonstruksi Khilafah dan Jihad
Perubahan kurikulum melalui KMA 183 dan 184 tahun 2019 tidak lepas dari proyek moderasi beragama yang digulirkan kemenag. Selain itu perubahan kurikulum juga dalam rangka merekonstruksi pengertian khilafah dan jihad.
Sebelumnya kementerian agama telah melakukan sensor dan revisi pada 155 buku pelajaran yang dinilai ‘memuat ajaran radikal dan ekslusif. Buku buku tersebut dinilai rawan disalah artikan, sehingga perlu direvisi.
Sebanyak 155 buku yang dianggap’bermasalah’ terdiri dari pelajaran Quran Hadist, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Revisi terhadap 155 judul buku tersebut kini telah selesai dan siap digunakan.
“Kami telah melakukan review 155 buku pelajaran. Konten yang bermuatan radikal dan eksklusivis dihilangkan. Moderasi beragama harus dibangun dari sekolah,” kata Menag Fachrul seperti dilansir dari CNNIndonesia.com (2/7/2020).
Dikutip dari kompas.com 11 Juli 2020, Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kemenag A. Umar mengatakan KMA 183 Tahun 2019 dan KMA 184 Tahun 2019 meletakan materi sejarah khilafah, jihad, dan moderasi beragama secara korelatif.
Materi tersebut disuguhkan dalam berbagai bentuk perjuangan umat Islam sejak zaman nabi hingga perkembangan Islam masa kini.
Materi jihad dikemas dalam perspektif baru. Yakni dengan menggali makna dan menanamkan nilai-nilai perjuangan dari masa perjuangan Rasulullah, sahabat, walisongo hingga para ulama untuk membangun peradaban yang melahirkan khazanah keilmuan dan keislaman.
Sementara itu, pembelajaran khilafah disajikan disajikan dalam perspektifmenjelaskan karakteristik dan pola kepemimpinan Rasulullah dan Khulafa’ur Rasyidin dalam membangun masyarakat Madinah, hingga masa Islam modern yang diwarnai dengan nilai jihad dan moderasi beragama dalam menjaga keberagaman dan memperkuat civic society.
Rekonstruksi terhadap materi khilafah dan jihad merupakan jalan tengah yang dipilih Menteri Agama Fachrul Razi setelah gagal menyingkirkan dua materi itu dari madrasah. Pasalnya, penghapusan materi khilafah dan jihad menjadi salah satu misi penting Menag Fachul Razi. Ia dengan tegas menyatakan bahwa faham dan ajaran tersebut merugikan bagi keutuhan bangsa Indonesia.
Seperti dilaporkan CNNIndonesia.com (11/11/19), ia mengaskan bahwa pemerintah Indonesia melarang faham khilafah. Ia berargumen paham seperti itu lebih banyak unsur merugikan bagi keutuhan bangsa Indonesia.
“Saya sudah mulai lakukan secara tegas kita katakan khilafah tidak boleh ada di Indonesia. Memang kalau ngomong khilafah ini kan kalau dilihat dari aspek-aspek Alquran atau hadis-hadis dan lain sebagainya, kontroversial. Kalau kita berdebat enggak akan selesai-selesai,” kata Fachrul dalam lokakarya di sebuah hotel di Jakarta, Rabu (30/10).
Pada tahun 2019 lalu dilakukan langkah taktis melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama. Targetnyam fokus pada rencana penghapusan konten-konten yang dinilai bermasalah seperti khilafah.
Seluruh konten yang berpotensi disalah pahami oleh siswa akan dihapus oleh Kemenag. Salah satunya dengan melakukan sensor dan merombak isi buku pelajaran agama. Hal itu dilakukan mulai dari materi tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.
Hal tersebut lantas mendapat reaksi keras DPR dan tokoh muslim. Akhirnya kemenag memilih untuk merevisi 155 judul buku yang dinilai berpotensi menimbulkan ‘masalah’ lantaran memuat ajaran khilafah dan jihad.
Penulis: Arief Setiyanto