IslamToday ID — Presiden Joko Widodo baru-baru ini menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) 76 tahun 2020 yang merevisi Perpres 36 tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja.
Perlu diketahui, Perpres 76 yang ditandatangani Jokowi pada 7 Juli 2020 ini tercatat sejumlah perubahan krusial dari aturan sebelumnya.
Kontroversi yang meliputi program Kartu Prakerja ini berujung pada pembekuan program pada 30 Juni lalu, hingga munculnya Peraturan Presiden (Perpres) 76 tahun 2020. Tampaknya, gelagat sejumlah langkah ini merupakan antisipasi pihak Istana dalam rangka mengamankan program ini agar tidak menjadi bumerang, pasca dilaporkannya program Kartu Prakerja ke Kejaksaan Agung dan dikritiknya program ini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena berpotensi merugikan keuangan negara.
Sejumlah Poin Revisi
Perubahan pertama ditemui pada Pasal 3 ayat 3, yang menjelaskan kartu prakerja diberikan kepada pekerja atau buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi prakerja. Dalam beleid baru ini ditambahkan penjelasan bahwa pekerja atau buruh yang dimaksud termasuk mereka yang ‘dirumahkan’ dan pekerja bukan penerima upah seperti pelaku UMKM.
Kemudian, revisi selanjutnya terjadi pada Pasal 5 ayat 2 yang menyebutkan penerima kartu prakerja berhak mendapat bantuan biaya dengan besaran tertentu untuk mengikuti pelatihan. Sementara, dalam aturan lama, hanya disebutkan pelatihan yang dimaksud hanya berupa pembekalan kompetensi kerja. Baru pada aturan baru, ditambah poin ‘kewirausahaan’.
Perubahan selanjutnya terdapat pada pasal 8 yang menjelaskan mengenai insentif bagai penerima kartu prakerja. Pada aturan lama, hanya disebutkan bahwa insentif diberikan dalam rangka meringankan biaya mencari kerja. Dalam aturan baru, ditambahkan poin insentif juga diberikan untuk ‘meringankan biaya hidup’.
Sementara itu, revisi lainnya terdapat dalam Pasal 10 yang mengatur mengenai prosedur pendaftaran kartu Prakerja. Pada aturan lama disebutkan bahwa pendaftaran program kartu prakerja hanya bisa dilakukan secara daring melalui situs resmi Prakerja.
Kemudian dalam Perpres 76 terbaru, ada penambahan dua ayat yang menjelaskan dalam keadaan tertentu, pendaftaran Kartu Prakerja bisa dilakukan secara luring melalui kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah.
“Keadaan tertentu yang dimaksud meliputi terbatasnya infrastruktur telekomunikasi dan pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat,” demikian bunyi ayat 4 Pasal 10, mengutip laporan Republika.
Selain itu, pada pasal 11 terdapat tambahan dua ayat yang menjelaskan mengenai seleksi program Kartu Prakerja. Pada aturan yang lama tidak dijelaskan secara spesifik bagaimana seleksi yang dilakukan.
Dalam Perpres baru, terdapat tambahan penjelasan bahwa seleksi menggunakan data kependudukan atau data lain yang dikelola oleh Kementerian/Lembaga, pemda, atau instansi terkait. Seleksi juga memprioritaskan pendaftar tertentu berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Komite Cipta Kerja.
Kemudian, perubahan penting lainnya, Perpres 76 terbaru ini menambahkan satu bab baru yang secara spesifik menjelaskan mengenai pelaksanaan program kartu prakerja di masa pandemi Covid-19. Pasal 12A secara gamblang menyebutkan bahwa pelaksanaan program kartu prakerja di masa pandemi ini bersifat ‘bantuan sosial’, untuk menanggulangi dampak Covid-19.
Dalam pelaksanaannya, Komite Cipta Kerja dapat melakukan penyesuaian kebijakan atau tindakan terkait dengan pendaftaran, pelatihan, kemitraan, biaya pelatihan, dan insetif, serta kebijakan lain apabila diperlukan.
Pada Pasal 15 dijelaskan mengenai susunan organisasi Komite Cipta Kerja. Jika pada aturan lama hanya terdapat enam anggota, maka saat ini posisinya bertambah menjadi 12 anggota. Posisi anggota baru diduduki oleh Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung, kapolri, Kepala BPKP, dan Kepala LKPP.
Selain itu, perubahan penting lain terdapat pada Pasal 31A yang menyebutkan bahwa pemberian manfaat serta pemilihan ptaform digital dan lembaga pelatihan tidak termasuk dalam lingkup pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah. Meskipun demikian, pelaksanaannya tetap memperhatikan tujuan, prinsip, dan etika pengadaan barang/jasa pemerintah.
Perubahan lainnya ada pada Pasal 31D mengenai peluang Manajemen Pelaksana mengajukan tuntutan pidana kepada penerima Kartu Prakerja yang sengaja melakukan pemalsuan identitas atau data pribadi.
“Manajemen pelaksana mengajukan tuntutan pidana yang dapat digabungkan dengan tuntutan ganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi Pasal 31D.
Perlu diketahui sebelumnya, Manajemen Pelaksana (MP) Program Kartu Prakerja memutuskan menghentikan seluruh transaksi dan paket pelatihan yang ditawarkan oleh mitra platform digital. Keputusan ini tertuang dalam surat bernomor S-148/Dir-Eks/06/2020 yang ditandatangani Direktur Eksekutif MP Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari, tertanggal 30 Juni 2020.
Denni menjelaskan yang dihentikan adalah paket pelatihannya, bukan program Kartu Prakerja. Maka, pemegang kartu masih bisa membeli pelatihan prakerja secara eceran. Paket dihapus, pelatihan hanya dijual secara satuan saja.
“Yang dihentikan paketnya ya, bukan pelatihannya atau malah programnya. Jadi bisa dipilih eceran,” ujar Denni pada Kamis (2/7).
Kebijakan untuk menghapus paket pelatihan ini diambil setelahManajemen Pelaksana (MP) Kartu Prakerja melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelatihan yang diselenggarakan Lembaga Pelatihan Program Kartu Prakerja.
Evaluasi itu mencakup pemenuhan kewajiban Lembaga Pelatihan dalam memberikan pelatihan kepada penerima manfaat Kartu Prakerja, dan penilaian peserta pelatihan terhadap instruktur, sarana prasarana, dan program pelatihannya.
Evaluasi tersebut melahirkan empat butir kesimpulan yang menjadi dasar penghentian paket pelatihan prakerja. Pertama, beberapa mitra platform digital kartu prakerja membuat dan menawarkan produk paket pelatihan (bundling) yang terdiri atas beberapa jenis atau kelas pelatihan. Paket pelatihan ini diselenggarakan oleh satu atau beberapa lembaga pelatihan di masing-masing platform digital (paket pelatihan).
Kedua, ditemukan bahwa tidak ada mekanisme yang dapat memastikan bahwa setiap peserta yang mengambil atau membeli paket pelatihan menyelesaikan seluruh jenis atau kelas pelatihan yang ditawarkan dalam paket pelatihan tersebut, setelah mereka mendapat insentif tunai.
Ketiga, sebagai akibat dari poin kedua, maka tidak ada laporan mengenai penilaian peserta pelatihan terhadap instruktur, sarana prasarana, dan program pelatihan untuk satu atau beberapa jenis atau kelas pelatihan yang ada dalam masing-masing paket pelatihan tersebut.
Keempat, Manajemen Pelaksana tidak dapat melaksanakan tugasnya untuk melakukan evaluasi terhadap satu atau beberapa jenis atau kelas pelatihan yang ada di dalam masing-masing paket pelatihan tersebut.
Mengacu pada empat poin temuan tersebut, maka Manajemen Pelaksana (MP) memutuskan untuk menghentikan seluruh transaksi dan penjualan paket pelatihan dari seluruh platform digital. Platform digital yang dimaksud ada delapan unit, yakni Skill Academy by Ruangguru, Bukalapak, MauBelajarApa, Pijar Mahir, Pintaria, SekolahMu, Sisnaker, dan Tokopedia.
“Kami minta agar Mitra Platform Digital melakukan seluruh langkah-langkah yang dianggap perlu terkait dengan keputusan tersebut. Termasuk dan tidak terbatas pada mencabut dan menghentikan penjualan paket pelatihan sebagaimana dimaksud di atas kepada seluruh peserta atau penerima manfaat Prakerja,” pungkas Denni.
Program Kartu Prakerja diluncurkan oleh pemerintah pada Maret 2020 lalu. Kartu Prakerja adalah salah satu janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pilpres 2019 yang akhirnya direalisasikan di tengah pandemi Covid-19.
Kritik luas mengenai pelaksanaan kartu prakerja banyak dilontarkan berbagai pihak. Bahkan, KPK merekomendasikan pelatihan gelombang ke-4 ditunda karena temuan KPK atas adanya program pelatihan yang berpotensi fiktif, tidak efektif, hingga merugikan keuangan negara. Selain itu, adanya kritik bahwa kartu prakerja sulit diakses oleh mereka yang tidak memiliki kemampuan gawai dan kuota internet yang mencukupi.
Selain itu, terkait konflik kepentingan dan pelanggaran etika yang berujung pada mundurnya Founder Ruang Guru Belva Devara dan Andi Taufan sebagai stafsus milenial Presiden Jokowi, akhir April lalu.
Rentetan kontroversi yang meliputi program Kartu Prakerja ini berujung pada pembekuan program pada 30 Juni lalu, hingga munculnya Peraturan Presiden (Perpres) 76 tahun 2020. Tampaknya, gelagat sejumlah langkah ini merupakan antisipasi pihak Istana dalam rangka mengamankan program ini agar tidak menjadi bumerang, pasca dilaporkannya program Kartu Prakerja ke Kejaksaan Agung
Dilaporkan ke Kejagung
Sebelumnya Wakil Ketua DPD RI, Sutan Bachtiar Najamudin berharap agar pemerintah tidak hanya menghentikan paket pelatihan kartu prakerja. Ia berkeinginan agar pemerintah sekaligus menghentikan program kartu prakerja.
Sutan pun mendesak agar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, bisa membuat program pengganti kartu prakerja yang bisa mengurangi angka pengangguran.
“Terlebih dampak dari Pandemi Covid-19 ini tidak sedikit para buruh dan tenaga kerja yang dirumahkan alias kehilangan pekerjaan,” ujarnya dilansir dari Republika Sabtu, (4/7/2020).
Tidak hanya diminta dihentikan secara permanen. Program kartu prakerja juga telah dilaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Pihak yang melaporkan program andalan Presiden Jokowi ini ialah Tim Pusat Advokasi Hukum dan Konstitusi. Yang telah menerima kuasa dari Lucky Nugraha dan Furkon.
Mereka melaporkan terkait pemilihan delapan mitra proyek kartu prakerja yang dipilih berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Terutama Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa yakni harus melalui skema tender maupun lelang.
“Memohon kepada Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas Proyek Program Kartu Prakerja dari mulai pengadaannya, penunjukannya, penentuan Delapan Mitra Program Kartu Prakerja, maupun penandatangannya,” dalam siaran pers Tim Pusat Advokasi Hukum dan Konstitusi dilansir dari Sindonews (30/6/2020).
Tim pelapor juga meminta agar Kejagung untuk melakukan audit secara menyeluruh terhadap delapan mitra kartu prakerja. Terutama dasar penentuan harga program pelatihan yang di saat bersamaan juga bisa diakses gratis.
Tidak hanya itu, perlu diungkap apakah ada unsur mark up atau tidak. Tim pelapor juga meminta agar mitra kartu prakerja turut bertanggung jawab kepada publik dalam akuntabilitas dan transparansi sebab turut menggunakan uang negara yang terdapat dalam APBN.
“Memohon kepada Kejaksaan Agung untuk menelusuri pejabat negara atau penyelenggara pemerintahan ataupun mantan staf khusus sebagai bagian pengurus atau direksi atau komisaris dari salah satu mitra program Kartu Prakerja. Sebab, hal demikian merupakan ‘konflik kepentingan’ sebagaimana Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” terang Tim Pusat Advokasi Hukum dan Konstitusi.[IZ]