IslamToday ID —Perekonomian Indonesia kian terpuruk, hutang pemerintah terus menumpuk. APBN ini donesia jebol, dengan defisit yang semakin melebar diangka 6,34%, setara 1.039,2 triliun terhadap PDB.
Alih alih mecari jalan memulihkan kondisi ekonomi. Presiden Jokowi mengeluarkan jurus ‘pengiritan’ dengan membubarkan belasan lembaga negara. Rencana ini rupanya telah matang, sebab Presiden secara berani menyampaikanya pada Sidang Paripurna Kabinet (18/6). Kemudian Presiden mengulang kembali rencana pembubaran lembaga negara itu pada Senin (13/7) kemarin. Jokowi mengungkapkan, akan menghapus 18 lembaga negara dalam waktu dekat.
“Semakin ramping organisasi, ya cost-nya kan semakin bisa dikembalikan. Anggaran, biaya. Kalau bisa kembalikan ke kementerian, dirjen, direktorat, direktur. Kenapa kita harus pakai badan-badan itu lagi, ke komisi-komisi itu lagi,” kata Presiden Jokowi, sperti dikutip dari cnnindonesia.com (14/7/2020).
Lebih lanjut Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menjelaskan, 18 lembaga yang hendak dibubarkan adalah lembaga yang diatur dalam peraturan pemerintah (PP) atau peraturan presiden (Perpres). Sementara lembaga yang dibuat berdasarkan undang-undang harus lebih dulu dibahas dengan DPR.
Moeldoko mengungkapkan, Badan Restorasi Gambut (BRG) menjadi salah satu lembaga yang berpotensi dihapus. BRG dibentuk pada 6 Januari 2016 melalui Perpres No.1/2016. BRG ditargetkan merestorasi 2,67 juta hektar lahan dengan anggaran sebesar Rp 10,593 triliun. Masa tugas lembaga ini habis pada 31 Desember 2020 mendatang, kecuali jika diperpanjang oleh Presiden.
Moeldoko menambahkan, Komisi Nasional Lanjut Usia dan Badan Standarisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan (BSANK) juga berpotensi dibubarkan.
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi (Menpan/RB), Tjahjo Kumolo tampaknya membantu presiden untuk menyeleksi lembaga mana yang perlu dihapus. PAda 7 Juli 2020 Tjahjo mengaku tengah melakukan kajian terhadap 96 lembaga negara. Selain itu ia juga mengatakan penghapusan lembaga negara yang disampaikan presiden, bukan pertama kali dilakukan. Sebebelumnya, ketika awal menjabat sebgai Presiden tahun 2014 lalu, Jokowi telah menghapus 24 lembaga negara.
“Kementerian PAN dan RB mencoba melihat mencermati lembaga-lembaga yang urgensinya belum maksimal dan memungkinkan untuk diusulkan pembubaran. Masih ada 96 yang sedang kita cek koordinasikan dengan kementerian/lembaga untuk menungkinkan dihapus atau ada yang dikurangi dari 96 komisi/ lembaga yang ada,” tutur Tjahjo dikutip dari beritasatu.com (7/7/2020).
Jurus pengiritan tidak hanya digulirkan Presiden Jokowi. Para menteri juga mengeluarkan jurus serupa. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghentikan penerimanaan CPNS hingga tahun 2024 mendatang. Selain Kemenekeu, Kementerian PAN RB juga mengumumkan tidak membuka lowongan CPNS hingga tahun 2021 mendatang.
Rentetan Penghapusan
Pada 4 Desember 2014 melalui Perpres No.176/2014, Presiden Jokowi membubarkan sepuluh lembaga. Kesepuluh lembaga negara tersebut ialah Lembaga Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Dewan Buku Nasional, Komisi Hukum Nasional, Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Nasional, Komite Antar Departemen Bidang Kehutana.
Selain itu, Badan Pengembangan Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu, Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia, dan Dewan Gula Indonesia.
Pada 21 Januari 2015, Presiden Jokowi meneken Perpres No. 16/2015. Dengan aturan ini ia membubarkan dua lembaga negara, yaitu Badan Pengelolaan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut, dan Dewan Nasional Perubahan Iklim.
tahun 2016, dengan Perpres No. 116/2016, Presiden Jokowi membubarkan 9 lembaga. Sembilan lembaga tersebut ialah Badan Benih Nasional, Badan Pengendali Bimbingan Massal, Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan.
Selain itu, Komite Pengarah Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus, Pulau Batam, Pulau Bintan, Pulau Karimun, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi, Dewan Kelautan Indonesia, Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis.
Di tahun 2016, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional juga dibubarkan melalui Perpres No.124/2016. Pada tahun 2017 Presiden Jokowi membubarkan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo melalui Perpres No.21/2017.
Jurus Tidak Efektif
Rencana pembubaran 18 lembaga negara dinilai tidak efektif. Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah. Ia berpendapat rencana penghapusan 18 lembaga negara belum tentu membuat tujuan penghematan anggaran ini bisa tercapai. Pasalnya, para pegawai di lembaga yang dihapus hanya akan digeser ke kementerian yang senomenklatur. Artinya hanya akan ada pengalihan belanja pegawai dari lembaga ke kementerian.
“Penyesuaian di kementerian yang menampung pegawai itu tidak mudah. Malah jadi masalah baru,” jelas Trubus (14/7/2020).
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran (UNPAD) Yogi Suprayogi Sugandi mendukung rencana presiden Jokowi. Menurutnya rencana penghapusan 18 lembaga tersebut nantinya akan mampu menghemat anggaran hingga Rp 100 miliar.
“Dengan anggaran sekarang dan dengan adanya Covid-19, mendesak lembaga-lembaga ini dibubarkan. Untuk penghematan anggaran, tepat,” jelasnya.
Sebelumnya juga mencuat kabar pembubaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sejumlah politisi mendukung rencana tersebut. Namun rencana itu menuai kritik dari Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira. Bhima mempertanyakan ada apa dengan para politisi yang ramai-ramai mendorong pembubaran OJK.
“Karena tidak ada jaminan OJK dibubarkan, dikembalikan ke BI bisa lebih efektif. Jangan pakai sentimen politiklah. Keluarkan dulu kajian lengkapnya dan tawaran opsinya,” kata Bhima dikutip dari cnbcindonesia (14/7/2020).
Sementara itu, di tengah rencana pembubaran lembaga negara, politisi Gerindra Fadli Zon mengusulkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dibubarkan. Ia berpendapat BPIP merupakan lembaga yang tidak penting dan cenderung melakukan pemborosan anggaran.
“Apalagi yang mau dibina, BPIP itu menurut saya lembaga tidak penting, seharusnya dibubarkan saja. BPIP hanya redundant, buang-buang uang, buang-buang resources, dan tumpang tindih,” kata Fadli (1/7/2020).
Penulis: Kukuh Subekti