IslamToday ID –Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya aliran dana APBN ke rekening pribadi. Kasus ini ditemukan di lima kementerian. Dana yang masuk kerekening pribadi mencapai miliaran rupiah.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan fakta tersebut terungkap dari Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) tahun 2019. Dari laporan tersebut ditemukan dana sebesar Rp 71,78 miliar dana APBN masuk ke rekening pribadi.
“Saya jelaskan hasil pemeriksaan itu menunjukan terdapat penggunaan rekening pribadi pada 5 Kementerian/ lembaga, untuk pengelolaan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara sebesar Rp 71,78 miliar,” kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna (21/7/2020).
Agung menjelaskan kelima kementerian dan lembaga negara yang dimaksud itu ialah Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kementerian Agama (Kemenag), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir atau Bapeten.
Kemenhan merupakan kementerian yang paling banyak menggunakan rekening pribadi. Di kementerian ini ditemukan dana sebanyak Rp 48,12 miliar yang berasal dari 62 rekening Bank. Selain Kemenhan, Kemenag merupakan kementerian kedua yang paling banyak menyimpan uangnya di rekening pribadi. Jumlahnya mencapai Rp 20,71 miliar. BPK mengklaim, belum menemukan adanya potensi kerugian di Kemenhan maupun Kemenag.
“Tidak ada kerugian negara. Risikonya kalau tidak izin Kemenkeu takutnya disalahgunakan,” jelas Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I BPK Hendra Susanto (21/7/2020).
Menurut BPK temuan itu hanya merupakan persoalan administrasi dan prosedural. BPK berencana meminta Kemenhan dan Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Kami akan memantau tindak lanjut Kemenhan posisi terakhirnya gimana. Kami minta Kemenkeu Kemenhan duduk bersama. Gimana membuat masalah ini jadi legal rekeningnya di sana,” ucap Hendra.
Aliran uang negara kerekening kribadi juga ditemukan lembaga pengawas pemilu. Di Bawaslu Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung ditemukan uang masuk ke rekening pribadi sebesar Rp 2,93 miliar. Uang tersebut masuk ke rekening atas nama FR yang merupakan staf pada Sub Bagian SDM Bawaslu Lampung.
Namun, BPK menyebut bahwa rekening tersebut hanya digunakan untuk rekening sementara untuk menyimpan dana sisa belanja kabupaten/kota dari Bawaslu.
Selain Bawaslu kabupaten/ kota provinsi Lampung, BPK juga mengemukakan penggunaan rekening pribadi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Rekening pribadi digunakan untuk menyimpan uang hasil lelang sitaan kayu ilegal pada tahun 2003.
Lembaga terakhir yang menggunakan rekening pribadi ialah Bapeten. Pada lembaga ini dugaan korupsi sangat dimungkinkan terjadi sebab dana yang disimpan ialah uang kegiatan Bapeten atas nama koordinator kegiatan.
Permasalahan Laporan Keuangan
Selain mengungkap aliran dana APBN di rekening pribadi, BPK juga mengungkap, adanya tiga belas masalah dalam laporan keuangan yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga negara pada tahun 2019.
Pertama kelemahan dalam penatausahaan piutang perpajakan pada Direktorat Jenderal Perpajakan. Kedua Kewajiban pemerintah selaku pemegang saham pengendali PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) belum diukur atau diestimasi.
Ketiga, Pengendalian atas pencatatan aset kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dan aset yang berasal dari pengelolaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia belum memadai.
Selain itu, pengungkapan kewajiban jangka panjang atas program pensiun pada LKPP tahun 2019 sebesar Rp2.876,76 triliun belum didukung standar akuntansi. Kelima, penyajian aset yang berasal dari realisasi belanja yang akan diberikan kepada masyarakat sebesar Rp44,2 triliun pada 34 kementerian/lembaga, ternyata tidak seragam. Selain itu terdapat penatausahaan dan pertanggungjawaban realisasi belanja dengan tujuan untuk diserahkan kepada masyarakat juga tidak sesuai dengan ketentuan.
Kemudian, penyaluran dana Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit pada tahun 2019 oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPD PKS) Kementerian Keuangan belum sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Pasalnya, aktivitas perkebunan dan penerima belum sepenuhnya valid, serta adanya dana peremajaan perkebunan kelapa sawit yang belum di pertanggungjawabkan.
Terkuak pula, adanya masalah skema pengalokasian anggaran untuk pengadaan tanah proyek strategis nasional. Pos pembiayaan tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Investasi tanah proyek strategis nasional untuk kepentingan umum tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2019 Tentang Investasi Pemerintah.
Selanjutnya, BPK juga menemukan, ketidaksesuaian waktu pelaksanaan program kegiatan dan tahun penganggaran atas kompensasi bahan bakar minyak dan listrik.
Kesembilan, adanya kelemahan dalam penatausahaan dan pencatatan Kas Setara Kas persediaan Aset Tetap dan Aset Tak Berwujud dalam kementerian dan lembaga. Contohnya penggunaan rekening pribadi untuk pengelolaan dana yang bersumber dari APBN. Selain itu, saldo kas yang tidak sesuai dari fisik, sisa kas terlambat atau belum disetor dengan penggunaan kas yang tidak dilengkapi dokumen pertanggungjawaban pada 34 kementerian lembaga.
Terdapat juga surat tagihan pajak terhadap kekurangan store yang belum diterbitkan oleh dirjen pajak dan keterlambatan penyetoran pajak dengan sanksi. Selain itu, ada pemberian fasilitas transaksi impor yang dibebaskan dan atau dipungut PPN dan PPh pada Ditjen Pajak. Namun ternyata barang tersebut terindikasi bukan merupakan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis.
BPK juga menemukan, kewajiban restitusi pajak yang telah terbit surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (SKPKPP) namun tidak segera di proses pembayarannya. Indikasinya belum diterbitkan SKPKPP serta keterlambatan penerbitan SKPKPP pada Ditjen Pajak.
Terakhir, ada pengelolaan PNBP dan piutang serta penganggaran pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja yang belum sesuai ketentuan pada sejumlah kementerian negara atau lembaga.
Selain menyebutkan tiga belas permasalahan yang harus segera ditindak lanjuti oleh pemerintah. BPK juga pernah mengungkapkan ada 2033 rekomendasi BPK yang belum dilaksanakan oleh pemerintah.
Ribuan rekomendasi tersebut bahkan sudah ditetapkan oleh BPK sejak tahun 2004, atas kelalaian pemerintah tersebut negara terancam dirugikan senilai Rp 2,68 triliun.
penulis: Kukuh Subekti