IslamToday ID -Mantan Menteri Koordinator (Menko) Maritim Rizal Ramli, sebut Indonesia telah masuk jurang resesi ekonomi. Namun demikian, tim ekonomi Jokowi Presiden Jokowi dan para pejabat lepas tanggung jawab. Tidak hanya itu mereka berlindung dibalik imunitas.
“pimpinan-pimpinan lepas tanggungjawab. Mereka berlindung di belakang imunitas,” ujar Rizal Ramli, Kamis (6/8/2020) dikutip dari talkshow tvone.
Lanjutnya, pejabat pelaksana di level dirjen tak berani mengambil resiko. Akibatnya, kebijakan ekonomi pemerintah sejak Maret lalu belum juga memberikan dampak pada perekonomian masyarakat.
“ yang tandatangan, kan mereka level direktur, mereka nggak mau masuk penjara karena ini uang besar,” terang RR.
Menurut RR, dalam situasi krisis seperti saat ini golongan masyarakat menengah ke bawah adalah golongan yang diprioritaskan. Ironisnya, RR menilai selama ini pemerintah berhasrat menyenangkan banyak pihak. Mislanya stimulus yang diberikan kepada koorporasi.
Lanjutnya, stimulus yang dikucurkan pemerintah kepada koorporasi tidak memberi dampak. Seharusnya pemerintah memompa daya beli masyarakat terlebih dahulu. Terutama pada golongan ekonomi menengah kebawah. .
“Kasih stimulus (ke koorporasi) untuk apa? Emang dia mau ningkatin produksi? Rugia dia, karena tidak ada permintaan,” tutur RR.
RR berpendapat, selama ini banyak kebijakan makro ekonomi pemerintah justru menyedot likuiditas dari masyarakat. Akibatnya uang yang beredar di masyarakat sangat rendah.
Di sisil lain para pejabat dalam tataran birokrasi ketakutan untuk mencairkan anggaran bantuan. Mereka tidak berani mengambil resiko. Paslanya, mereka tidak memiliki imunitas sebagaimana yang dimiliki oleh para menteri dan pimpinan lembaga pengelola anggaran Covid-19.
Padahal seharusnya sebagai seorang pemimpin, para menteri harus berani mengambil resiko, termasuk jika ia dimasukan ke dalam penjara.
Saat menjabat menteri perekonomian, RR mengaku berani dijebloskan kepenjara jika kebijakannya keliru. Ketika itu ia harus membuat pertumbuan ekonomi dari yang negatif menjadi positif. RR mengungkapkan, keberanian dan tidak adanya konflik kepentingan, membuat ia berani mengambil berbagai terobosan untuk mengeluarkan Indonesia dari situasi krisis.
Rizal Ramli berpendapat, saat ini satu-satunya hal yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dampak resesi di masyarakat ialah mendorong sektor pertanian. Ia menilai sektor pertanian, dan pangan cenderung positif. Menurutnya jika sektor pangan itu bagus , maka rakyat pun pikirannya akan menjadi tenang.
“Pemerintah harus genjot soal pertanian-pangan, itu yang mungkin bisa mengurangi dampak sosial dan dampak ekonomis daripada resesi,” ucap RR.
Nestapa Petani Indonesia
Faktanya, nasib petani Indonesia sangat memilukan. Pemerintah tidak mampu memberikan proteksi harga komoditas. Akibatnya, harga komoditas yang ditanam petani anjlok.
Nasib naas itu misalnya dialami oleh Triswanto, seorang petani tomat di Boyolali. Ia menuturkan harga tomat anjlok. Biasanya harga tomat dihargai Rp 5000 per kilogram. Namun harga tomat turun drastic hingga Rp 1000 sampai 1500 per kilogram ditengah pandemic covid-19.
“Petani di sini parah terdampaknya. Harga tomat [hijau] seperti ini hanya Rp1.000 per kilogram sedang tomat merah Rp1.500 per kilogram,” ucapnya.
Padahal, biaya perawatan yang telah dikeluarkan tidak sedikit. biasanya ia menghabiskan biaya hingga Rp 4juta yang digunakan untuk membeli bibit, pupuk, obat dan membayar tenaga pekerja.
Triswanto mengaku terpaksa memanen lebih awal. Hal itu dilakukan untuk meminimalisir kerugian. Ia terpaksa menerima harga jual yang sangat rendah.
Nasib yang sama dialami Jono. Petani cabai dari Boyolali ini juga terdampak pandemic. Ia mengungkapkan, harga cabai yang biasanya mencapai Rp 20ribu per kilo turun menjadi Rp 7ribu saja per kilo. Selain itu, pandemic covid-19 juga membatasi penjualannya. Biasanya ia bisa menjual hasil panennya ke Jakarta hingga Kalimantan.
“Biasanya cabai sini dibawa ke Kalimantan dan Jakarta tapi sejak ada [wabah virus] corona tidak bisa di bawa kemana-mana. Permintaan dari konsumen rendah, sedangkan kita produksi jalan terus. Jadi di penampungan terkendala dan harga jadi hancur” ungkap Jono.
Penulis: Kukuh Subekti