IslamToday ID –Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakhiri pengadaan toa sebagai alat peringatan dini bencana banjir di Jakarta. Ia menegur jajaranya yang memilih toa sebagai alat peringatan banjir. Menurutnya, alat tersebut tidak relevan dan tidak layak disebut sebagai warning system, sepab tanpa alat tersebut masjid-masjid dapat memberikan peringatan dini.
“Ini bukan early warning system, ini toa. This is not a system, ini toa,” ujar Anies, Jumat (6/8/2020)dikutip dari akun youtube Pemprov DKI
Dalam rapat pengendalian banjir tersebut Anies sempat meminta penjelasan sistem peringatan dini untuk bencana banjir di Jakarta. Namun Disaster Early Warning System (DEWS). Terdapat 24 DEWS dipasang di 14 kelurahan ternyata adalah Toa.
Anies lantas menanyakan asal alat tersebut. Jajarannya mengatakan bahwa alat tersebut merupakan hibah dari Jepang.
Menurut Anies, alat tersebut tidak relevan digunakan di Jakarta. Sepengetahuannya, Jepang menggunakan alat tersebut sebagai peringatan tsunami. Menurutnya, Toa bukan warning system. Sebab, tanpa pemprov DKI melakukan pengadaan alat tersebut, masjid-masjid dapat melakukan peringatan dini dengan toa masjid.
” enggak perlu pengadaan, semua masjid bisa dipakai, semua WA (Whatsapp) bisa dipakai,” ujarnya
“Toa ini sudah terlanjur ada, ya sudah dipakai. Tapi tidak usah ditambah. lalu bangunnya sistem, jangan bangun toa seperti ini,”imbuhnya
Menurut dia, ada banyak cara dan sistem penyampaian peringatan dini tanpa pengadaan barang. Menurut Anies, sietem peringatan dan penanganan banjir seharusnya berdasakan data dan mitigasi bencana. Sehingga ketika banjir melanda tidak gagap seperti orang yang baru pertama kali menangani bencana.
“Sistem itu kira-kira begini, kejadian di Katulampa, air sekian keluarlah operasionalnya dari Dishub, Kesehatan, MRT, Satpol PP, seluruhnya tahu wilayah mana yang punya risiko,” tuturnya.
“Jadi sebelum kejadian kita sudah siap. Hari ini kalau kejadian kita kedandapan (kaget) terus, seakan-akan ini banjir pertama dan tanah ini sudah puluhan tahun kena banjir tapi cara kita menanganinya itu ad hoc,” pungkas Anies Baswedan.
Mengahiri Pengadaan Toa Rp 4 M
Arahan Anies menghentikan pengadaan Toa peringatan banjir senilai Rp 4 miliar. Seba, sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengungkap telah menganggarkan Rp 4 miliar untuk pengadaan enam set alat sistem peringatan dini digital atau Digital Warning System (DWS) pada tahun 2020. DWS tersebut akan dipasang di enam titik.
“Tahun 2020 ini, pengadaan enam set DWS anggarannya Rp 4,03 miliar, sesuai dengan nilai yang ada di e-budgeting,” kata Kepala Pusdatin BPBD DKI Jakarta Mohammad Insyaf, Kamis (16/1/2020) dikutip dari liputan6.com
Insyaf menjelaskan DWS tersebut toa. Setiap DWS terdiri dari empat toa yang dipasang mengarah ke empat mata penjuru angina. Jarak dengar toa tersebut mencapai jarak dengar mencapai hingga 500 meter.
Sebelumnya Pemrov DKI telah memiliki 14 titik DWS. Sebanyak 14 set DWS itu terdapat di 14 kelurahan yakni: di Ulujami, Jakarta Selatan; Petogogan, Jakarta Selatan; Cipulir, Jakarta Selatan.
Kemudian di Pengadegan, Jakarta Selatan; Cilandak Timur, Jakarta Selatan; Pejaten Timur, Jakarta Selatan; Rawa Buaya, Jakarta Barat.
Serta di Kapuk, Jakarta Barat; Kembangan Utara, Jakarta Barat; Kampung Melayu, Jakarta Timur; Bidara Cina, Jakarta Timur; Cawang, Jakarta Timur; Cipinang Melayu, Jakarta Timur dan Kebon Pala, Jakarta Timur
DWS tersebut terkoneksi dengan sistem peringatan dini banjir. Menurut dia, saat tinggi muka air bendungan atau pintu air mencapai siaga 3, DWS secara otomatis akan berbunyi sebagai peringatan banjir kepada warga.
Lebih lanjut Muhammad insyaf menjelaskan, keenam titik DWS yang baru berada di di Bukit Duri, Kebon Baru, Kedaung Kali Angke, Cengkareng Barat, Rawa Terate dan Marunda
“Ini (toa) berbunyi saat pintu air siaga 3, bersamaan dengan peringatan dini yang dikirimkan SMS blast dan WhatsApp grup kelurahan-kelurahan,” ujarnya.
Anggaran perawatan toa DWS ini juga tergolong tinggi. Untuk pemeliharaan DWS, BPBD menganggarkan Rp165 juta. (AS)