IslamToday ID –Jumlah pasien Covid-19 di Indonesia terus bertambah setiap harinya. Sementara itu jumlah tenaga medis kian menipis. Penambahan kasus covid-19 di Indonesia semakin mengkhawatirkan, lantaran jumlah tenaga medis terus berkurang.
Alarm bahaya ini telah ‘dibunyikan’ oleh Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo. Ia membeberkan peta kekuatan tenaga medis di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa dokter yang dimiliki Indonesia kurang dari 200 ribu orang. Sementara jumlah dokter spesialis, kurang dari 36 ribu orang. Sedangkan, dokter paru kurang dari 2000 orang. Sementara itu hingga senin 10 Agustus 2020 jumlah kasus covid-19 di Indonesia telah mencapi 127 ribu
“dokter-dokter kita akan kehabisan tenaga waktu dan energi, dan pada akhirnya dokter kelelahan, imunitasnya berkurang dan dampaknya bisa mengakibatkan hal yang fatal,” kata Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo (10/8/2020).
Banyaknya tenaga kesehatan (nakes) Indonesia yang berguguran selama pandemi Covid-19 juga pernah diungkapkan oleh Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Dedi Supratman pada awal Agustus lalu. Ia mengatakan angka kematian tenaga kesehatan Indonesia hingga pertengahan Julli lalu telah menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga tertinggi di dunia, setelah Rusia (4,7%) dan Mesir (2,8%). Persentase kematian tenaga kesehatan Indonesia saat itu adalah di 2,4% atau jika dijumlahkan ada 89 orang tenaga kesehatan yang meninggal.
“Jika kita lihat angka absolut memang angka kematian nakes di Indonesia tidak sebanyak yang di luar negeri. Tapi jika kita bandingkan dengan angka kematian total suatu negara dan kita ambil persentasenya, maka angka (tingkat) kematian Indonesia sangat tinggi,” ujar Dedi (3/8/2020).
Angka yang disampaikan oleh Dedi tersebut berdasarkan data dari Pandemic Talks. Angka persentase kematian nakes diambil berdasarkan jumlah kasus kematian secara umum dan jumlah nakes yang meninggal dalam kasus tersebut. Namun demikian berdasarkan jumlah riilnya jumlah nakes yang gugur, Indonesia pun masuk dalam 10 besar kasus kematian nakes tertinggi di dunia. Yakni peringkat 9 dengan 89 nakes meninggal dunia.
Lanjutnya, hingga 1 Agustus kemarin jumlah nakes yang meninggal di Indonesia telah mencapai 153 orang. Yang terdiri atas 73 dokter, 55 perawat dan sisanya nakes yang lainnya. Namun jumlah tersebut baru berdasarkan data yang masuk, kemungkinan bisa lebih.
“Ini baru sebagian data masuk, kita belum menghitung nakes lainnya, bisa jadi semakin besar persentasenya,” jelas Dedi.
Dedi mengungkapkan, pada 9 Juni dan 21 ia dan para nakes dari 14 organisasi nakes dalam Koalisi Masyarakat Profesi dan Asosiasi Kesehatan (Kompak), sudah dua kali bersurat kepada Presiden Jokowi. Mereka meminta agar presiden bersedia beraudiensi dengan para nakes. Mereka berharap bisa dilibatkan dalam penanganan kasus Covid-19 serta bersama-sama mengevaluasi kebijakan yang sudah berjalan.
“Ini sebetulnya aset yang bisa dimanfaatkan oleh gugus tugas dan Menteri Kesehatan, namun saya tidak tahu apa masalahnya sehingga kesehatan sendiri tidak kompak dan tidak solid,” tutur Dedi (1/8/2020).
Pemerintah Belum Transparan
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai pemerintah belum transparan terkait kematian pasien Covid-19. Terutama, soal gejala yang dialami oleh pasien apakah dia meninggal dengan gejala suspek atau probable, Mengingat hal tersebut diatur oleh WHO. Selain itu pemerintah juga dinilai belum fokus pada upaya pencegahan kematian akibat Covid.
Data IDI per 4 Agustus kemarin, jumlah dokter Indonesia yang meninggal akibat Covid-19 telah mencapai 74 orang. Sementara laporan nakes yang terpapar Covid-19 di daerah terus bertambah, yang terbaru di Sumatera Utara sejak Maret hingga Agustus 2020, terdapat 348 nakes terpapar Covid-19.
“Adapun rincian 348 orang tenaga medis yang terpapar virus corona itu meliputi, 40 orang dokter spesialis, 13 orang peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS), 29 orang dokter umum, 207 orang perawat, 29 orang bidan dan 30 orang analis di laboratorium. Sebagian dari mereka yang terpapar sudah sembuh,” ungkap Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut, Whiko Irwan (10/8/2020).
Lemahnya Perlindungan Nakes
Minimnya alat pelindung diri (APD) seperti baju hazmat, kaca mata pelindung, dan sarung tangan yang sejak awal kasus corona menjadi problem yang dirasakan oleh para nakes di rumah sakit-rumah sakit di Indonesia. Hingga awal Agustus kemarin, hal itu mengundang simpati sejumlah masyarakat, salah satunya yang dilakukan oleh seorang pemilik toko kebutuhan prabot rumah tangga di Semarang. Mereka membantu ketersediaan APD RSUP Kariadi Semarang, yang jika tanpa bantuan tersebut persediaan APD di RSUP Kariadi hanya cukup hingga dua bulan ke depan saja.
Sementara itu, lemahnya perlindungan nakes di Indonesia juga membuat pemerintah digugat. Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi atas dua Undang-undang (UU). UU yang digugat ialah UU No. 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Keberadaan UU tersebut dinilai belum memberikan jaminan perlindungan yang maksimal kepada para nakes.
“Ada persoalan di UU, kalau kita lihat faktanya ketika wabah Covid-19 terjadi di Indonesia itu terjadi kelangkaan APD. Kalaupun ada APD itu harganya begitu mahal sehingga terjadi banyaknya petugas kesehatan yang menggunakan APD tidak terstandar,” jelas Ketua Umum MHKI Mahesa Pranadipa (18/6/2020).
Penulis: Kukuh Subekti