IslamToday ID – I Gede Ari Astina alias Jerinx, akhirnya ditahan pihak kepoilisian. Penahanan Drummer Superman is Dead (SID) itu merupakan buntut atas unggahannya dimedia sosial yang menyebut Ikatan Dokter Indoneisa ( IDI) sebagai kacung organisasi kesehatan dunia (WHO).
“Menurut saksi ahli bahasa, bahwasanya postingannya itu menimbulkan satu perbuatan di mana diatur dalam undang-undang, mencemarkan nama baik, menghina, menimbulkan satu rasa permusuhan,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Bali, Kombes Pol Yuliar Kus Nugroho (12/8/2020).
Ditreskrim Polda Bali menuturkan, Jerixk mengunggah postingan pada tanggal 13 Juni 2020. Jerinx memposting sebuah gambar tulisan yang berbunyi “Gara-gara bangga jadi kacung WHO, IDI dan RS seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan dites CV19. Sudah banyak bukti jika hasil tes sering ngawur kenapa dipaksakan? Kalau hasil tes-nya bikin stress dan menyebabkan kematian pada bayi/ibunya, siapa yang tanggung jawab,.”
Sementara dalam captionnya difoto tersebut ia menuliskan “BUBARKAN IDI! Saya gak akan berhenti menyerang kalian @ikatandokterindonesia sampai ada penjelasan perihal ini!. Rakyat sedang diadu domba dengan IDI/RS? TIDAK, IDI & RS yg mengadu diri mereka sendiri dgn hak-hak rakyat.”
Postingan Jerinx dinilai menghina organisasi profesi dokter. Pada 16 Juni 2020 Ketua IDI Bali I Gede Putra Suteja lalu melaporkan Jerinx ke Polda Bali atas dugaan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik, dengan nomor laporan LP/263/VI/2020/Bali/SPKT.
Atas laporan tersebut, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusu (Ditreskrimsus) Polda Bali memeriksa sejumlah saksi, termasuk saksi ahli dan Ketua IDI Bali. Jerinx juga sempat diminta datang diperiksa sebagai saksi. Pada panggilan pertama ia berhalangan hadir.
Pada 6 Agustus 2020 Jerink didampingi didampingi kuasa hukumnya, Wayan Gendo Suardana lalu memenuhi panggilan yang kedua. Jerinx menyampaikan, jika unggahannya dalam media sosial tersebut merupakan kritik terhadap IDI, bukan ujaran kebencian.
“Saya ingin menegaskan sekali lagi, saya tak punya kebencian dan niat menghancurkan atau menyakiti perasaan kawan-kawan IDI. Jadi, ini 100 persen sebuah kritikan. Saya yakin 100 persen. Itu yang saya lakukan benar. Karena saya enggak bermaksud negatif atau buruk. Yang saya lakukan murni kritik sebagai warga negara,” lanjut Jerinx.
Pada 12 Agustus 2020, polisi menetapkan Jerinx sebagai tersangka dalam perkara dugaan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian. Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Syamsi mengatakan, Jerinx langsung ditahan di Rutan Mapolda Bali setelah pemeriksaan selesai.
Syamsi menuturkan Jerinx dijerat Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45A Ayat (2) dan/atau Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) UU Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Atas perbuatannya Jerinx terancam hukuman penjara selama enam tahun.
“Ancaman hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar,” kata Syamsi.
Sementara itu, Jerinx mengaku tidak menyesali perbuatannya. Ia juga tidak khawatir dengan penahanan terhadap dirinya. Sebab menurutnya, unggahan ersebut murni merupakan kritikan.
“Saya sekarang di sel tidak apa-apa yang penting tidak ada ibu-ibu yang harus kehilangan bayinya,” tutur Jerinx (12/8/2020).
Pro-Kontra
IDI Bali selaku pihak yang menerima mandat dari PB IDI untuk melaporkan Jerinx mengapresiasi tindakan yang dilakukan oleh Polda Bali. IDI pun menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Sebab pihak IDI menilai telah terjadi pencemaran nama baik dalam pernyataan Jerinx yang menyebut IDI sebagai kacung WHO.
“IDI Wilayah Bali mengapresiasi langkah-langkah yang sudah diambil oleh aparat penegak hukum,” tutur Ketua IDI Bali I Gde Putera Suteja (12/8/2020).
Sementara itu, ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai polisi berlebihan dalam menjerat Jerinx dengan UU ITE. Ia pun menilai penggunaan pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) dan/atau Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU ITE juga dinilainya tidak tepat.
“Apa yang dilakukan Jerinx lebih pada kritik kebijakan dan pelaksanaan program mengatasi pandemi Covid-19. Sangat ironis kepedulian seniman justru direspons dengan kriminalisas,” tutur Abdul Fickar, (13/8/2020).
Fickar, mengatakan bahwa penggunaan pasal dalam UU ITE tersebut tidak tepat. Sebab beleid tersebut hanya mengatur ketentuan yang bersifat administratif. Penggunaan UU ini juga dinilainya sudah melampaui batas, kebablasan sebab mengganggu kebebasan dalam konteks kehidupan berdemokrasi di Indonesia.
“UU ini sudah kebablasan mengatur ujaran kebencian karena mengganggu kebebasan berekspresi dalam konteks demokrasi Indonesia,” ucap Fickar.
Penggunaan UU ITE juga dikritik oleh Aliansi Masyarakat Sipil. pengenaan pasal 28 ayat (2) UU ITE hanya bisa digunakan untuk menjerat kasus yang berkaitan dengan penghasutan untuk melakukan tindakan kebencian, kekerasan, atau diskriminasi berdasarkan SARA.
Erasmus Napitupulu, perwakilan dari Aliansi Masyarakat Sipil mengatakan bahwa penggunaan pasal ini harus melihat konteks. Selain itu juga harus melihat posisi dan status orang yang menyampaikan, niat, beserta potensi bahaya yang mengancam. Ia menambahkan menilai niat menjadi faktor penting untuk mengetahui apakah ekspresi tersebut sah atau sebuah eskpresi yang mengandung ujaran kebencian.
“Menurut kami, ekspresi Jerinx soal ‘IDI Kacung WHO’ itu sangat jauh untuk dikatakan memenuhi unsur ini,” ujarnya, Kamis (13/8/2020).
Penulis: Kukuh Subekti