IslamToday ID –Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim dituntut mengeluarkan kebijakan revolusioner dalam bidang pendidikan. Salah satunya mendesak provider seluler di Indonesia untuk mengratiskan internet. Dengan begitu, ada jaminan akan keberlangsungan pendidikan bagi rakyat di tengah wabah covid-19
“Jika mau kebijakan Mas Menteri going beyond atau revolusioner atau spektakuler, maka mendesak penyedia layanan internet menggratiskan internet untuk pendidikan. Toh, negara memiliki data, siapa saja yang sekolah,” kata peneliti Insititut Riset Indonesia (Insis), Dian Permata (17/8/2020).
Menurut Dian, selama ini jika kebijakan yang diterapkan oleh mantan CEO Gojek itu hanya kebijakan yang biasa-biasa saja. Di tengah pandemi Covid-19 Nadiem tidak berani menggratiskan biaya kuota internet bagi pelajar, padahal ia yang mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan pembelajaran secara daring. Menurutnya, Nadiem tidak memiliki desain mitogasi kebijakan dalam kondisi khusus.
“Pernyataan ini sekaligus mengkonfirmasi bahwa Mas Menteri tidak memiliki desain mitigasi kebijakan dalam keadaan khusus seperti masa pandemik Covid 19,” terang Dian.
Dian menambahkan, seharusnya Nadiem mengeluarkan kebijakan penyediaan kuota internet sejak awal pembelajaran jarak jauh (PJJ) diterapkan, bukan seperti saat ini. Nadiem baru bernegosiasi dengan penyedia jasa internet, setelah banyak persoalan yang membelit PJJ
“Karena keputusan SCH (School from Home) dipastikan menggunakan layanan internet dan penggunaan gadget. Dengan asumsi jika ingin kegiatan belajar mengajar tetap dilaksanakan menggunakan metode daring,” jelasnya.
Dana BOS
Sebelumnya pada (30/7) Nadiem pernah mengatakan bahwa pemerintah memberikan kelonggaran terhadap penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Dana BOS diizinkan untuk dialihkan sebagai dana tambahan untuk pembelian kuota internet bagi siswa dan guru. Kebijakan tersebut diambil untuk merespon situasi wabah Covid-19.
“100 persen dana BOS diberikan fleksibilitas untuk membeli pulsa atau kuota internet untuk anak dan orangtuanya. Bisa itu, sudah kita bebaskan. Di masa darurat Covid ini boleh digunakan untuk pembelian pulsa guru, sekolah, dan orangtua untuk anak,” tutur Nadiem (30/7/2020).
Kebijakan Nadiem ini pun segera dikritik oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Menurut KPAI penggunaaan dana BOS untuk biaya tambahan kuota internet justru hanya akan menambah beban baru bagi sekolah. Sebab sekolah juga masih dibebani biaya untuk menggaji guru honorer dan juga tenaga pendidikan honorer lainnya.
“Jadi, kalau semuanya digunakan untuk kuota internet tentu menyulitkan dan membebani sekolah,” ucap Komisioner KPAI Retno Listyarti (7/8/2020).
Ia menambahkan selama belum ada pandemi Covid-19 penggunaan dana BOS itu kurang. Apalagi di tengah situasi pandemi seperti saat ini. Di mana sekolah juga dibebani untuk melaksanakan protokol kesehatan sebagaimana yang disyaratkan oleh pemerintah. Misalnya sekolah harus menyediakan tempat cuci tangan, dan hand sanitizer.
“Daftar belanja bertambah tapi uang belanja tidak bertambah,” terang Retno.
Sementara itu pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak menguntungkan Nadiem. Sebab bagaimana pun status Nadiem sebelum menjadi menteri adalah seorang pengusaha.
“Jangan sampai pembagian kuota tersebut menguntungkan Nadiem, karena dia pengusaha,” kata Ujang (5/8/2020).
Ujang mengimbau agar masyarakat senantiasa mengawal penyaluran dana BOS. Sehingga dana BOS tersebut bisa disalurkan kepada yang berhak.
“Itu kan kebijakan yang kita kritik untuk dilakukan, agar siswa dapat kuota. Setelah dikritik baru dilakukan Nadiem. Selama ini siswa susah dibiarkan. Jangan sampai dia kerjasama dengan pihak lain, lalu ambil untung” terangnya.
Penulis: Kukuh Subekti