IslamToday ID–Pemberlakuan sanksi denda bagi warga yang tidak memakai masker di tempat umum dinilai makin memberatkan warga. Langkah pemberian sanksi berupa uang dinilai tidak tepat. Sebab, jangankan membayar denda, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari ditengah pandemic covid-19 rakyat sangat kesulitan.
Polemik ini misalnya terjadi di Jawa Barat. Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Ridawan KAmil menerbitkan Peraturan Gubernur yang mengatur panjatuhan sanksi bagi warga yang tidak memakai masker. Melalui aturan tersebut, Ridwan Kamil menetapkan, sanksi bagi warga yang tidak memakai masker berupa denda sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu.
Saksi denda sebesar Rp 100 ribu-150 ribu kemudian ditolak Walikota Bekasi, Rahmat Efendi. Ia enggan menerapkan sistem denda sebab khawatir akan memberatkan warganya.
“Oke, lebih pro mana? Uang mendenda (untuk kas daerah) padahal nyari uang Rp 150.000 sekarang susah bukan main,” kata Rahmat (18/8/2020).
Rahmat menilai saat ini bukan saat yang tepat untuk menerapkan denda. Menurutnya, teguran dan sanksi sosial terhadap masyarakat yang tak menggunakan masker dinilai lebih tepat. Ia berpendapat, dalam kondisi serab sulit seperti saat ini menurutnya tidak tepat untuk menambah beban masyarakat.
“Bagaimana caranya dalam kondisi sedemikian ini supaya kita semua humble. Rakyat patuh pada tingkatan aturan, terus juga pemerintah menyosialisasikan. Jadi tidak serta merta pemberian denda,” ucap Rahmat.
Rahmat mengakui dengan sikap persuasive ini membuat Bekasi menjadi satu-satunya kota di Jawa Barat yang belum menerapkan denda. Ia lebih memilih melakukan langkah persuasive dan membagikan masker bagi warganya.
“tinggal kita (Bekasi), saya kan orientasinya kepada persuasif lebih kepada mengimbau, lebih kepada menyediakan (masker),” Jelas Rahmat.
Beberapa daerah lain yan berbatasan langsung dengan Kota Bekasi telah lebih dulu menerapkan denda untuk warganya. Sebut saja Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota Begor, Depok. Hingga Selasa (18/8) jumlah kasus Covid-19 di Kota Bekasi terus bertambah, dengan total kasusnya mencapai 1.324 kasus.
Di Indonesia pemberlakuan sanksi denda telah diberlakukan di beberapa daerah. Di Bantul bagi mereka yang tidak mengenakan masker di denda senilai Rp 100ribu. Sementara di Lebak, Banten besaran denda yang diterapkan ialah Rp 150ribu. Di Jakarta bagi warga yang tidak mengenakan masker di tempat umum didenda sebesar Rp 250ribu dan juga melakukan kerja sosial.
Selain itu peraturan denda tidak mengenakan masker juga berlaku di Gresik, Banjarmasin. Denda yang terbilang mahal diberlakukan di Kota Pekanbaru dengan besaran denda Rp 250ribu hingga Rp 1juta yang diterapkan kepada mereka yang melanggar protokol kesehatan yang ditetapkan oleh Pemkot Pekanbaru. Hingga kini jumlah daerah lain di Indonesia yang menerapkan kebijakan denda masker semakin bertambah.
Menelisik Denda Masker
PAndemi covid-19 telah membuat berbagai daerah waspada, salah satu bentuk kewaspadaan tersebut dengan membiasakan masyrakat menggunakan masker. Sejumlah daerah kemudian menerapkan sanksi bagi masyarakat yang tidak disiplin menggunakan masker.
Kemudian, pada awal Agustus 2020 kemarin, Presiden Jokowi menekankan kepada jajarannya untuk lebih aktif mengkampanyekan penggunaan masker. Bahkan, Jokowi mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) yang mengatur tentang pemberian sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan virus corona (Covid-19). Dalam inpres ini Jokowi juga memberikan ruang bagi TNI dan Polri untuk terlibat dalam pendisiplinan masyarakat.
Presiden Jokowi berharap dengan adanya sanksi tersebut, masyarakat dapat disiplin menerapkan protokol kesehatan mulai dari memakai masker, menjaga jarak, dan tak berkurumun.
“Memang harus diberi sanksi. Kalau ndak, masyarakat kita ini tidak memiliki kesadaran untuk pakai masker, untuk jaga jarak,” kata Jokowi saat rapat bersama para gubernur di Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Rabu 15 Julu 2020 dikutip dari Setkab.go.id.
Terlambat
Kampanye penggunaan masker yang didorong Presiden Jokowi tampaknya terlambat. Hingga Rabu (19/8) jumlah kasus Covid-19 Indonesia mengalami penambahan sebanyak 1.902 kasus. Sehingga total kasus hingga hari Rabu (19/8) mencapai 144.945 kasus. Sebelumnya pada Senin (3/8) jumlah kasus Covid-19 di Indonesia telah mencapai 113.134 kasus.
Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono menilai meningkatnya kasus covid di Indonesia dinilai tidak luput dari lambatnya kampanye protocol kesehatan. Selain itu protocol kesehatan yang dibuat sejak 6 maret 2020 lalu tidak diimbangi dengan aturan yang tegas.
Menurut Pandu, kampanye protocol kesehatan dan aturan tegas yang mengiringinya muncul dan digencarkan sebagai bentuk pencegahan, sejak covid-19 merebak di Indonesia. Sejak covid-19 masuk pada wal maret lalu, Pandu tidak melihat ada gebrakan dari pemerintah untuk mengatasi pendemi.
”Pemerintah belum pernah melakukan gerakan kampanye nasional untuk mendorong penduduk memiliki perilaku 3M, menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan. Terlambat, sangat terlambat,” kata Pandu selasa (4/8/2020) dikutip dari CNN Indonesia.
Pandu berpendapat, disiplin protocol kesehatan tidak bisa dilakukan secara instan. Menurutnya, tahap edukasi dan pembiasaan harus terlebih dahulu dilalui. Jika sudah terbangun kebiasaan, sanksi boleh diterapkan. Pasalnya, inti dari aturan yang dibuat bukan dalam rangka menghukum masyarakat, namun membangun kesadaran akan pentingnya protokol kesehatan.
Penulis: Kukuh Subekti, Arief Setiyanto