IslamToday ID –Pertamina dikabarkan mengalami kerugian hingga lebih dari Rp 11 triliun. Ahok akhirnya menjadi sasaran ‘tembak’. Sebab ia sempat menyampaikan keberadaaannya sebagai Komisaris Utama di perusahaan plat merah itu mengemban misi penyelamatan.
“Kan saya ditaruh di sini untuk menyelamatkan uang Pertamina. Saya digaji untuk menyelamatkan uang Pertamina,” kata Ahok dalam tayangan youtube Pertamina tanggal 2 Agustus 2020 lalu
Sebelumnya, Ahok juga sempat menyatakan jika pendapatan Pertamina Ahok sangat besar. Menurut perhiungannya, pendapatan Pertamina mencapai Rp 800 triliun atau hampir sepertiga APBN Indonesia. Oleh karena itu persul diawasi. Sebab, menurutnya, meskipun merem (tutup mata) pertamina pasti untung.
“Kalau enggak diawasi dengan baik, direksi Pertamina enggak punya KPI (key performance indicator). Padahal KPI sifatnya administrasi semua. Jadi merem juga untung,” kata Ahok (27/6/2020).
Kementerian BUMN pada awal-awal pemilihan Ahok pernah mengungkapkan tujuan dipilihnya Ahok sebagai Komut Pertamina. Salah satunya Ahok dianggap berpengalaman dalam bidang pengawasan sehingga sosoknya akan mampu mendobrak kinerja Pertamina.
“Karena itulah kenapa kemarin kita juga ingin orang yang pendobrak, bukan pendobrak marah-marah, saya rasa pak Basuki berbeda, pak Ahok berbeda, kita perlu figur pendobrak supaya ini sesuai dengan target,” kata Menteri BUMN, Erick Thohir (25/11/2020).
Kini Pertamina Rugi
Kini sejumlah pihak benar-benar mempertanyakan kinerja Ahok, yang dibangga-bangakan pemerintah. Alih alih bisa memenuhi target pemerintah, sepanjang semester I tahun 2020 ini PT Pertamina mengalami kerugian hingga US$ 767,9 juta atau Rp 11 triliun.
Hal memicui santernya desakan agar ahok dipecat dari jabatannya sebagai komisaris utama Pertamina. Salah satunya disuarakan oleh Mulyanto, anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
“Jika memang tidak mampu, pecat saja,” kata Mulyanto (25/8/2020).
Mulyanto pun mempertanyakan kinerja Ahok di Pertamina yang sesungguhnya. Sebab semenjak ia bergabung menjadi Komisaris Utama di perusahaan minyak milik negara tersebut, Pertamina belum juga menunjukan prestasi yang membanggakan. Bahkan di tahun 2020 ini Pertamina tidak lagi masuk dalam jajaran 500 perusahaan dengan pendapatan terbesar di dunia.
“Pekan lalu kita dengar kabar Pertemina tidak masuk daftar Fortune Global 500. Sekarang yang terbaru Pertamina rugi Rp 11,13 triliun di semester pertama tahun 2020. Kondisi ini jelas harus jadi perhatian Pemerintah. Jangan terus dibiarkan dan menunggu Pertamina mengalami kondisi yang lebih parah. “Mau sampai kapan membiarkan Pertamina babak belur seperti ini?” tutur Mulyanto.
Sebelumnya di tahun 2019 lalu pada periode yang sama Pertamina mampu membukukan laba sebesar US$ 659,9juta. Hal ini pula yang akhirnya membuat Mulyanto mempertanyakan kembali maksud pernyataan Ahok beberapa waktu lalu tentang laba Pertamina. Sekaligua juga mempertanyakan kinerja pengawasan yang telah dia lakukan selama bertugas di Pertamina.
“Waktu itu Ahok bilang, merem saja Pertamina sudah untung. Asal diawasi. Nah kalau sekarang Pertamina rugi, artinya apa? Apa Ahok tidak mengawasi. Kok nyatanya Pertamina bisa rugi,” ucap Mulyanto.
Mulyanto juga menjelaskan bahwa semestinya Pertamina mengalami laba yang besar pada semester pertama tahun ini. Sebab ketika harga minyak dunia turun, Pertamina sama sekali tidak menurunkan harga jual BBM. Secara teori seharusnya Pertamina mengalami keuntungan, namun yang terjadi justru sebaliknya.
Mulyanto pun mencurigai adanya faktor non teknis yang menyebabkan kerugian pada Pertamina. Oleh karenanya pengawasan dari Komisaris Utama sangat diperlukan. Untuk itu ia meminta agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap kinerja Ahok. Bahkan jika diperlukan digantikan dengan sosok yang professional di bidangnya.
“Pertamina butuh gagasan besar. Bukan omong besar,” tegasnya.
Kerugian Pertamina terlihat dari anjloknya kinerja penjualan perusahaan pada semester I-2020 yang menurun hingga 19,84% menjadi US$ 20,48 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat US$ 25,55 miliar. Laporan perusahaan tersebut dinilai bertentangan dengan pernyataan yang mengklaim pendapatan Pertamina mencapai Rp 800 triliun atau hampir sepertiga APBN Indonesia.
Penulis: Kukuh Subekti
.