IslamToday ID Pembangunan kembali Kampung Akuarium oleh Gubernur Anies Baswedan diharapkan menjadi contoh bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta agar tidak lagi melakukan penggusuran terhadap warga dikemudian hari.
Rujak Center for Urban Studies menilai penggusuran Kampung Akuarium yang dilakukan pada tahun 2016 oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang memaksa warga untuk tinggal di rusunawa justru memicu persoalan baru.
Persoalan tersebut ialah banyaknya warga yang kesulitan dalam membayar sewa rusunawa. Akibatnya tunggakan rusunawa warga setiap tahunnya terus mengalami kenaikan.
“Tunggakan pemeliharaan rusunawa itu naik tiap tahun. Jadi praktik itu harus segera dihentikan dan harus dicari solusi yang baru,” ungkap Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja ( 25/8/2020).
Lanjutnya tidak ada satupun rusunawa yang berhasil. Oleh karema itu, ia mendesak pemerintah DKI untuk tidak mengulang kelasahan yang dilakukan Ahok.
“Jangan sampai ulangi kebijakan bodoh yang salah. Kalau penggusuran salah jangan diulangi lagi, kalau rusunawa salah jangan diulangi lagi,” jelasnya.
Salah satu contoh periode tunggakan rusunawa warga yang terjadi sejak tiga tahun terakhir terjadi pada Agustus 2017. Pada tahun itu, Pemprov DKI mencatat tunggakan sewa rusunawa di seluruh Jakarta mencapai Rp32 miliar (8.697 unit rusunawa). Setahun kemudian tunggakan rusunawa mengalami penurunan menjadi Rp27 miliar. Tunggakan mengalami pembengkakan pada Juli 2019 menjadi Rp55 miliar.
Terkait rencana pembangunan kembali kampung akuarium, Elisa meminta agar nantinya pengelolaan Kampung Akuarium diserahkan kepada warga. Salah satunya melalui koperasi, sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat.
“Ini langsung pada masyarakat yang manfaatnya juga dijaga oleh masyarakat. Ini didorong karena kita tahu kebijakan rusunawa di DKI sangat gagal,” ucap Elisa.
Kesaksian Warga
Kisah pilu penggusuran paksa di Kampung Akuarium yang diungkapkan Dharma Diani. Menurutnya penggusuran pada masa Ahok ditahun 2016, dilakukan secara sepihak tanpa komunikasi. Warga dipaksa pindah ke rusunawa yang lokasinya sangat jauh dari sumber penghidupan warga.
“Dulu, 4 tahun lalu 2016, tepatnya 11 April kampung kami digusur paksa. kenapa berkali-kali bilang gusur paksa? Karena dalam waktu 11 hari tanpa komunikasi dua arah, yang kami anggap tidak adil, kami digusur dan banyak sebagian warga yang direlokasi ke rusun-rusun cukup jauh, Marunda dan BKT itu cukup jauh, 30 kilometer,” tutur Diani dikutip dari detik.com (25/8/2020).
Atas tindak sewenang-wenang Pemprov DKI pada era Ahok, warga menggugat pemprov DKI. Pada Oktober 2016, seluruh warga Kampung Akuarium dibantu oleh LBH Jakarta dan sejumlah LSM mengajukan gugatan class action ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Oktober 2016 kami sepakat lakukan gugatan class action di PN Jakpus didampingi LBH Jakarta. Sambil berjalan gugatan hukum, kami juga didampingi JRMK, OPC, dan Rujak,” ungkap Diani.
Pilkada tahun 2017, tidak disia-siakan. korban penggisuran dan warga dari 21 kampung lainnya mengikat pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dengan kontrak politik tentang revitalisasi kampung. Lalu, sejak tahun 2018 mereka tidak lagi tinggal di dalam tenda. Pemprov DKI Jakarta memberikan mereka tempat penampungan sementara.
“2018 kami masuk CAP (community action plan) sambil dibuatkan selter di awal Januari-April, kami dibuatkan selter dari 3 blok terdiri dari 90 unit di sini. Meskipun tinggal di selter, kami ada kegiatan field school, ada dua kali sama (LSM) Rujak,” ucap Diani.
Setahun kemudian mereka diajak bermusyawarah dengan pihak Pemprov DKI Jakarta. Mereka dimintai pendapat perihal desain rusun yang dilakukan warga Kampung Akuarium inginkan.
“2019, dari CAP, pre-CAP, kami bersama pendamping, kami memiliki desain yang kami buat berdasarkan diskusi warga dengan pendamping. Ada momen-momen kami kumpul untuk membahas hunian impian, gimana caranya, bentuknya, gimana kami inginnya. Kami sempat berikan desain itu ke Dinas Perumahan yang dituangkan dalam berita acara serah terima desain 2019,” kata Diani.
Diani mengungkapkan bahwa pada awalnya pihaknya berharap awal tahun 2020 realisasi pembangunan sudah terwujud. Namum musibah Covid-19 menjadikan pembangunan mundur dan baru dimulai pada bulan Agustus ini.
Pemprov DKI Bantah Kritik
Rencana Anies membangun kampung akuarium mendapat kritik banyak pihak. Anies dituduh melanggar perda tataruang wilayah. Namun Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Pemprov DKI Jakarta mengatakan bahwa pelaksanaan pembangunan kampung akuarium tersebut sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Peraturan tersebut ialah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Yakni produk hukum yang dikeluarkan oleh pihak eksekutif dan legislatif.
“RPJMD adalah produk politik eksekutif dan legislatif, secara hukum sih mereka mendukung proses penataan kampung di Jakarta, yang salah satunya penataan Kampung Akuarium,” ungkap anggota TGUPP Pemprov DKI Jakarta, Angga Putra Fidrian (24/8/2020).
Pernyataan Angga sekaligus membantah pernyataan dari anggota dewan di DPRD DKI Jakarta. Ketika beberapa waktu lalu mengkritisi Gubernur Anies yang melakukan upacara peletakan batu pertama pada (17/8) di kompleks Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara.
Angga pun menanggapi santai perihal sejumlah kritik yang disampaikan kepada Pemprov DKI Jakarta. Hal yang lumrah jika legislatif memberikan kritik kepada pihak eksekutif, termasuk apa yang dilakukan oleh fraksi yang berseberangan dengan Gubernur Anies.
“DPRD itu kan lembaga politik, tentu setiap orang punya stand point masing-masing. Ada yang mendukung, ada yang tidak mendukung. Apakah ketika satu anggota DPRD tidak mendukung, seluruh DPRD tidak mendukung? Kan tidak juga,” jelas Angga.
Angga juga meminta agar melihat dari fraksi apa kritik itu berasal. Namun pada dasarnya ia tidak mempermasalahkan selama pemberian kritik sesuai porsinya.
“Cek dulu fraksinya apa, latar belakang politiknya apa, kalau memang porsinya kritik, ya kritik. Enggak jadi masalah,” ujar Angga.
Salah satu pihak yang mengkritisi kebijakan pembangunan Kampung Akuarium ialah Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono. Menurutnya pembangunan yang dilakukan oleh Gubernur Anies menyalahi aturan perundang-undangan. Yakni terkait Perda Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.
“Kalau saat ini Anies melakukan peletakan batu pertama pembangunan Kampung Akuarium, berarti Pak Anies melanggar Perda RDTR, karena sampai saat ini belum ada perubahan RDTR,” kata Gembong.
Penulis: Kukuh Subekti