IslamToday ID –Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tergabung dalam Gerakan Anti Radikalisme (GAR) meminta Din Syamsuddin mundur dari keanggotaannya di Majelis Wali Amanat (MWA) ITB.
Permintaan permintaan alumni ITB yang tergabung dalam GAR ini terhitung sudah kali ketiga sejak pertama kali dilakukan pada 25 Juni 2020 lalu. Permintaan kedua disampaikan GAR pada 16 Juli lalu. Dan permintaan yang ketiga terjadi pada 25 Agustus 2020 melalui surat terbuka yang ditandatangani oleh 2065 orang alumni ITB yang ditujukan kepada Ketua MWA ITB.
MEnurut mereka sikap Din yang senantiasa mengkritisi pemerintahan tersebut dianggap sebagai wujud dari sikap menentang pemerintahaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Deklarasi KAMI hanya semakin menguatkan alasan kami untuk minta supaya pak Din diberhentikan dari MWA. Karena semakin terbukti bahwa sikapnya yang menentang pemerintahan NKRI,” kata Juru Bicara GAR, Shinta Madesari dikutip dari detik.com (26/8/2020).
Shinta juga meminta agar Ketua MWA memberikan pernyataan resmi terkait pernyataannya yang mengatakan bahwa Din telah mundur dari keanggotaan MWA ITB. Akan tetapi pada Din masih terlihat hadir pada acara Dies Natalis ITB yang ke-100 pada 3 Juli 2020.
“Ketua MWA harus memberikan klarifikasi resmi mengenai hal ini. Jangan hanya bicara bahwa pak Din mengundurkan diri, tetapi kenyataannya beliau masih dipertahankan di MWA ITB. Pengunduran dirinya tidak pernah dibahas secara tegas di MWA dan tidak pernah ada penjelasan secara resmi status pak Din di MWA,” ungkap Shinta.
Sementara itu, sikap bersebrangan disuarakan alumni ITB yang tergabung dalam Keluarga Alumni Penegak Pancasila Anti Komunis (KAPPAK). Mereka mengaku tidak mempermasalahkan sikap kritis Din terhadap pemerintah. Menurut mreka sikap kritis Din terhadap pemerintahan adalah bagian dari kebebasan berpendapat yang dilindungi Undang-Undang Dasar 1945.
“Negara ini negara hukum, segala sesuatunya harus diproses sesuai hukum” ujar Perwakilan Presidium KAPPAK Erry Nirbaya (26/8/2020)
Erry menjelaskan bahwa pemilihan anggota MWA sepenuhnya merupakan hak anggota Senat Akademik ITB. Ia juga menilai perbedaan pendapat di ITB adalah sebagai sesuatu yang wajar apalagi pihak pemerintah pun tidak mempermasalahkan keberadaan KAMI.
“Pemerintah juga tenang-tenang aja kok menyikapi pendapat Prof Din. Perbedaan pendapat di lingkungan ITB merupakan hal biasa. Enggak masalah,” tutur Erry.
Erry pun berpendapat bahwa aksi deklarasi KAMI yang melibatkan Din adalah bentuk dari pengamalan Tridarma Perguruan Tinggi. Sikap kritis Din juga sudah menjadi bagian dari tradisi intelektual di ITB yang akan senantiasa memberikan masukan krits kepada pihak pemerintah.
“Saya melihat sikap pemerintah cukup welcome terhadap pendapat KAMI. Sejak dulu, siapapun pemerintahnya, ITB senantiasa memberikan masukan secara kritis kepada pemerintah,” ucapnya.
Tanggapan KAMI
Sementara itu salah seorang deklarator KAMI Gde Siriana Yusuf turut mengomentari sikap sebagian alumni ITB yang mendesak pencopotan Din dari MWA. Ia merasa heran dengan sikap sebagian alumni ITB tersebut.
“Kok ada ya intelektual berpikiran sempit? Memangnya sudah ada penetapan KAMI sebagai organisasi terlarang? Kalian bukanlah massa (benda), intelektual harus memiliki selera rasionalitas dan ketertarikan pada fakta,” tutur Yusuf (26/8/2020).
Yusuf juga menanggapi berbagai serangan yang sengaja diberikan kepada para deklarator KAMI. Baik serangan dengan tuduhan makar maupun serangan dalam bentuk pembajakan media sosial. Ia menilai sikap para pendukung rezim Jokowi sebagai aksi menelanjangi diri penguasanya sendiri.
“Serangan-serangan untuk mengamputasi KAMI dengan cara-cara cupu, mulai dari Ketum Parpol, hingga mahasiswa bayaran dan alumni-alumni yang fouI-minded, bukti bahwa rezim penguasa kehabisan stok jualan gombal,” jelasnya.
Sekedar informasi dijajaran kabinet Jokowi jilid dua ini, ada tiga nama pejabat yang merupakan alumni ITB. Mereka adalah Arifin Tasrif selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kedua Menteri Sekretaris Kabinet. Pramono Anung, ketiga ada Suharso Manoarfa Kepala Bappenas.
Penulis: Kukuh Subekti